Sentimen
Positif (99%)
1 Jul 2024 : 18.59
Informasi Tambahan

Kasus: pengangguran

Tokoh Terkait

Kerja tanpa Keluh, Meraih Mimpi dari Bawah - Page 3

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: News

1 Jul 2024 : 18.59

 

Saat ini tingginya angka pengangguran pada Gen Z merupakan tantangan tersendiri untuk sektor ketenagakerjaan. Berdasarkan data dari BPS pada Agustus 2023 tercatat hampir hampir 10 juta penduduk berusia 15-24 tahun atau biasa disebut Gen Z menganggur atau not employment, education, or training (NEET).

NEET adalah penduduk usia muda dengan rentang usia 15-24 tahun yang sedang tidak sekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan. Kondisi ini sering disebut sebagai pengangguran di usia muda karena tidak melakukan kegiatan apa pun. Hal ini tentu sedikit berbeda dengan Santo, Gen Z yang memiliki pekerjaan, namun tanpa keahlian di bidang tertentu atau khusus.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Sekjen Kemnaker) Anwar Sanusi mengatakan, Gen Z merupakan kelompok generasi yang memiliki pola pikir dan perilaku, hingga persepsi berbeda dengan generasi sebelumnya. Karena hal itu, Anwar menyebut terdapat dua transformasi yang perlu dilakukan.

"Dari sisi demand, perlu menggeser struktur permintaan tenaga kerja dari lapangan usaha primer ke sekunder dan tersier diiringi dengan pergeseran permintaan keterampilan tenaga kerja rendah ke menengah-tinggi," kata Anwar kepada Liputan6.com. 

Selanjutnya dari sisi suplai, perlu menggeser struktur pendidikan pekerja dari SMP dan ke bawah ke pekerja berpendidikan SMA, SMK, diploma, dan universitas. 

"Selain melalui jalur pendidikan formal, langkah lainnya juga bisa ditempuh melalui jalur pelatihan vokasi. Karena telah ada KKNI yang menyetarakan capaian pendidikan formal dengan pelatihan vokasi," papar dia.

Berdasarkan data yang ada, Anwar menyebut diri sisi suplai pekerjaan berketrampilan tinggi cenderung diisi oleh pekerja berpendidikan tinggi. Lalu untuk pekerja berketerampilan menengah cenderung diisi oleh pekerja berpendidikan rendah dan menengah. Sedangkan pekerjaan berketrampilan rendah cenderung diisi oleh pekerja berpendidikan rendah. 

Dari sisi permintaan lanjut Anwar, pekerjaan berketerampilan tinggi dan menengah cenderung tinggi di lapangan usaha tersier yaitu perdagangan dan jasa. Sementara itu permintaan pekerjaan berketerampilan rendah cenderung tinggi di lapangan usaha primer dan sekunder. 

"Bidang primer misalnya pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan, dan penggalian. Sedangkan bidang sekunder meliputi industri, listrik, gas, air, hingga konstruksi," jelas dia.  

Jika berkaca pada kasus Santo, yang bersangkutan jelas tidak sendirian. Berdasarkan data BPS Februari 2024, jumlah penduduk bekerja yang berpendidikan SMP ke bawah sekitar 57,09 persen. Artinya kualitas penduduk bekerja di Indonesia perlu adanya peningkatan, bahkan untuk seorang Santo yang merupakan lulusan SMA.

Sedangkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan pada 2014 angkatan kerja yang berpendidikan SMP ke bawah sekitar 63,65 persen yang kemudian turun menjadi 53,44 persen pada 2023. Dengan kata lain, dalam 10 tahun hanya mengalami penurunan kurang lebih 10 persen.

Anwar menyatakan saat ini pemerintah telah melakukan terobosan dengan melakukan revitalisasi pelatihan vokasi. Yaitu modalitas pelatihan vokasi nasional terus ditingkatkan secara kapasitas dan kualitasnya.

Untuk memasuki dunia kerja, pendidikan dan pelatihan adalah sebuah prasyarat yang harus dipenuhi. Anwar menyebut pendidikan merupakan pengayaan terutama dari sisi pengetahuan dan keterampilan terbentuk dari pelatihan.

"Jadi memang dua-duanya adalah saling melengkapi. Bagaimana pengetahuan yang dimiliki, keterampilan yang dia kuasai ini dua-duanya harus membentuk sebuah hubungan sebuah katakanlah simbiosis yang saling membutuhkan," kata Anwar.

Anwar menyebut saat ini kapasitas pelatihan vokasi sekitar 4,3 sampai 4,5 juta orang per tahun dan kapasitas sertifikasi sebanyak 4,9 juta orang per tahun. Kemudian Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah sebenarnya 289 unit, 1.926 LPK swasta dan 2.245 LPS untuk sertifikasi.

"Selain itu juga memiliki 3.757 BLK komunitas yang mana itu menjadi tanda bahwa publik luas ternyata mampu mengorganisasikan dirinya untuk berkontribusi secara positif terhadap peningkatan keterampilan bangsa," ucapnya.

Nantinya kata dia, diperlukan keperpihakan dan partisipasi semua pihak. Mulai dari pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat untuk berkontribusi dalam membangun ekosistem pelatihan vokasi nasional.

 

Sentimen: positif (99.2%)