Sentimen
Informasi Tambahan
Club Olahraga: Liverpool
Hewan: Ular
Kab/Kota: Sydney
Penangkal Racun Kobra Siap Selamatkan Nyawa
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Internasional
PIKIRAN RAKYAT - Sebuah terobosan dari tim peneliti internasional telah menghasilkan penangkal baru yang murah untuk racun atau bisa ular kobra yang mematikan dengan menggunakan sumber yang mengejutkan, yaitu pengencer darah.
Kobra secara teknis bukanlah ular paling berbisa di dunia, gelar itu diberikan kepada taipan pedalaman Australia yang terkenal kejam tetapi tetap saja ular ini sangat berbahaya. Jumlah pastinya tidak jelas, tetapi diperkirakan spesies seperti ular kobra nubian meracuni ribuan orang setiap tahun. Sementara itu, lebih dari seratus ribu korban lainnya setiap tahunnya mengalami cedera serius, bahkan amputasi. Keadaan darurat ini juga sering terjadi di daerah yang tidak memiliki akses ke perawatan medis yang memadai. Penangkal bisa kobra yang ada sudah ada sejak abad ke-19, tetapi harganya masih mencapai ratusan juta dan sebagian besar tidak efektif untuk menghentikan nekrosis (kematian sel atau jaringan karena penyakit atau cedera).
Dilansir Popular Science, seperti yang dirinci dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 17 Juli 2024, di jurnal Science Translational Medicine, para kolaborator yang bekerja di University of Sydney, Liverpool School of Tropical Medicine, serta pusat-pusat penelitian di Kanada dan Kosta Rika baru-baru ini menemukan solusi yang berpotensi revolusioner. Dengan menggunakan teknik penyuntingan gen CRISPR (pengeditan gen menggunakan CRISPR merupakan salah satu metode pengeditan gen dengan cara memotong dan menempelkan gen tersebut ke dalam DNA), untuk mempelajari potensi penghambat bisa, tim menemukan bahwa menggunakan kembali pengencer darah yang murah, umum, dan relatif mudah ditemukan yang disebut heparin (obat anti pembekuan darah) bersama dengan obat-obatan terkait berhasil menghentikan kematian jaringan akibat gigitan ular kobra.
Hasil Penelitian
Ilustrasi ular Freepik
Menurut pernyataan yang menyertai dari Greg Neely, penulis studi dan peneliti Universitas Sydney. Obat penawar baru ini “dapat secara drastis mengurangi luka parah” yang disebabkan oleh ular kobra. Neely juga mencatat bahwa obat ini berpotensi memperlambat penyebaran racun untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup.
Dikutip Popular Science, Tian Du, penulis utama studi dan mahasiswa PhD di University of Sydney menambahkan bahwa heparin tidak mahal, ada di mana-mana dan merupakan obat esensial yang terdaftar di Organisasi Kesehatan Dunia. “Setelah uji coba pada manusia berhasil, obat ini dapat diluncurkan dengan relatif cepat untuk menjadi obat yang murah, aman, dan efektif untuk mengobati gigitan ular kobra,” ujar Tia Du.
Untuk mencapai hal tersebut, para peneliti menggunakan metodologi yang sama dengan yang membantu mereka menemukan penawar racun ubur-ubur pada tahun 2019. Pertama, mereka menggunakan CRISPR untuk mengidentifikasi gen manusia yang diserang oleh bisa kobra, yang memicu nekrosis di sekitar luka gigitan. Salah satu enzim yang diperlukan adalah enzim yang membantu memproduksi molekul heparan dan heparin yang pertama terletak di permukaan sel, sementara yang kedua dilepaskan dalam respons kekebalan tubuh. Kemiripan struktural antara kedua molekul tersebut memungkinkan bisa kobra untuk mengikat keduanya. Setelah disuntikkan, obat heparinoid baru ini membanjiri daerah luka dengan molekul heparinoid umpan yang mengikat dan menetralisir racun bisa yang menyebabkan kematian jaringan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganggap gigitan ular sebagai salah satu masalah penyakit tropis yang paling terabaikan dan paling mematikan, terutama bagi penduduk pedesaan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2019, organisasi ini mengumumkan sebuah inisiatif yang bertujuan untuk mengurangi setengah dari jumlah kejadian tahunan pada tahun 2030.
“Target tersebut tinggal lima tahun lagi. Kami berharap penawar kobra baru yang kami temukan dapat membantu perjuangan global untuk mengurangi kematian dan cedera akibat gigitan ular di beberapa komunitas termiskin di dunia,” ujar Neely.(CZ)***
Sentimen: negatif (100%)