Sentimen
Negatif (100%)
2 Okt 2024 : 10.53
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kasus: pencurian

Tokoh Terkait

Paman Diam-diam Jual Tanah Warisan Ayah, Bisakah Saya Pidanakan?

Detik.com Detik.com Jenis Media: News

2 Okt 2024 : 10.53
Paman Diam-diam Jual Tanah Warisan Ayah, Bisakah Saya Pidanakan?
Jakarta -

Pembagian waris sudah diatur secara tegas dalam hukum. Tapi, bagaimana bila ada yang menjual harta warisan diam-diam? Apakah kerabat tersebut bisa dipidanakan?

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate lewat surat elektronik. Berikut pertanyaan lengkapnya:

Assalamualaikum kak. Selamat siang.

-

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perkenalkan nama saya Jamaludin. Umur 20 tahun.
Mohon izin kak. Saya ingin bertanya kak mengenai harta waris peninggalan ayah kandung saya.

Di sini saya ingin menceritakan sedikit tentang masalah ini kak. Saya punya ayah kandung yang sudah meninggal dan meninggalkan harta waris tanah. Tapi harta waris tanah ini dijual oleh satu saudara dari ayah saya (paman-red) tanpa sepengetahuan saya sebagai anaknya yang masih hidup.

Jadi pertanyaan saya:

- Apakah boleh saya menuntut kembali harta waris yang sudah dijual oleh saudara ayah kandung saya?
- Apakah ini termasuk hukum pidana pencurian atau penggelapan atau perdata?
- Tindakan apa yang harus saya lakukan agar harta waris ayah tersebut bisa kembali sebagai anak kandung?

Mohon arahan dan petunjuknya kak. Demikian, terima kasih kak atas bantuannya.
Wassalamualaikum

Jamaludin

Untuk menjawabnya, tim detik's Advocate meminta pendapat dari advokat Yudhi Ongkowijaya, SH., MH. Berikut jawabannya:

Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara sampaikan. Kami akan coba membantu untuk menjawabnya.

Terdapat tiga aturan hukum tentang waris yang berlaku di Indonesia, yaitu Hukum Waris Islam, Hukum Waris Perdata Barat, dan Hukum Waris Adat. Dari pertanyaan di atas, kami menyimpulkan Saudara tunduk kepada ketentuan Hukum Waris Islam.

Aturan mengenai Hukum Waris Islam diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yaitu di antaranya terdapat pada ketentuan Pasal 171 Huruf (b), Pasal 171 Huruf (c), Pasal 171 Huruf (d), Pasal 171 Huruf (e), Pasal 174, yang menyatakan :

Pasal 171 huruf (b) KHI:

Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.

Pasal 171 Huruf (c) KHI:

Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam, dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

Pasal 171 Huruf (d) KHI :

Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.

Pasal 171 Huruf (e) KHI :

Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang, dan pemberian untuk kerabat.

Pasal 174 KHI :
(1) Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari :
a. Menurut hubungan darah:
- Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.
(2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu, janda, atau duda.

Kami kurang mendapatkan gambaran yang jelas mengenai kedudukan tanah warisan tersebut. Untuk itu, kami mengasumsikan bahwa tanah yang menjadi objek waris adalah harta milik ayah Saudara yang bagiannya ataupun haknya memang sudah ditetapkan menurut hukum. Apabila tanah warisan adalah milik ayah Saudara, maka jika semua ahli waris ada, yang berhak mewaris hanya ayah/ibu (orang tua pewaris), istri (ibu Saudara), dan anak. Dengan demikian, Saudara sebagai anak berhak menjadi ahli waris.

Oleh karena itu, perbuatan dari saudara kandung ayah yang menjual tanah warisan tanpa sepengetahuan ahli waris yang sah, dapat diduga sebagai perbuatan yang mengarah kepada tindak pidana Penggelapan sebagaimana ketentuan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyatakan:

Pasal 372 KUHP:

Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,00

Apabila dalam melakukan jual beli tanah tersebut dilatarbelakangi oleh pembuatan dokumen atau surat palsu, maka dapat pula diduga sebagai tindak pidana Pemalsuan Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Ayat (1) Juncto Pasal 266 Ayat (1) KUHP, yang menyatakan:

Pasal 263 Ayat (1) KUHP:

Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun

Pasal 266 Ayat (1) KUHP :

Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam sesuatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan memakai atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun

Dalam permasalahan ini, Saudara dapat juga melakukan pengaduan sebagai upaya keberatan kepada instansi terkait dalam hal ini Kantor Pertanahan yang menerbitkan sertipikat tanah, atas dasar adanya cacat administratif dalam jual beli tanah dimaksud. Hal ini didasarkan kepada Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Penanganan Dan Penyelesaian Kasus Pertanahan (Permen ATR/KBPN 21/2020). Di dalam Pasal 3 Ayat (1) Huruf (a) Juncto Ayat (2) Permen ATR/KBPN 21/2020, dinyatakan:

Pasal 3 Ayat (1) Huruf (a) :

Dalam rangka Penanganan dan Penyelesaian Kasus, Kementerian menerima Pengaduan yang berasal dari perorangan/warga masyarakat

Pasal 3 Ayat (2) :

Pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diterima melalui loket penerimaan surat Pengaduan, loket penerimaan Pengaduan secara langsung dan penerimaan Pengaduan melalui media daring yang diselenggarakan oleh Kementerian, Kantor Wilayah, Kantor Pertanahan

Apabila pengaduan Saudara diterima lalu dalam proses pemeriksaan dinyatakan adanya cacat administratif saat peralihan hak atas tanah, maka Kantor Pertanahan akan menerbitkan keputusan pembatalan hak atas tanah sebagaimana ketentuan Pasal 29 Ayat (1) Huruf (a) juncto Pasal 35 Huruf (a) Permen ATR/KBPN 21/2020, yang menyatakan:

Pasal 29 Ayat (1) Huruf (a) :

Pembatalan Produk Hukum dilakukan oleh Pejabat yang berwenang karena cacat administrasi dan/atau cacat yuridis

Pasal 35 Huruf (a) :

Pembatalan Produk Hukum karena cacat administrasi dan/atau cacat yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Ayat (1) Huruf (a) disebabkan kesalahan dalam proses/prosedur penerbitan hak atas tanah, pendaftaran hak dan proses pemeliharaan data pendaftaran tanah

Selain itu, Saudara dapat pula menempuh upaya gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, sebagai lembaga peradilan yang berwenang mengadili obyek sengketa berupa keputusan tata usaha negara, dalam hal ini sertipikat tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Cq Kantor Wilayah Cq Kantor Pertanahan yang merupakan badan atau pejabat tata usaha negara.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat bermanfaat.
Salam.

Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H.
Partner pada Law Office ELMA & Partners
www.lawofficeelma.com

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: [email protected] dan di-cc ke-email: [email protected]

Pertanyaan ditulis dengan runtut dan lengkap agar memudahkan kami menjawab masalah yang anda hadapi. Bila perlu sertakan bukti pendukung.

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

(asp/haf)

Sentimen: negatif (100%)