Sentimen
Positif (100%)
12 Sep 2024 : 17.26
Informasi Tambahan

Grup Musik: iKON

Kab/Kota: Gunung, Bireuen

Napak Tilas Danrem 011 Lilawangsai Kol Inf Ali Imran ke Makam Pahlawan Nasional Cut Meutia

13 Sep 2024 : 00.26 Views 2

Tagar.id Tagar.id Jenis Media: Nasional

Napak Tilas Danrem 011 Lilawangsai Kol Inf Ali Imran ke Makam Pahlawan Nasional Cut Meutia

TAGAR.id - Di Hutan belantara Aceh bersemayam sosok wanita tangguh pejuang Aceh, Cut Meutia (15 Februari 1870 – 24 Oktober 1910), yang tidak gentar sedikitpun menghadapi gempuran penjajah Belanda pada masa itu. Darah, air mata dan jasadnya telah “menyuburkan” Bumi Pertiwi dengan makamnya yang dihiasai belaian alam nan jauh dari keramaian.

Menelisik perjalanan Komandan Korem (Danrem) 011/Lilawangsa, Aceh, Kolonel Inf Ali Imran, ke Makam Pahlawan Nasional Cut Meutia, di kawasan pedalaman Aceh Utara, yang berjarak sekitar 68 km dari Kota Lhokseumawe, ternyata membutuhkan adrenalin dan semangat juang yang tinggi (2/7/2024).

Betapa tidak, karena kawasan yang dituju tidak semulus yang dibayangkan, melewati jalan setapak dan menelusuri sungai hingga sampai ke makam pahlawan yang merupakan salah satu Srikandi Pahlawan Nasional Indonesia yang memiliki andil dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.

Medan yang berat, harus melintasi hutan belantara dan menyebarangi sungai bebatuan, dengan mengandalkan kekuatan betis kaki. Bagi mereka yang tidak terbiasa berjalan jauh dan medan yang berat ini sulit untuk menjangkaunya.

Padahal rakyat ingin menjenguk makam syuhada yang telah berjuang mengorbakan segala-galanya demi pertiwi, bahkan telah mengorbankan nyawa, darah, harta dan air mata. Namun, karena medanya berat, niat untuk menjenguk makam pahlawan di tengah hutan belantara ini terpaksa ditunda.

Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran bersama rombongan para prajuritnya berjibaku melintasi jalan berbatu menggunakan motor trail dinas TNI menuju Makam Pahlawan Nasional Cut Meutia, di Desa Alue Rime, Kawasan Kecamatan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, Selasa (2/7/2024). (Foto: TAGAR/Dok/Fotografer Laung)

Jalan berbatu yang sukar dilalui kendaraan, ditengah lebatnya pepohonan hutan belantara Desa Alue Rime, kawasan Kecamatan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, pagi itu, terlihat napak tilas para prajurit TNI dikomandoi Danrem Kolonel Inf Ali Imran dengan menunggangi ‘kuda besi’ melaju beriringan menuju Makam Pahlawan Nasional Cut Meutia.

Walaupun terdapat jalan aspal, namun hanya sekitar 4 km dari perkampungan, berbeda di kala musim penghujan, cuaca cerah sedikit mendukung para serdadu melanjutkan perjalanan yang masih jauh ke depan, roda ‘kuda-kuda besi’ mereka terus mencakar kerasnya badan jalan tanah dan berbatu, membuat fokus pandangan terganggu akibat menerobos tebalnya debu.

Teriknya matahari di kawasan itu tidak menyurutkan semangat orang nomor satu di Korem 011/Lilawangsa itu, walaupun pakaian loreng kebanggannya basah kuyub dari kucuran keringat menahan lelah panjangnya perjalanan di bawah pancaran sinar matahari yang seakan mengamati.

Saya, sebut saja Laung, yang juga ikut dalam rombongan saat itu, menilik pandangan ke depan dan sesekali menoleh ke arah mereka, timbul rasa kekuatiran terlihat dari raut wajah para serdadu yang sedang menunggangi kuda besinya saat melintas di ruas jalur berbukit terjal.

Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran bersama para prajurit menerobos dengan menelusuri jalur sungai menuju Makam Pahlawan Nasional Cut Meutia di Desa Alue Rime, Kawasan Kecamatan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, Selasa (2/7/2024). (Foto: TAGAR/Dok/Fotografer Laung)

Medan terjal dan menantang seakan menguji kesabaran, tak heran diantara mereka sampai ada yang tergelincir hingga terjatuh bersama ‘kuda besi’-nya, tak terasa sekitar dua jam lebih rombongan Danrem Kol Inf Ali Imran berjibaku, ‘kuda besi’ mereka pun hanya mampu mengantar sampai di penghujung jalan buntu yang terdapat jembatan gantung terbentang di atas sungai di daerah itu.

Sejarah lampau saat terjadinya komflik Aceh pada masa itu, wilayah Kecamatan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, dinilai daerah abu-abu, tidak ada warga yang berani mengunjungi di kawasan sekitar, bahkan warga lokal sendiri sungkan beraktifitas, dan terdapat sejumlah pos TNI yang ditugaskan untuk melindungi masyarakat.

Namun, setelah pasca masa damai, mulailah nampak kehidupan, aktivitas masyarakat di daerah itu perlahan membaik, prajurit TNI yang bertugas sebagai Babinsa di Koramil Pirak Timu bersama masyarakat mulai membangun untuk kemajuan daerah sekitar. Begitupun para pendatang saat ini berkunjung untuk ziarah.

Perjuangan belum usai, keberadaan sungai, seakan tidak memberi harapan kepada para serdadu TNI itu, membutuhkan waktu sekitar dua jam lagi untuk bisa sampai ke lokasi makam Cut Meutia. Namun, perwira TNI Kol Ali Imran putra asli Aceh bersama prajuritnya tak menyerah, ilmu dasar militer infanteripun diandalkan, yaitu napak tilas atau berjalan kaki sesuai moto prajurit TNI Angkatan Darat.

Mereka menapak menelusuri jalur sungai menempuh jarak 2 km dari jembatan gantung menuju ke lokasi makam. Kicau burung terdengar seakan menyambut kedatangan para kesatria, wajah lesu menilik ke bawah, kiri dan kanan di tepian sungai, sesekali pandangan menatap ke atas menatap lebatnya hutan, diiringi rasa kekuatiran jika bertemu hewan buas.

Suasana sejuk seram menyelimuti hutan belantara itu, sebatang kayu digenggaman masing-masing sebagai tongkat penuntun jalan, sepatu hitam para kesatria prajurit hantu rimba menapak perlahan mengarungi arus sungai berbatu licin dibalut lumut, tak heran sampai ada yang terjatuh sambil tersenyum bercampur cemas.

Di tengah perjalanan, Danrem Kol Inf Ali Imran bertanya kepada seorang juru kunci Makam Pahlawan Cut Meutia bernama Mudawali yang akrab disapa Bang Ted, yang ikut dalam rombongan. Danrem bertanya tentang lokasi tempat Cut Meutia tertembak pada masa itu, Bang Ted pun lalu menghentikan langkahnya, semua rombongan turut berhenti memandang ke arah yang ditunjuk oleh si juru kunci itu.

Mudawali pun menunjukan tempat lokasi syuhada Cut Meutia yang ditembak oleh tentara kolonial Belanda, tepatnya berada di sekitar pohon besar di atas ketinggian tepian sungai yang mereka lalui. “Kalau dari sini berjarak sekitar 300 meter dari lokasi makam saat ini,” sebut Bang Ted.

Kemudian, sambung si juru kunci, di daerah hutan itu selain ditumbuhi semak belukar dan berbagai jenis pohon besar menjulang tinggi, juga terdapat dua muara sungai seperti melingkar mengelilingi bukit tempat keberadaan makam pahlawan Cut Meutia. Begitupun terdapat dua hewan buas harimau dan seekor rusa besar nampak akur seakan sebagai penjaga makam pahlawan syuhada itu.

Keheningan menyelimuti keberadaan makam syuhada Cut Meutia yang terletak jauh ke pedalaman pelosok hutan belantara puncak Bukit Alur Dua Pucok, Krueng Kerto. Setelah puluhan tahun tidak terawat, sulitnya jalur akses menuju makam, bahkan kondisinya kini sangat memperihatinkan.

Singkat perjalanan, Danrem Kol Inf Ali Imran bersama rombongan, sekitar 40 prajurit, bersama juru kunci tiba di lokasi makam, dengan napas terengah-engah. Para serdadu itu seakan tak menyangka, daerah dikelilingi hutan belantara ini terdapat salah satu Makam Pahlawan Tokoh Nasional Cut Meutia.

Suasana hening seketika, lalu Danrem Kol Ali Imran mendekat duduk di samping pusara makam Cut Meutia, sambil berziarah memunazat alunan doa, selaras menyiramkan air dan bunga di atas pusara makam Cut Meutia yang tak terawat. Sangat memperihatinkan.

Danrem Kol Ali Imran putra asli Bireuen, Aceh, itu menyebutkan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, sebab, kemerdekaan Republik Indonesia tak terlepas dari perjuangan para pahlawan, termasuk pahlawan nasional Cut Nyak Meutia atau dikenal Cut Meutia adalah tokoh pejuang perempuan dari Aceh ikut berperang melawan para penjajah pada masa itu.

Sejatinya, sambung Danrem Kol Ali Imran mengatakan, keberadaan lokasi makam pahlawan di berbagai daerah begitu diperhatikan dan terawat, bahkan dilestarikan sebagai wisata sejarah Taman Makam Pahlawan Nasional (TMPN), tak sedikit pengunjung maupun peziarah silih berganti hadir untuk Ziarah. Namun, sangat jauh berbeda dengan kondisi Makam Pahlawan Cut Meutia yang berada di Aceh yang tidak seperti makam pahlawan lain …. Ada apakah gerangan?

Mengulas sedikit sejarah perang dan perjuangan panjang masyarakat Aceh pada masa itu menentang penjajahan Belanda, melahirkan banyak kisah kepahlawanan yang menggetarkan. Di Aceh Utara, misalnya, muncul nama Cut Nyak Meutia atau dikenal Cut Meutia seorang pahlawan perang perempuan yang tak hanya dikagumi masyarakat dan bangsanya, namun juga disegani musuhnya.

Foto dari udara lokasi Makam Pahlawan Nasional Cut Meutia yang terletak di pedalaman pelosok hutan belantara puncak Bukit Alur Dua Pucok, Krueng Kerto, Kawasan Kecamatan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, Selasa (2/7/2024). (Foto: TAGAR/Dok/Fotografer Laung)

Diketahui, Cut Meutia adalah seorang tokoh perempuan hebat Indonesia, Cut Meutia adalah putri perempuan dari pasangan Teuku Ben Daud Pirak dengan Cut Jah. Kedua orang tua Tjoet Nyak Meutia merupakan masyarakat asli Aceh, seorang Uleebalang di Desa Pirak, berada dalam daerah Kehulubalangan Keureuto. Cut Meutia, pejuang asal Aceh yang berperang melawan penjajah Belanda pada awal abad ke-20.

Tjoet Nyak Meutia atau yang dikenal Cut Meutia lahir pada tahun 1870 di Aceh, dan tumbuh dalam lingkungan yang penuh semangat perlawanan terhadap penjajah. Meutia menjadi tokoh penting dalam perlawanan terhadap Belanda selama Perang Aceh. Ia dikenal karena keberaniannya dan memiliki setrategis yang luar biasa dalam pertempuran dan kepemimpinannya dalam memimpin pasukan perlawanan di masa itu.

Keberanian dan keteguhan hati Cut Nyak Meutia dalam melawan penjajah Belanda telah menginspirasi banyak orang, baik di Aceh maupun di seluruh Indonesia. Ia dianggap sebagai salah satu pahlawan nasional yang berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan tujuan menggapai cita-cita bangsa, yaitu terbebas dari kekuasaan penjajah.

Keterampilan dan strategi Cut Meutia dalam mengelabui pasukan Belanda yang terus memburunya, usaha Cut Meutia menghindar dari pengepungan Belanda, dengan cara berpindah tempat bersama pasukannya dari gunung ke gunung di hutan belantara dalam melawan penjajah.

Namun, pada tanggal 24 Oktober 1910, di Alue Kurieng, terjadi pertempuran sengit antara pasukan Cut Meutia dan pasukan Belanda, menyebabkan wafatnya Cut Meutia di bulan Oktober 1910.

Cut Meutia gugur terkena tembakan Belanda berjarak sekitar 300 meter dari lokasi makamnya saat ini, walaupun berulang kali kolonial Belanda dan sekutunya mencari, namun, jasad Cut Meutia tidak dapat ditemukan, seketika ditutupi tumpukan rayap di atas bukit hutan belantara Keureuto Desa Pirak, walaupun tidak sebanyak dulu. Namun, sampai saat ini rayap-rayap itu masih ada di antara rangka kayu rubung makam syuhada Cut Meutia.

Sejak itulah Cut Meutia dikenal salah satu ikon Pahlawan Perempuan Nasional Indonesia yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia hingga akhir hayatnya, pemerintah dan masyarakat setempat saat menghormati sekaligus mengenang jasa-jasa yang dilakukan Cut Meutia pahlawan perempuan Indonesia dari Aceh yang berjuang sepanjang hayatnya untuk membela tanah air tercinta.

Atas pengabdiannya, Cut Meutia diakui sebagai Pahlawan Indonesia melalui SK Presiden, dengan Nomor 107/1964 pada tahun 1964, pemerintah Indonesia juga mengabadikannya dalam pecahan uang rupiah pada tahun 2016.

Pahlawan Nasional Cut Meutia yang dikenal pemberani dan memiliki strategi yang luar biasa yang kehebatannya tidak diragukan di masa itu, kini wanita Aceh pejuang Indonesia yang dikagumi pengikutnya itu tetap dikenang dengan jasad dan darahnya yang terkubur di dalam bumi Tanah Air yang berada jauh di pelosok hutan belantara Aceh Utara ....! Kota Lhokseumawe, Aceh, 6/9/2024. (Laung). []

Sentimen: positif (100%)