Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Kemacetan
Kembangkan Wisata Budaya, Kuatkan Event dan Kawasan Penyangga Sumbu Filosofi
Harianjogja.com Jenis Media: News
JOGJA—Pariwisata menjadi sektor unggulan Kota Jogja. Dengan keterbatasan wilayah dan bentang alam, Kota Jogja fokus pada wisata budaya.
Berbagai event dan pengembangan kawasan penyangga Sumbu Filosofi diharapkan mampu mendongkrak kunjungan wisatawan. Sepanjang 2023, Dinas Pariwisata (Dispar) Kota Jogja mencatat ada 7,7 juta pergerakan wisatawan, baik wisatawan Nusantara maupun mancanegara. Kemudian pada 2024, sampai dengan September 2024 tercatat ada 7,2 juta pergerakan wisatawan dengan rincian 6,9 juta wisatawan Nusantara, dan 270.000 wisatawan mancanegara. Jumlah pergerakan wisatawan di 2023 ditargetkan terlampaui di tahun ini.
Selain itu, Pemkot Jogja juga mendorong peningkatan dari sisi belanja wisatawan dan lama tinggal wisatawan.
Pada 2024 ini hingga September, tercatat ratarata belanja wisatawan sebesar Rp2,2 juta per wisatawan, dengan lama tinggal ditargetkan sampai akhir tahun rata-rata 1,8 hari.
Sekretaris Dispar Kota Jogja, Muhammad Zandaru Budi, menjelaskan dengan berbagai event yang masih akan berlangsung hingga akhir 2024 dan perbaikan sarana prasarana penunjang, jajarannya optimistis target itu bisa tercapai. Untuk mendongkrak sektor wisata, Dispar Kota Jogja mengembangkan destinasi di sekitar Sumbu Filosofi . “Dengan ditetapkannya Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya oleh UNESCO, tentu kawasan itu perlu diperluas lagi. Tidak hanya di penggal jalannya, tapi juga di daerah penyangga,” ujarnya, Kamis (3/10/2024).
Pengembangan dilakukan dengan event yang menarik di kawasan penyangga Sumbu Filosofi. “Sampai di kawasan selatan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pekan lalu ada Festival Sumbu Filosofi di sekitar Panggung Krapyak. Itu dalam rangka mengembangkan potensi pariwisata Sumbu Filosofi dan area sekitarnya sebagai destinasi baru,” katanya.
Pariwisata Kota Jogja merupakan pariwisata berbasis budaya, di mana produk wisata yang mengandalkan budaya lokal dengan segmen spesifi k pada wisatawan yang berusaha mendapat pengalaman kebudayaan.
Pengalaman wisata budaya inilah yang coba dikembangkan Pemkot Jogja melalui Taman Budaya Embung Giwangan.
Kepala Seksi Kerja Sama dan Pemasaran, UPT Pengelolaan Taman Budaya Dinas Kebudayaan Kota Jogja, Karmila, menjelaskan Taman Budaya Embung Giwangan didesain sebagai ruang ekspresi seni dan budaya di kawasan Jogja selatan yang memiliki konsep unik karena memadukan unsur daya tarik wisata, ruang seni budaya dan konservasi air. “Keberadaan Taman Budaya ini juga untuk melengkapi amenitas wisata MICE [meeting, incentive, convention, dan exhibition] khususnya di Kawasan Selatan Jogja. Taman Budaya Embung Giwangan juga bisa menjadi sebuah hub atau penghubung antara berbagai potensi wisata di kawasan selatan, khususnya di kawasan cagar budaya Kotagede,” katanya.
Manajemen Rekayasa
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Jogja, Aman Yuriadijaya, menuturkan Kota Jogja memberikan dukungan berupa industri jasa pariwisata pada ekosistem pariwisata di DIY. Setidaknya ada lima hal yang menjadi prioritas, di antaranya industri hotel, restoran, transportasi, cenderamata, dan event.
Aman mengatakan kini tak hanya fokus pada jumlah kunjungan dan lama tinggal. Justru jumlah belanja wisatawan yang terus didorong untuk memutar perekonomian di Kota Jogja.
Menurut Aman, terjadi tren positif terkait dengan belanja wisatawan. Dispar Kota Jogja mencatat rata-rata belanja wisatawan sepanjang 2024 telah melampaui target, yakni mencapai Rp2,2 juta.
Menurut Aman, belanja wisatawan penting untuk terus didorong. Sebab, 60% wilayah Kota Jogja merupakan kawasan cagar budaya yang harus dikonservasi. Ini menjadikan pembangunan infrastruktur fisik tidak masif. Akibatnya, Kota Jogja tak bisa menampung wisatawan dalam jumlah banyak. “Area daya tampungnya terbatas, tapi sejauh mana daya tampung terbatas itu mencapai tujuan yang sama karena ada percepatan dari sudut pandang belanja,” ujar Aman.
Kota Jogja tak punya banyak destinasi wisata. Untuk itu, pengembangan sumber daya manusia menjadi penting untuk tetap mempertahankan Kota Jogja sebagai Kota Wisata.
Aman mengatakan, ke depan perlu adanya optimalisasi pengembangan kreativitas masyarakat Kota Jogja, termasuk pengelola kampungkampung wisata yang ada di wilayah. Masyarakat didorong untuk produktif dan menghasilkan kebaruan yang menciptakan daya tarik yang lebih maksimal. “Sehingga tidak hanya makan asal kenyang, transportasi sekadar alat mobilitas, hotel hanya tempat tidur. Bagaimana industri jasa bertumbuh dengan kemampuan lebihnya. Tidak hanya sebagai suporting system, tapi sebagai daya tarik,” tuturnya.
Dia tak memungkiri pariwisata di Kota Jogja masih menemui sejumlah hambatan. Mulai dari persoalan sampah hingga kemacetan.
Menurutnya, strategi yang paling tepat untuk mengantisipasi dinamika yang bertumbuh pada aspek pariwisata adalah manajemen rekayasa. Manajemen ini menjadi substansi dasar untuk menghadapi tantangan terkait infrastruktur fisik yang tak bisa dibangun secara maksimal.
“Manajemen rekayasa itu harus dijadikan pemikiran utama baik dari sisi rekayasa lalu lintas, infrastruktur dasar soal persampahan, atau hal-hal yang lain. Kuncinya, keterbatasan kemampuan mengembangkan infrastruktur dasar fisik itu dijawab dengan kemampuan mengoptimalkan manajemen rekayasa di seluruh aspek dimensi yang harus disiapkan,” katanya. (BC)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentimen: positif (100%)