Sentimen
Netral (65%)
12 Jul 2024 : 13.50
Informasi Tambahan

Kasus: mafia tanah

AHY Beberkan Biang Kerok Sengketa Tanah Masih Banyak

12 Jul 2024 : 20.50 Views 2

Detik.com Detik.com Jenis Media: Ekonomi

Jakarta -

Kasus mafia tanah masih marak terjadi di tengah masyarakat. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono menyebut sebagian besar kasus atau laporan yang terdata di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) merupakan masalah pertanahan.

Pria yang akrab disapa AHY ini mengatakan ada sebanyak 60% kasus terkait sengketa tanah dilaporkan ke Kemenko Polhukam. Menurutnya, sengketa tanah yang terus terjadi ini tak lepas dari tingginya nilai tanah.

"Kita tahu Indonesia negara luas dengan penduduknya yang banyak sekali 280 juta orang. Artinya tanah terus semakin tinggi nilainya. Itu juga menjelaskan sengketa tanah ini banyak sekali. Bahkan data di Polhukam dari berbagai jenis laporan dan kasus terjadi itu 60%-nya terkait urusan tanah," kata AHY yang disiarkan secara daring melalui akun Youtube Kementerian ATR/BPN, Jumat (12/7/2024).

Dia bahkan menerima laporan terkait masalah pertanahan setiap hari. Aduan tersebut juga beragam, mulai dari sengketa tanah antar warga, warga dengan korporasi, maupun warga dengan aset pemerintah.


Salah satu faktor kasus sengketa tanah tak kunjung tuntas lantaran adanya ketidaksesuaian pemanfaatan ruang. Pasalnya, kementerian/lembaga mempunyai peta ruang masing-masing sehingga memicu perbedaan.

"Versi yang berbeda-beda inilah yang akan membingungkan. Ini yang sering terjadi tumpang tindih antara satu urusan dengan urusan lain. Di klaim ini tanah bisa digunakan perkebunan industri, tapi di sisi lain masuk dalam kawasan hutan. Akhirnya masuk sengketa. Kalau sengketa tidak bisa digunakan dengan baik," jelasnya.

Untuk itu, pemerintah terus menggodok kebijakan satu peta atau one map policy. Dengan kebijakan tersebut, AHY mengatakan dapat mengatasi masalah regulasi yang tumpang tindih.

"Ini banyak faktor termasuk regulasi yang tumpang tindih. Baru saja kemarin saya mengikuti One Map Policy Summit dimana kita berharap Indonesia menghadirkan kebijakan satu peta jangan sampai masing-masing kementerian/lembaga punya peta dengan versi yang berbeda-beda," imbuhnya.

(kil/kil)

Sentimen: netral (65.3%)