Sentimen
Negatif (98%)
2 Jul 2024 : 13.05
Informasi Tambahan

Kasus: covid-19, PHK

Tokoh Terkait
joko widodo

joko widodo

Kisah Sedih Industri Tekstil RI, Jadi Anak Tiri Gegara Hilirisasi

2 Jul 2024 : 20.05 Views 3

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: News

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri tengah jadi sorotan. Menyusul gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilaporkan terus terjadi oleh pabrik-pabrik TPT nasional.

Ditambah ramainya protes keras pengusaha dan pekerja tekstil terkait aturan impor yang bolak-balik direvisi pemerintah. Revisi terbaru, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor akhirnya merelaksasi ketentuan yang sebelumnya ditetapkan dalam Permendag No 36/2023.

Pengusaha tekstil nasional pun mengaku sedang dicueki atau tak dipedulikan oleh pemerintah. Bak dianaktirikan, industri tekstil saat ini dikeluhkan tak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Hingga kemudian terlanjur "pingsan", akibatnya menjadi sulit untuk dibangkitkan lagi.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana mengakui industri tekstil nasional saat ini memang sedang kesusahan. Padahal, Indonesia dulu sempat melahirkan raja-raja tekstil. Indonesia, lanjut dia, juga dikenal sebagai eksportir TPT yang unggul, bahkan sempat tak memiliki pesaing. 

"20 tahun lalu, banyak raja tekstil yang lahir karena kebijakan di zaman Soeharto. Saat era Soekarno juga ada menteri yang khusus menangani tekstil, artinya pemerintah serius. Pada saat itu forecast-nya, kalau ini dikembangkan, akan menyerap tenaga kerja yang cukup bagus. Dan memang terjadi," katanya dalam Koneksi Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, Selasa (2/7/2024).

"Sayangnya atensi pemerintah merendah sejak zaman SBY (Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono), lalu Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo). Atensi atas industri tekstil - garmen merendah. Mungkin beliau-beliau lebih suka mengurusi investasi sektor hulu, tambang, hilirisasi tambang, sekarang heboh nikel," tukas Danang.

Pemerintah, lanjutnya, seolah disibukkan oleh "pacar baru", yaitu proyek-proyek hilirisasi tambang dan digitalisasi. 

"Tekstil dianggap kolonial. Dan ini menjadi masalah industri tekstil karena terkait kebijakan yang kemudian tak berpihak pada mereka," cetusnya. 

"Padahal, serapan tenaga kerjanya besar, potensinya bisa mencapai 3,5 juta. Sekarang kita ada 2,5 juta orang. Kalau ini dikembangkan, bisa tumbuh, kita bisa serap 1 juta lagi tenaga kerja. Apalagi saat ini kita punya 9,9 juta generasi Z yang tak punya pekerjaan dan tak sekolah," sebut Danang. 

Lalu apa penyebab pemerintah sepertinya lalai dan cenderung tak memperhatikan industri tekstil nasional?

"Kita melihat kecenderungannya, memang proses untuk mengangkat kembali industri yang sudah terlanjur pingsan itu sulit. Apalagi, ini adalah industri yang sangat lebar, akan sulit. Ekosistemnya dari hulu ke hilir, ada produksi benang, hingga baju," ujarnya.

Di tengah kondisi itu, imbuh dia, Covid-19 melanda dunia hingga memicu terjadinya pandemi. Industri tekstil nasional yang berorientasi pasar ekspor kemudian menjadi korban. Sebab, produksi TPT RI banyak diekspor ke ke Eropa dan negara-negara lain. Situasi internasional menjadi sulit. Jadi, bisa dibilang sudah jatuh ketimpa tangga pula," kata Danang.

Akibat dari kondisi ini, kata dia, yang paling rentan jadi korban adalah pekerja. 

"Kalau pengusaha kan bisa switching usahanya karena dia masih memiliki kekuatan ekonomi untuk itu. Korban paling gampang itu teman-teman buruh. Kalau buruh (pekerja), begitu kehilangan pekerjaan, harus nunggu lagi ada lowongan lagi," pungkas Danang.


(dce/dce)

Sentimen: negatif (98.8%)