Sentimen
Negatif (72%)
15 Jul 2024 : 06.30

Tekan Harga Obat di Indonesia, PDSI Minta Pemerintah Optimalkan Bahan Baku Lokal dan Atasi Praktik Kartel

15 Jul 2024 : 06.30 Views 2

Beritasatu.com Beritasatu.com Jenis Media: Nasional

Jakarta, Beritasatu.com - Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) menilai faktor utama mahalnya harga obat di Indonesia disebabkan oleh ketergantungan pada bahan baku impor dan tingginya biaya pemasaran, termasuk komisi bagi dokter yang meresepkan obat.

Sekretaris Umum PDSI Erfen Gustiawan mengatakan untuk menekan harga obat, terutama obat bermerek paten, skala industri farmasi di Indonesia harus mencapai taraf global. Dengan demikian, biaya produksi dapat ditekan jika menggunakan bahan baku lokal.

"Hal ini perlu diimbangi dengan penegakan aturan pemasaran yang melarang pemberian komisi kepada dokter yang meresepkan obat. Dengan demikian, tata kelola industri farmasi dapat menjadi lebih efektif dan biaya tidak lagi membengkak," ujarnya kepada Beritasatu.com, Minggu (14/7/2024).

Menurut Erfen, jika biaya pemasaran, termasuk komisi untuk dokter, dihapus, harga obat dapat ditekan hingga 40%. Selain itu, dengan menggunakan bahan baku lokal, harga obat dapat turun hingga 20% lagi.

"Pemerintah harus menciptakan iklim yang kondusif agar industri farmasi Indonesia dapat bersaing di pasar global, sehingga tidak mengalami kerugian jika menggunakan bahan baku lokal. Jika target pasar hanya nasional, biaya produksi masih sulit untuk ditutupi. Ini adalah masukan dari beberapa pimpinan industri farmasi nasional," ungkap Erfen.

PDSI meyakini bahwa praktik kartel dalam industri farmasi yang memainkan harga obat dapat dikurangi, seperti praktik suap atau gratifikasi antara dokter dan perwakilan penjualan obat yang menyebabkan hanya produk obat impor yang berkembang.

"Dengan Undang-Undang yang baru, Majelis Etika dan Disiplin akan berada langsung di bawah negara (di bawah Konsil Kesehatan), sehingga penegakan aturan ini harus dilakukan oleh negara dan semua tenaga kesehatan, termasuk dokter, wajib mematuhinya," tegasnya.

Erfen juga menyesalkan kondisi industri farmasi BUMN yang sedang terpuruk di tengah lonjakan harga obat. Menurutnya, pemerintah perlu memperbaiki iklim usaha dengan memberikan insentif pajak agar industri farmasi lokal dapat bersaing di pasar global.

Selain itu, perlu dilakukan perbaikan jalur distribusi obat dan melarang praktik pemasaran yang memberikan komisi kepada dokter yang meresepkan obat.

Ketika ditanya mengenai potensi obat generik sebagai alternatif, Erfen menyatakan bahwa meskipun harga obat generik murah, hal ini tidak menjamin keberlanjutan produksi jika tidak menguntungkan bagi industri farmasi.

"Perhitungan keuntungan bagi industri farmasi juga harus diperhatikan. Misalnya, obat Hydrochlorothiazide (HCT) untuk hipertensi lini pertama sangat efektif. Namun, karena harganya sangat murah, banyak perusahaan farmasi enggan untuk memproduksinya lagi," pungkas Erfen.

Sentimen: negatif (72.7%)