Sentimen
Negatif (64%)
10 Jul 2024 : 06.40
Informasi Tambahan

Kasus: PHK

Banjir Impor dan Permendag 8 Tahun 2024 Jadi Penyebab Ribuan Pekerja Industri Tekstil Terancam PHK

10 Jul 2024 : 13.40 Views 2

Beritasatu.com Beritasatu.com Jenis Media: Ekonomi

Jakarta, Beritasatu.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan sejumlah penyebab industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengalami masalah yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi ribuan pekerja. Salah satu penyebab utamanya adalah membanjirnya produk impor dengan harga sangat murah yang langsung bersaing dengan produksi dalam negeri.

“Persetujuan impor (PI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan tidak mempertimbangkan faktor harga, supply, dan demand,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reny Yanita, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII dengan Kemenperin di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2024).

Reny menambahkan produk impor yang dijual melalui marketplace dan media sosial seperti TikTok Shop, impor ilegal, dan pakaian bekas (thrifting) juga turut mempengaruhi pertumbuhan industri TPT. Selain itu, stigma industri senja (sunset industry) menyulitkan industri TPT dalam mengakses sumber pembiayaan, padahal usia rata-rata permesinan industri TPT saat ini di atas 20 tahun.

Permendag Nomor 8 Tahun 2024 terkait kebijakan impor juga disebut menjadi penyebab turunnya industri TPT. Reny menyatakan akibat aturan tersebut, industri kecil menengah (IKM) sulit mendapatkan pesanan karena kalah saing dengan produk luar negeri yang murah di pasaran.

“Penurunan utilisasi industri konveksi dan kesulitan IKM meningkat hingga 70% sejak berlakunya Permendag 8 Tahun 2024 ini. Padahal, Permendag 36 sebelumnya menyebabkan IKM memperoleh banyak pesanan. Mereka pun membeli bahan baku dan mempekerjakan tenaga kerja tambahan,” ujar Reny.

“Dengan berlakunya Permendag 8 pada 17 Mei lalu, beberapa kontrak atau pesanan dibatalkan,” lanjutnya.

Selain itu, permasalahan geopolitik global juga berdampak pada penurunan permintaan pakaian jadi dan alas kaki dari negara tujuan ekspor, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa. Negara-negara seperti India, Turki, dan Vietnam telah menerapkan restriksi perdagangan melalui kebijakan trade-remedies seperti anti-dumping dan safeguard, serta kebijakan non-tarif seperti penerapan quality control orders oleh India untuk produk viscose staple fiber dan alas kaki.

Reny juga menyebut kerja sama perdagangan I-E CEPA yang belum ditandatangani untuk mendapatkan preferensi tarif menyebabkan produk tekstil sulit masuk ke Uni Eropa.

Sentimen: negatif (64%)