OPINI PKB, Parlemen, dan Demokrasi Hijau
Jurnas.com Jenis Media: News
Wakil Ketua Harian DPP PKB, Nadya Alfi Roihana (Foto: Ist)
Sejumlah 580 anggota DPR RI periode 2024-2029 dilantik beberapa hari lalu. Sebanyak 68 anggota Dewan yang dilantik berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ada banyak harapan dari internal partai terhadap anggota parlemen fraksi PKB periode lima tahun ke depan. Bukan saja karena kursi PKB naik 10 kursi dibandingkan periode 2019-2024, tetapi juga hadirnya wajah-wajah baru parlemen PKB dan transformasi yang dihadirkan oleh partai pasca Muktamar VI di Bali 24-25 Agustus lalu.
Salah satu agenda yang perlu diperjuangkan oleh anggota parlemen PKB adalah `Demokrasi Hijau`. Demokrasi Hijau sendiri adalah eja-wantah dari prinsip demokrasi yang bertujuan untuk menggerakkan sel-sel gagasan tata-kelola kebangsaan dan kemasyarakatan yang berkelanjutan yang secara ekologis yang sering kali—tetapi tidak selalu—berakar pada lingkungan hidup (sustainable environment), prinsip tanpa kekerasan (anti-violence), keadilan sosial (social justice), dan demokrasi akar rumput (grassroots democracy).
Sejatinya, PKB sudah mentasbihkan dirinya sebagai green party semenjak tahun 2005. Saat itu, PKB sudah mengidentifikasi adanya ancaman kerusakan lingkungan yang sudah terlalu masif dan rusaknya banyak tatanan sosial, lingkungan dan ekonomi yang rusak sebagai akibat dari pemanasan global.
Kemudian, secara resmi partai ini mendeklarasikan dirinya sebagai Green Party pada 5 Juni 2011 yang bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. PKB menjadi partai politik pertama di Indonesia yang secara resmi menjadikan isu-isu environment and sustainability sebagai ruh perjuangan organisasi.
Pelantikan ke-68 anggota DPR RI PKB beberapa waktu lalu hendaknya tidak dianggap sebagai momentum simbolis semata, melainkan juga awal dari tanggung-jawab kelembagaan yang besar bagi PKB dan seluruh anggota parlemennya untuk memastikan bahwa pembangunan ekonomi berjalan-seiring dengan keberlanjutan lingkungan.
PKB dan Peran Penting di Parlemen
Sebagai partai politik yang memiliki perolehan suara yang signifikan di parlemen, PKB kini berada pada posisi strategis untuk memajukan legislasi yang mengedepankan isu-isu lingkungan, sosial, dan ekonomi berkelanjutan. Agenda Demokrasi Hijau dapat menjadi landasan bagi PKB dalam mengajukan dan memperjuangkan kebijakan yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada keadilan sosial (soscial justice) yang lebih luas, termasuk isu kelestarian alam.
Pelantikan anggota DPR RI yang baru ini membuka peluang bagi PKB untuk memperkenalkan berbagai kebijakan yang progresif dan inovatif yang bukan berada di menara gading, melainkan di ladang perang terdepan (upfront-battlefield) dalam merespons tantangan-tantangan lingkungan yang semakin menjadi ancaman bagi masyarakat global saat ini.
Dunia saat ini sesungguhnya sedang menghadapi tantangan-tantangan lingkungan yang tidak pernah terjadi sebelumnya (unprecendented) dan saling terhubung satu sama lainnya (interconnected) di banyak ruang kehidupan, termasuk perubahan iklim, air bersih, pencemaran laut dan keanekaragaman hayati. Para pemimpin dunia telah menandatangani Pakta Iklim Glasglow dan persetujuan Buku Peraturan Paris.
Pertemuan yang dikenal sebagai COP26 ini mempertemukan para pemimpin dunia untuk bertindak bersama guna membatasi kenaikan suhu dan perubahan iklim. Pertemuan ini menyepakati perlunya dunia untuk membatasi emisi gas rumah kaca pada tahun 2030.
Para anggota DPR RI dari PKB periode 2024-2029 ini dapat mendorong lahirnya produk-produk legislasi pro-lingkungan. Hal ini menjadi penting untuk dilakukan karena beberapa alasan.
Pertama, Indonesia merupakan salah satu dari negara dengan luasan teritori terbesar di dunia, termasuk garis pantai terpanjang kedua di dunia. Hal ini memandatkan posisi strategis Indonesia dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan demi mengendalikan dampak perubahan iklim.
Kedua, Indonesia merupakan salah satu negara dengan luasan hutan tropis terbesar di dunia, yang menjadikannya sebagai paru-paru dunia. Dengan menjadikan isu-isu lingkungan sebagai agenda legislasi dan politik terdepan, PKB akan memberikan kontribusi nyata bukan saja bagi rakyat Indonesia tetapi juga sekaligus masyarakat global. Perlu dicatat, dalam beberapa dekade terakhir Indonesia telah kehilangan rata-rata 684.000 hektar hutan per tahun.
Ketiga, perjuangan `green party` PKB juga akan berkontribusi terhadap perekonomian negara. Climate change secara langsung telah berdampak buruk pada produktivitas perekonomian tradisional masyarakat Indonesia seperti pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. Di sisi lain, sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar dunia—60 persen CPO dunia dihasilkan Indonesia—industri kelapa sawit Indonesia telah menjadi perhatian masyakarat international karena dihubungkan dengan masalah deforestrasi dan kepatuhan sosial-ketenagakerjaan (social-labour compliances).
PKB dan Demokrasi Hijau
Penulis ingin menawarkan perlunya PKB menginisiasi gagasan `Demokrasi Hijau`, yakni demokrasi sebagai pilar utama untuk menjaga bumi yang lebih lestari dan berkelanjutan sekaligus tatanan masyarakat global yang lebih berkeadilan (global social justice).
PKB dilahirkan oleh masyarakat pesantren yang sudah teruji komitmennya terhadap bangsa ini. Bahkan, jauh sebelum kemerdekaan, pesantrenlah yang menjadi lembaga pendidikan pertama berbasis kerakyatan. Partai ini lahir dari semangat keadilan sosial. Karenanya, ia memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan untuk mendorong kebijakan-kebijakan yang berdampak positif bagi kemaslahatan rakyat yang lebih besar, termasuk perjuangan anggota parlemen PKB untuk isu-isu lingkungan dan keadilan sosial yang lebih luas.
Sebagai partai pertama di Indonesia yang mentasbihkan dirinya sebagai motor penggerak isu-isu lingkungan dan keberlanjutan melalui branding green party, sudah selayaknya para anggota DPR RI PKB periode ini segera merumuskan agenda-agenda legislasi selama 5 tahun kedepan yang akan didorong oleh partai di gedung kura-kura.
Secara internal, hal ini menjadi sangat relevan bagi PKB untuk beberapa alasan. Pertama, PKB adalah partai aktivis. Tidak dipungkiri lagi, PKB bukan saja partai kader yang memiliki ikatan perjuangan ideologi sebagai basis perjumpaan gerakan. PKB sekaligus telah membuktikan dirinya sebagai satu-satunya partai aktivis di Indonesia, yang sedemikian terbuka terhadap para aktivis dari lintas generasi, lintas golongan, lintas agama, lintas kesukuan untuk bisa menggerakkan proses kreatif dan produktif di partai.
Penulis sendiri mengalami nuansa partai aktivis ini. Dengan usia yang relatif muda, penulis diberikan amanat sebagai Wakil Ketua Harian DPP PKB. Ini bukti PKB adalah partai aktivis bukan semata isapan jempol. Para aktivis yang lahir dari buaran sosial yang berbeda-beda ini harus ditransformasikan oleh PKB sebagai energi ampuh untuk memperjuangkan agenda-agenda politik kerakyatan, termasuk salah satunya adalah “demokrasi hijau” yang penulis singgung dalam tulisan ini.
Kedua, basis tradisional pemilih PKB. Tidak dipungkiri, selama ini PKB memiliki basis suara yang kuat di masyakarat akar rumput yang memiliki karakteristik tradisional. Bukan saja dalam hal keagamaan—sebagaimana diidentikkan dengan kaum sarungan. Lebih jauh lagi, tradisionalitas PKB sesungguhnya justru berakar dan tumbuh dari tradisionalitas ruang ekonomi.
Kantong-kantong suara PKB selama ini sebagian besar disumbang oleh mereka yang berprofesi menjadi petani, pekebun, pelaut, buruh dan masyarakat pedesaan. Mereka berasal dari sektor perokonomian tradisional Indonesia, yakni pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. Sektor-sektor perekonomian tradisional inilah yang pertama kali terdampak langsung dari perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Memperjuangkan demokrasi hijau sesungguhnya adalah pelaksanaan mandat politik dari masyarakat pemilih yang menitipkan suara dan keluhan-kehidupan kepada PKB.
Ketiga, sustainable living conditions. Dengan menginisiasi “demokrasi hijau” PKB akan menjadi pioner dan motor penggerak utama bagi perjuangan mewujudkan tata-kelola ekonomi dunia yang lebih berkeadilan. PKB perlu memiliki agenda-agenda perjuangan untuk meluruskan dan menyeimbangkan isu-isu internasional terkait lingkungan yang selama ini masih terlalu ‘bernuansa Barat’. Saya sebut ‘bernuansa Barat’ dengan tanda kutip, karena seringkali kita menjadi bulan-bulanan Barat (Western). Misalnya, sektor kelapa sawit.
Indonesia selama ini menjadi penghasil crude palmoil (CPO) terbesar di dunia hingga 60 persen. Dengan jumlah pekerja 4-5 juta di kebun dan pabrik kelapa sawit, sektor ini bukan saja menjadi kontributor terbesar dari komoditas ekspor Indonesia, tetapi sekaligus juga kontributor ekonomi bagi 16,2 juta jiwa yang bergantung dari rantai pasok kelapa sawit. PKB, melalui anggota parlemennya, bisa mendorong produk legislasi yang mempertemukan titik keseimbangan antara tujuan lingkungan berkelanjutan, sekaligus juga mengakomodir keadilan sosial-ekonomi yang lebih luas.
Keempat, adaptabilitas dan responsivitas PKB terhadap rejim-rejim lingkungan global. Dengan `demokrasi hijau`, PKB akan semakin adaptif dan responsif terhadap rejim-rejim global yang belakangan semakin kuat menyoroti isu lingkungan. Salah satunya adalah terkait dengan perdangan karbon (carbon trade) dan kredit karbon (carbon credit). Proyek global penurunan emisi karbon ini harus diantisipasi dengan produk-produk legislasi yang lebih berkeadilan agar masyarakat paling bawah tidak kembali dijadikan korban.
Paris Agreement mewajibkan negara-negara peserta untuk menyerahkan Nationally Determined Contributions (NDCs) yang sudah mulai diberlakukan sejak November 2016. Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang berjibun terhadap hal ini. Misalnya saja, 60 persen energi di Indonesia masih berasal dari batubara. Kemudian, ketika Indonesia menjadi presidensi G20 isu transisi energi menjadi salah satu prioritas. Tugas PKB adalah memastikan bahwa transisi energi tidak justru meninggalkan lubang-lubang ketidak-adilan sosial berikutnya.
Dalam hal ini PKB bisa memperjuangkan isu Just Energy Transistion , yakni transisi energi yang lebih berkeadilan dan tidak justru melakukan eliminasi mata pencaharian rakyat paling bawah melalui skema kemitraan yang lebih komprehensif. PKB lahir dari masyakarat bawah yang bergantung dari sektor-sektor perekonomian tradisional. Sudah seharunya PKB, termasuk wakil mereka di DPR RI, memperjuangkan demokrasi hijau di republik ini. Wallahu a’lam.
*Penulis adalah Wakil Ketua Harian DPP PKB, Nadya Alfi Roihana
KEYWORD :PKB Partai Kebangkitan Bangsa Demokrasi Hijau
Sentimen: positif (100%)