Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Surabaya, Kediri, Denpasar, Nganjuk, Banyuwangi, Sidoarjo
Kasus: penganiayaan
Penganiayaan Santri di Kediri Hingga Tewas, Pesantren Ikut Dituntut
CNNindonesia.com Jenis Media: Nasional
Bintang Balqis Maulana (14) santri di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al-Hanifiyyah, Mojo, Kabupaten Kediri meninggal dunia setelah dianiaya oleh sesama santri. Dalam kasus ini polisi telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Nganjuk, AF (16) asal Denpasar,dan AK (17) dari Kota Surabaya.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 80 ayat 3 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 170 KUHP dan Pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara Pengacara keempat tersangka sempat membeberkan aksi penganiayaan itu dipicu karena mereka merasa kesulitan menasihati Bintang, terutama perkara salat berjemaah.
Sebagai tindak lanjut proses penyidikan, polisi kemudian melakukan rekonstruksi dengan memperagakan 55 adegan. Reka adegan diperagakan oleh keempat tersangka. Dalam rekonstruksi itu terungkap Bintang dianiaya selama tiga hari sebelum tewas yakni pada 18 Februari, 21 Februari, dan 22-23 Februari.
Keempat pelaku diduga menggunakan tangan kosong saat menganiaya korban. Pukulan dan kekerasan kebanyakan didaratkan di area setengah badan ke atas.
Namun, pihak keluarga merasa tak puas dengan rekonstruksi tersebut. Sebab, rekonstruksi dilakukan secara tertutup di Polres Kediri Kota dengan alasan para tersangka masih di bawah umur.
Ibu korban, Suyanti (38) mengatakan pihaknya menginginkan agar rekonstruksi dilakukan ulang di tempat kejadian sebenarnya, yakni di Ponpes PPTQ Al Hanifiyyah, bukan di Polres.Suyanti dan pihak keluarga pun berencana bertolak ke Kediri awal pekan depan. Ia berharap polisi mau memfasilitasi dan mengabulkan rekonstruksi ulang itu.
Selain itu, Suyanti juga menilai ada adegan yang kurang dari rekonstruksi itu. Yakni saat korban terakhir kali menghubunginya dengan perangkat telepon pondok, sebelum meninggal. Bahkan, Suyanti juga meragukan fakta rekonstruksi yang menyebut para tersangka hanya berbekal tangan kosong saat menganiaya anaknya.
Sebab, kata dia, selain luka dan lebam di kepala serta tubuh bagian atas jenazah anaknya, terdapat juga banyak luka sundutan rokok di kaki korban.
"[Pelaku hanya pakai tangan kosong] sangat-sangat bohong sekali. Soalnya yang saya tahu, saya lihat di kaki anak saya ada sundutan rokok," ujar dia.
Suyanti pun berharap ada titik terang di kasus kematian anak ketiganya ini. Ia juga berharap para tersangka mendapat hukuman setimpal atas perbuatannya.
Tuntut Pesantren tanggung jawab
Tak hanya proses hukum terhadap para tersangka, Suyanti juga meminta pihak Ponpes PPTQ Al Hanifiyyah bertanggung jawab atas kematian putrinya.
Menurut Suyanti, Fatihunada atau Gus Fatih selaku pengasuh pesantren telah lalai melakukan pengawasan ke santrinya. Hingga buntutnya, terjadi penganiayaan sesama santri, sampai anaknya tewas.
"Pondok harus bertanggung jawab," kata Suyanti saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (1/3).
Kelalaian itu, kata Suyanti, juga terlihat saat Gus Fatih mengklaim tak tahu menahu kejadian penganiayaan kepada Bintang karena sedang bepergian ke luar kota.
Kepada Suyanti, Gus Fatih juga mengklaim tak tahu kondisi jenazah Bintang yang penuh lebam dan luka di sekujur tubuhnya. Padahal dia sendiri mengantarkan korban dari Kediri ke rumah duka di Banyuwangi.
"Soal kondisi dia tidak tahu, berarti kan dia tidak tahu bisa terjadi seperti ini, kenapa dia tidak mengecek situasi atau melihat kondisi jenazah langsung, berarti ada yang tidak wajar," katanya.
Ia menyayangkan kelalaian dari pihak pengasuh ini. Sebab, menurut dia, santri merupakan amanah orang tua di kampung yang dititipkan ke pondok sehingga harus dibimbing dan dijaga.
"Karena meninggalnya itu di pondok, maka pihak pondok itu otomatis dititipin anak saya, dia ikut bertanggung jawab," tutur Suyanti.
(frd/DAL/bac)[Gambas:Video CNN]
Sentimen: negatif (100%)