Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
Kasus: serangan siber
Tokoh Terkait
Alasan Pemerintah Enggan Bayar Tebusan Rp131 Miliar ke Peretas PDNS
Tribunnews.com Jenis Media: Ekonomi
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah menegaskan tak akan membayar tuntutan peretas Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) sebesar Rp131 miliar untuk menebus data yang dibobol.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong, kepada wartawan, Rabu (26/6/2024).
“Ya pemerintah kan enggak mau menebus, sudah dinyatakan tidak akan memenuhi tuntutan Rp131 miliar,” ujar Usman Kansong dikutip dari Kompas.com.
Usman menerangkan, keputusan itu diambil lantaran data yang dikunci pihak peretas masih berada di dalam server PDNS.
Peretas tak bisa mengambil data itu sebab Kemenkominfo, BSSN, dan Telkom juga telah mengisolasi akses menuju PDN.
“Iya dibiarkan saja di dalam, sudah kita isolasi. Jadi enggak bisa diapa-apain. Enggak bisa diambil oleh dia (peretas) juga."
“Sudah diamankan data itu, sudah enggak bisa diutak-atik oleh dia, termasuk juga oleh kita. Karena sudah kita tutup kan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menkominfo, Budi Arie Setiadi, juga memastikan pemerintah tak akan menuruti permintaan peretas itu.
"Ditunggu saja. Nanti ini sedang diurus sama tim. Yang jelas, pemerintah tidak akan bayar," kata Budi Arie, Senin (24/6/2024).
Wamenkominfo: Jadikan PelajaranSaat ini, Kominfo terus berusaha melakukan pemulihan PDNS yang mengalami serangan Ransomware Brain Cipher.
Wakil Menteri Kominfo, Nezar Patria, menyebut insiden ini merupakan pelajaran penting untuk memperkuat transformasi digital yang lebih aman ke depan.
"Kita jangan kalah atau pun kita jangan mundur hanya gara-gara insiden ini."
"Tentu saja kita harus belajar banyak, kita harus membuat satu sistem yang menutup semua kemungkinan kejadian-kejadian yang sama terulang lagi," ucap Wamen Nezar dalam keterangannya, Rabu.
Dirinya menegaskan, Kominfo bakal mengambil langkah-langkah mitigasi untuk menghadapi berbagai kemungkinan buruk yang akan terjadi di dunia siber pada masa mendatang.
“Tentu saja kita tidak demikian gampang bisa ditakut-takuti gitu. Kita coba melakukan mitigasi dan kita juga coba melakukan penyelidikan dan tentu saja tindakan-tindakan akan diambil," tegasnya.
Menurutnya, terkait dengan keamanan siber, Indonesia sudah mempunyai beberapa pedoman yang telah dibuat.
Kendati demikian, upaya peretasan pasti akan terus terjadi.
"Sebetulnya pedoman-pedoman ini sudah dibuat, ya. Tetapi tentu saja yang namanya upaya untuk meretas, menciptakan virus, mengganggu, dan segala macam itu kan terus terjadi."
"Di Indonesia juga sejumlah peraturan kan sudah dibuat. BSSN juga sudah mengeluarkan semacam standar-standar untuk security ini,” tuturnya.
Nezar Patria menilai, serangan siber merupakan salah satu kategori global risk.
Bahkan, ucapnya, World Economic Forum juga menyebutkan bahwa cyber security merupakan salah satu dari 5 Top Global Risk.
Oleh sebab itu, setiap negara akan memperhatikan aspek keamanan di dunia siber.
"Jadi saya kira dengan kemajuan teknologi dan internet yang makin terkoneksi ke seluruh dunia, mau tidak mau, isu tentang cyber security ini menjadi sangat penting."
"Dan semua negara di dunia mengadopsi protokol-protokol yang penting untuk menjaga keamanan data mereka masing-masing," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Deni/Bambang)(Kompas.com/Tria)
Sentimen: positif (76.2%)