Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Grup Musik: Naif
Institusi: Universitas Esa Unggul, Indonesia Political Review
Tokoh Terkait
Debat Perdana Pilkada Jakarta 2024, Siapa Diprediksi Unggul?
Liputan6.com Jenis Media: News
Dalam debat kandidat, KPU Jakarta sudah mengeluarkan sejumlah rambu-rambu. Salah satunya dilarang menggunakan istilah dan singkatan yang tidak umum atau asing.
"Kalaupun menggunakan istilah yang kurang familiar, harus dijelaskan. Tapi kalau mereka menjelaskan, kan artinya memotong waktu durasi," kata Komisioner KPU Jakarta, Astri Megatari.
Oleh karena itu, kata Astri, walau tidak melarang secara keras, namun agar debat menjadi lebih lancar dan berkualitas, kata dan singkatan yang tidak umum hendaknya tidak digunakan.
Astri mengimbau para kandidat dapat memaksimalkan waktu yang tersedia untuk menguraikan gagasan serta visi dan misi ketimbang fokus pada gimik dalam debat.
"Kalau mereka ada gestur atau gimik, itu akan memakan waktu. Sementara waktunya kan sempit, tidak banyak. Kalau untuk jawaban hanya 2 menit, untuk tanggapan hanya 1 menit," ujar Astri.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, yakin dalam debat Pilkada Jakarta 2024, tidak akan keluar istilah atau singkatan asing yang tujuannya menjebak lawan.
"Sebab, tiga paslon sudah berusia matang, sehingga tidak akan melakukan perbuatan naif tersebut. Selain itu, tiga kandidat juga akan lebih fair dan bijak dalam berdebat. Karena itu, para paslon tidak akan merendahkan diri sendiri dengan mengeluarkan akronim atau pertanyaan jebakan," ujar Jamiluddin kepada Liputan6.com, Jumat, 4 Oktober 2024.
Selain itu, menurut Jamil, debat kandidat yang baik adalah debat interaktif. Format debat seperti itu akan memberi kesempatan luas kepada para kandidat untuk menguji visi, misi, dan program kompetitornya yang sesuai dengan tema debat.
Pengujian tersebut tentu melalui proses tanya jawab di antara sesama kandidat. Moderator, kata Jamil, hanya sebagai penengah ketika debat sudah mulai tidak kondusif.
"Kalau hal itu dilakukan, maka pertanyaan para ahli kepada kandidat seyogyanya mendapat porsi sedikit. Sebab format ini cenderung searah, yang kurang memiliki daya pikat bagi pemirsa," kata Jamil.
"Jadi, dengan memperbanyak format interaksi sesama kandidat, maka akan diketahui kandidat mana yang paling menguasai tema debat. Termasuk tentunya yang paling menguasai dalam mencari solusi terkait tema debat," Jamil menambahkan.
Senada, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komaruddin, berharap debat Pilkada Jakarta akan berlangsung dengan baik, substantif dan konstruktif. Para kandidat diharapkan tidak melontarkan akronim yang menjebak dan tak substantif.
Kata Ujang, melontarkan akronim atau pertanyaan jebakan yang tidak substantif dalam debat kandidat, kurang patut dilakukan.
"Istilah akronim atau jebakan tidak usahlah dikeluarkan, karena itu kan bukan substansi debat. Itu kan ingin mengecoh lawan," ujar Ujang kepada Liputan6.com, Jumat, 4 Oktober 2024.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar itu menilai debat yang baik adalah menjunjung nilai-nilai. Nilai kesantunan, kesopanan, intelektualitas, nilai kebaikan. Ketika berdebat disampaikan dengan baik, santun, sopan, dengan jelas.
"Itulah debat sesungguhnya, debat yang substantif, yang bisa membawa solusi bagi warga Jakarta," kata Ujang.
"Silakan mengkritik, tapi dengan konstruktif, by data, objektif. Karena berdebat bagaimana pun pasti ada dinamikanya, maka perlu yang objektif, konstruktif, yang membangun," Ujang menambahkan.
Sentimen: negatif (88.8%)