Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Amsterdam, Solo
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Ada Tokoh Masyumi di Balik Lahirnya THR di Indonesia
Detik.com Jenis Media: Ekonomi
Ada yang selalu ditunggu-tunggu oleh setiap pegawai menjelang Hari Raya Lebaran, yakni tunjangan hari raya atau THR. Dari THR ini, harapannya para pekerja punya uang lebih untuk memenuhi kebutuhan di hari raya, termasuk memberikan 'salam tempel' ke sanak saudara. THR sendiri punya sejarah panjang di Indonesia. Begini asal-usulnya.
Mengutip laman sptsk-spsi.org, Sabtu (23/4/2024), THR mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1950-an. Orang yang pertama kali memperkenalkan THR itu adalah Perdana Menteri dari Masyumi, Soekiman Wirjosandjojo.
Soekiman lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 1898. Selesai menempuh pendidikan di ELS, dia melanjutkan studi ke STOVIA (sekolah dokter) di Jakarta. Di usia 29 tahun, Soekiman lulus dari Universitas Amsterdam, Belanda, bagian kesehatan.
Saat belajar di Belanda, Soekiman dipercaya memimpin Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia Belanda/PHB). Dia kemudian mengubah organisasi tersebut menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia/PI).
"Itu terjadi pada 1925 atau tiga tahun sebelum Sumpah Pemuda," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan yang juga peminat sejarah Masyumi, Lukman Hakiem saat berbincang dengan detikcom, 4 Juni 2018 silam.
Soekiman kemudian juga tercatat sebagai salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang merumuskan konstitusi. Seusai proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, dia membidani lahirnya Partai Masyumi.
"Dia (Soekiman) menjadi ketua ymum pertama dan KH Hasyim Asyari semacam Ketua Dewan Syuro," kata Lukman.
Pada 27 April 1951 hingga 3 April 1952, Soekiman Wirjosandjojo menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-6. Di saat yang sama, dia juga menjabat Menteri Pertahanan. Kabinet yang dipimpinnya dikenal dengan nama Kabinet Sukiman-Suwirjo.
Soekiman Mencetuskan THR KeagamaanSalah satu program kerja kabinet ini adalah meningkatkan kesejahteraan terhadap para pegawai atau aparatur negara. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Soekiman Wirjosandjojo selaku Perdana Menteri menjelang hari raya untuk para pamong pradja (sekarang PNS) saat itu ialah harus diberi tunjangan.
Kebetulan, perekonomian dalam negeri saat itu sedang dalam kondisi yang stabil. Untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai, pemerintah pun memberikan tunjangan hari raya. Besaran tunjangan hari raya oleh pemerintah kala itu antara Rp 125 hingga Rp 200.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah saat itu mendapat protes dari para buruh yang bekerja di perusahaan swasta. Sebagai pekerja, para buruh tersebut merasa turut terlibat membangkitkan perekonomian nasional. Para buruh pun menuntut THR, seperti yang sudah diberikan pemerintah terhadap para PNS kala itu.
Pada 13 Februari 1952, para buruh dari berbagai perusahaan swasta melakukan aksi mogok kerja, dan tuntutannya meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan agar mereka mendapat THR dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Pemerintah saat itu langsung turun tangan dan Perdana Menteri Soekiman kala itu meminta supaya perusahaan bersedia mengeluarkan THR atau tunjangan hari raya untuk para karyawannya. Sejak saat itu istilah THR atau tunjangan hari raya menjadi populer di Indonesia.
Namun peraturan resmi mengenai THR tersebut baru keluar sekian tahun berikutnya setelah rezim berganti. Di bawah Orde Baru, Menteri Tenaga Kerja meluncurkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No 04/1994 tentang THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan. Dengan aturan itu, hak karyawan mendapat THR memiliki payung hukum.
Pada tahun 2003, peraturan itu disempurnakan pemerintah dengan menerbitkan Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, yang di dalamnya juga mengatur THR.
(fdl/fdl)Sentimen: positif (88.9%)