Sentimen
Positif (66%)
17 Okt 2024 : 16.51
Informasi Tambahan

Event: Olimpiade, Perang Dunia II

Kab/Kota: Pontianak, Paris, Bern

Olahraga Tak Cuma soal "Adu Mekanik" tapi Juga Diplomasi dan Politik

17 Okt 2024 : 16.51 Views 18

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Olahraga Tak Cuma soal "Adu Mekanik" tapi Juga Diplomasi dan Politik

OLAHRAGA bukan semata "adu mekanik" permainan dan atau laga di sebidang arena pertandingan. Ada juga sisi hiburan dan rasa kepemilikan bagi penonton, misalnya.

Saat timnas sepak bola Indonesia berlaga di Piala Asia, sebagai contoh, betapa girang dan berapi-apinya kita—bahkan yang awam tentang sepak bola sekalipun—ikut mendukung, baik yang menonton di lapangan maupun lewat layar kaca dan aneka media yang menyiarkannya.

Saat menang, rasanya penonton ikut berpeluh berlarian dalam pertandingan laiknya para pemain, saking gembira dan rasa memilikinya. Pun waktu kalah, semua merasa turut marah ketika penyebabnya bukan soal "adu mekanik" semata.

Hal serupa terjadi di lapangan bulu tangkis. Bahkan, saat Indonesia meraih medali emas dari panjat dinding di Olimpiade Paris 2024, semua orang serasa sudah seabad akrab dengan cabang olahraga yang satu ini.

KOMPAS.com/HENDRA CIPTA Peraih emas Olimpiade 2024 Paris, Veddriq Leonardo disambut ribuan pelajar yang memadati Jalan Ahmad Yani Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Rabu (21/8/2024) pagi.

Namun, kegirangan dan berapi-apinya dukungan itu, sebenarnya bukan soal hiburan dan penghiburan semata.

Ada satu hal lagi yang jarang disadari oleh kebanyakan orang. Olahraga juga merupakan salah satu jalan politik dan cara diplomasi, apalagi bila levelnya sudah regional dan internasional.

Pulihnya identitas nasional rakyat Jerman dan diterima kembalinya negara itu di pergaulan internasional selepas Perang Dunia II (PD II), misalnya, bukan didapat dari unjuk kekuatan dan atau meja perundingan saja. Olahraga yang justru menjadi pintu utama pembuka.

Pada 1954, tim Jerman Barat—saat itu Jerman masih terpecah menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur—untuk kali pertama muncul kembali di sejumlah perhelatan olahraga.

Hasilnya, mereka mencatatkan dua prestasi gemilang dari jalur olahraga. Pertama, tim Mercedez Benz menempati dua posisi teratas Grand Prix Perancis di Rheims. Kedua, Timnas Jerman Barat menjuarai Piala Dunia di Swiss yang digelar di Bern.

Dua capaian monumental itu membawa kembali negara kalah perang tersebut ke papan atas perpolitikan dan diplomasi internasional.

Rakyatnya merasa kembali punya identitas nasional sampai diabadikan dalam film seperti Das Wunder von Bern—atau Miracle of Bern dalam versi Bahasa Inggris.

Sambutan internasional pun ternyata melegakan. Penghormatan dan respek datang dengan sendirinya seturut dua kemenangan monumental tersebut. Sejarah tidak hilang tetapi penerimaan tetap bisa datang kembali.

Sejumlah kisah dan teori tentang arti olahraga yang tak hanya soal teknik dan skill pemain sudah banyak bertebaran dari jurnal hingga perfilman. Lalu, bagaimana dengan politik dan diplomasi Indonesia lewat ajang olahraga?

Meski mungkin belum semonumental cerita dari Jerman, sederet capaian prestasi olahraga Indonesia juga mendapat pengakuan publik, seperti cerita soal medali emas dari Olimpiade Paris 2024 di atas.

Sepuluh tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo mencatat sejumlah gelaran besar olahraga, baik Indonesia menjadi tuan rumah maupun sebagai peserta.

Sentimen: positif (66.7%)