Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: ITB
Kab/Kota: bandung
Tokoh Terkait
Semuel Abrijani
Profil Hokky Situngkir, Dirjen Urusan Digital RI yang Baru Dilantik
CNBCindonesia.com Jenis Media: Tekno
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kominfo melantik Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) baru pengganti Semuel Abrijani Pangerapan. Hokky Situngkir dilantik pada Jumat (19/7/2024) di kantor Kominfo, Jakarta.
Berdasarkan informasi yang diterima media, Hokky dilantik pada pukul 11:00 WIB. Pelantikan dilakukan tertutup di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta.
Menteri Kominfo, Budi Arie juga mengonfirmasi hal tersebut. "Sudah dilantik. [Namanya] Hokky Situngkir," kata Budi ditemui di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Jumat (19/7/2024).
Budi mengatakan Hokky memenuhi latar belakang untuk mengisi jabatan Dirjen Aptika. "[Latar belakangnya] Elektro ITB," ungkap dia.
Hokky lahir pada 7 Februari 1978. Dia merupakan pendiri dan peneliti di organisasi riset bernama Bandung Fe Institute.
Dari laman LinkedIn Bandung FE, organisasi riset itu menggunakan pendekatan ilmu kompleksitas. Ini dilakukan untuk melihat sistem sosial di Indonesia, interaksi masyarakat yang unik, pengelolaan sistem sosial yang spesifik, pembangunan berkelanjutan, pembangunan masyarakat pada sumber daya alam.
Melansir laman Bandung FE, Hokky juga tercatat Direktur Pusat Kompleksitas di Universitas Surya dan Pendiri dari Indonesia Archipelago Cultural, dan Anggota Member Jurnal Kompleksitas Sosial.
Sebelum di Kominfo, Hokky juga pernah berkiprah di kalangan pemerintahan. Melansir akun Linkedin resminya, dia pernah menjadi penasihat teknologi informasi pada Januari 2018 hingga Desember 2019.
Selain itu juga pernah bekerja di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Jabatannya sebagai penasihat senior teknologi informasi sejak 2019-2020.
Fisika batikHokky juga terkenal sebagai salah satu penulis buku Fisika Batik yang mengungkap narasi di balik karya batik.
Penemuan fisika batik oleh Hokky bermula saat dia menggelar diskusi dengan beberapa kalangan seni rupa. Para seniman itu menunjukkan berbagai rupa karya seni rupa Barat, mulai dari masa renaissance. Lalu Hokky pun tergerak hatinya untuk mencari seperti apa jejak seni rupa Nusantara.
"Kalau menemui kata batik yang terpikir adalah kain pakaian. Tapi sebenarnya ini adalah karya lukis yang punya cerita. Batik-batik asli pasti ada ceritanya. Tidak ada batik yang tidak ada narasi di belakangnya," ujar Hokky seperti dikutip oleh detik.com. "Ada perspektif, ada geometris. Kalau geometri, yang dia pakai apa? Apakah gaya melukisnya begitu ada model lalu digambar. Lalu kita pakai hipotesis, batik dilukis dengan fraktal. Dengan data sekitar 200-300 motif batik, kita hitung dimensi dan uji hipotesis.".
Setelah melakukan uji hipotesis ternyata ditemukan karakteristik geometris fraktal dari dimensi dan polanya. Hal itu sangat mengagetkan Hokky dan peneliti lainnya di Bandung Fe Institute. Dari berbagai ribu motif batik, rupanya geometri fraktal masih konsisten. Termasuk karya batik kontemporer.
"Tapi sepertinya penggunaal fraktal ini secara tidak sadar. Penjelasan saya kenapa digunakan geometri fraktal adalah ketika melukis batik beda dengan menggambar lukis. Kalau lukis kan memindahkan lanskap ke kanvas. Sedangkan batik merupakan mengisi selembar kain dengan cerita," sambung alumnus ITB itu.
Ketika mengisi kain dengan cerita, maka tidak dibolehkan ada sisi yang kosong di dalam lembaran kain tersebut. Sehingga pada akhirnya, diisi dengan gambar ibarat sedang memasang puzzle. Lalu tanpa disadari batik memiliki karakteristik fraktal.
"Yang kita teliti sebenarnya masalah sosial tapi dengan pendekatan berbagai keilmuan. Dan ternyata masalah sosial bisa dikaji interdisiplin. Kami ingin memberikan apa yang kita punya untuk memperbaiki negeri ini," tutur pria kelahiran 7 Februari 1978 ini.
Hokky memiliki keinginan melakukan penelitian untuk mengetahui ada apa di balik tenun, topeng dan tarian di Nusantara. Tak hanya itu, dia juga memiliki niatan untuk membuat portal kebudayaan, mengingat selama ini belum ada portal kebudayaan yang terpusat.
(dem/dem)
Sentimen: positif (99.2%)