Sentimen
8 Jul 2024 : 11.28
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Cirebon
Kasus: pembunuhan
Tokoh Terkait
4 "Pegi Bebas, Masalah Belum Tuntas", 4 Hal yang Harus Didalami di Kasus "Vina Cirebon" Nasional
8 Jul 2024 : 18.28
Views 2
Kompas.com Jenis Media: Metropolitan
"Pegi Bebas, Masalah Belum Tuntas", 4 Hal yang Harus Didalami di Kasus "Vina Cirebon"
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
- Pakar psikologi forensik sekaligus kriminolog, Reza Indragiri Amriel menyebut bahwa masalah dalam penyidikan
kasus pembunuhan Vina
dan teman lelakinya, Muhammad Rizky atau Eky belum tuntas dengan bebasnya
Pegi Setiawan
.
Diketahui, hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Bandung Eman Sulaeman mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan, tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016.
Dalam sidang yang digelar Senin (8/7/2024), hakim menilai, tidak ditemukan bukti satu pun bahwa pemohon Pegi pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka oleh Polda Jabar sebagai termohon.
Namun, Reza Indragiri mengatakan, masih ada masalah yang harus dibereskan menyusul bebasnya Pegi Setiawan.
Pertama, terkait dengan kesaksian Aep yang menjadi salah satu saksi kunci di kasus pembunuhan Vina dan Eky.
Menurut Reza, ada yang janggal dari kesaksian Aep yang mengaku melihat dari jarak 100 meter dan mengingat wajah para pelaku pada malam kejadian, 27 Agustus 2016.
Padahal, kondisi di tempat kejadian perkara (TKP) diduga tidak memungkinkan untuk melihat jelas apalagi mengingat wajah para pelaku.
"Pegi bebas. Masalah belum tuntas. Aep perlu diproses hukum. Keterangannya, sebagaimana perspektif saya selama ini, adalah barang yang paling merusak pengungkapan fakta,” kata Reza dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin.
"Persoalannya, keterangan palsu (
false confession
) Aep itu datang dari mana? Dari dirinya sendiri ataukah dari pengaruh eksternal? Jika dari pihak eksternal, siapakah pihak itu?” ujarnya lagi.
Kedua, kondisi salah satu terpidana kasus pembunuhan Vina yang bernama Sudirman memiliki perbedaan dari sisi intelektual. Sehingga, Reza mengatakan, memungkinkan ingatan, perkataan, cara berpikirnya bisa berdampak kontraproduktif bahkan destruktif bagi proses penegakan hukum.
Oleh karena itu, perlu didalami apakah ada unsur pemaksaan sehingga Sudirman mengaku sebagai pembunuh Vina.
“Boleh jadi tergolong sebagai individu dengan suggestibility tinggi. Dengan kondisi tersebut, Sudirman sesungguhnya sosok rapuh. Perlu pendampingan yang bisa menetralisasi segala bentuk pengaruh eksternal yang dapat "menyalahgunakan" saksi dengan keunikan seperti Sudirman,” katanya.
Ketiga, Reza menyebut, nasib delapan terpidana yang disebut sebagai kaki tangan Pegi. Sementara, Pegi dibebaskan sehingga menimbulkan tanda tanya terhadap penyidikan kasus pembunuhan ini dari awal.
"Bagaimana otoritas penegakan hukum dapat mempertahankan tesis bahwa kedelapan terpidana itu adalah kaki tangan Pegi? Benarkah mereka pelaku pembunuhan berencana, ketika interaksi masing-masing terpidana (selaku eksekutor) dengan Pegi (selaku mastermind) ternyata tidak pernah ada?” ujarnya.
Keempat, bukti elektronik. Reza mendorong agar bukti percakapan atau komunikasi saat malam kejadian diusut lebih dalam.
“Saya mencatat, ada satu hal yang belum pernah diangkat, yakni bukti elektronik berupa detil komunikasi antarpihak pada malam ditemukannya tubuh Vina dan Eky di jembatan pada 2016. Termasuk komunikasi via gawai yang masing-masing korban lakukan dengan pihak-pihak yang dia kenal,” kata Reza.
"Siapa, dengan siapa, tentang apa, jam berapa. Itulah empat hal yang semestinya secara rinci diperlihatkan sebagai alat bukti. Sekali lagi, siapa menghubungi siapa terkait apa pada jam berapa,” ujarnya lagi.
Reza lantas menduga bahwa ditemukan bukti komunikasi via ponsel terkait peristiwa pembunuhan Vina dan Eky. Oleh karenanya, bukti tersebut harus didalami untuk membuat terang kasus pembunuhan yang terjadi tahun 2016 silam.
"Firasat saya, Polda Jabar memiliki data yang diekstrak dari gawai para pihak tersebut. Dan juga firasat saya, data itu sangat potensial mengubah 180 derajat nasib seluruh terpidana kasus
Vina Cirebon
.
Sebagaimana diketahui, hakim mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan pemohon Pegi Setiawan dengan termohon Polda Jawa Barat (Jabar).
Menurut hakim Eman Sulaeman, tidak ada bukti surat panggilan dari termohon terhadap pemohon sehingga pemohon tidak mengetahui bahwa dirinya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus pembunuhan Vina dan Eky.
Hakim menyebut, termohon hanya mendatangi Ibu pemohon untuk menanyakan keberadaan pemohon.
Padahal, hakim mengatakan, pemanggilan terhadap tersangka diperlukan sebelum penetapan DPO sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Ayat 1 Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dan Pasal 17 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana
"Penetapan DPO atas nama pemohon yang terjadi antara rentang tahun 2016 sampai 2024 tidak sah secara hukum,” kata hakim Eman dalam sidang, Senin.
Kemudian, terkait penetapan tersangka terhadap pemohon Pegi Setiawan, hakim menilai bahwa tidak sah menurut hukum.
Menurut hakim, penetapan tersangka tidak hanya berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan dua alat bukti yang cukup, tetapi harus ada pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu.
Sebab, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/puu/XII/2014 tertanggal 16 maret 2015, telah memberikan syarat tambahan bahwa selain dua alat bukti, harus dilakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka terlebih dahulu. Kecuali, perkara
in absentia
.
“Menimbang bahwa oleh karena sebagaimana fakta di persidangan, tidak ditemukan satu pun bukti yang menunjukkan bahwa pemohon dalam penyelidikan yang dilakukan oleh termohon pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh termohon, maka menurut hakim penetapan tersangka oleh termohon harusnya dinyatakan tidak sah dan dinyatakan batal demi hukum,” ujar hakim.
Diketahui, pada 2016, polisi menetapkan 11 tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat.
Kemudian, delapan pelaku telah diadili, yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana, dan Saka Tatal.
Dari proses persidangan, tujuh terdakwa divonis penjara seumur hidup. Sementara satu pelaku dipenjara delapan tahun karena masih di bawah umur saat melakukan kejahatan tersebut.
Namun, diketahui ada tuga pelaku yang belum tertangkap dan masuk daftar pencarian orang (DPO) dengan perkiraan usianya saat ini, yakni Pegi alias Perong (30), Andi (31), dan Dani (28).
Delapan tahun berlalu, polisi membuka lagi perkara ini usai menangkap salah satu buron, yakni Pegi Setiawan alias Egi alias Perong pada 21 Mei 2024.
Menariknya, Pegi alias Perong dinyatakan sebagai tersangka terakhir dalam kasus ini. Padahal, diketahui sebelumnya ada tiga orang buron.
Polisi lantas merevisi jumlah tersangka menjadi sembilan orang dan menyebut bahwa dua tersangka lain merupakan fiktif belaka.
Namun, belakangan banyak kesaksian yang menyebut bahwa Pegi yang saat ini ditangkap tidak terlibat dalam pembunuhan Vina karena berada di Bandung saat peristiwa terjadi.
Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: negatif (100%)