Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
DPR Membangkang ke Konstitusi dalam Revisi UU Pilkada
Medcom.id Jenis Media: News
Jakarta: Polemik terkait revisi Undang-Undang Pilkada kembali mencuat. Panitia Kerja RUU Pilkada DPR RI menyepakati perubahan syarat ambang batas pencalonan Pilkada dari jalur partai yang tak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sikap DPR ini dinilai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Terang-terang Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga sengketa peraturan tertinggi negara sudah mengeluarkan amar putusan terkait syarat pencalonan. "Kalau ini dilakukan, ada pembangkangan konstitusi menurut saya. Ini semua sudah dagelan lah. Menurut saya, pembangkangan konstitusi yang luar biasa," tegas pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, dikutip dari Metro TV, Kamis, 22 Agustus 2024. Alih-alih memperbaiki beleid sesuai putusan MK, DPR justru merevisi UU Pilkada dan menyhatakan ambang batas pencalonan Pilkada dari jalur partai sebesar 65% hingga 10% hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD (non parlemen). Sementara itu, ambang batas pengajuan calon kepala daerah (Cakada) dari parpol dengan kursi di parlemen tetap mengikuti aturan lama, yakni 20% hingga 25%. Bivitri tegas menyebut langkah DPR RI 'merevisi' putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bentuk pembangkangan konstitusi. Bivitri menjelaskan Putusan MK Nomor 60 Tahun 2024 hadir untuk mengakomodasi partai non parlemen untuk mencalonkan kepala daerah. Seharusnya putusan tersebut yang menjadi acuan DPR RI. "Putusan MK itu sudah final dan mengikat. DPR RI seharusnya menjalankan putusan MK, bukan malah merevisinya," tegas Bivitri. (Laura Oktaviani)
Jakarta: Polemik terkait revisi Undang-Undang Pilkada kembali mencuat. Panitia Kerja RUU Pilkada DPR RI menyepakati perubahan syarat ambang batas pencalonan Pilkada dari jalur partai yang tak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).Sikap DPR ini dinilai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Terang-terang Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga sengketa peraturan tertinggi negara sudah mengeluarkan amar putusan terkait syarat pencalonan.
"Kalau ini dilakukan, ada pembangkangan konstitusi menurut saya. Ini semua sudah dagelan lah. Menurut saya, pembangkangan konstitusi yang luar biasa," tegas pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, dikutip dari Metro TV, Kamis, 22 Agustus 2024.
Alih-alih memperbaiki beleid sesuai putusan MK, DPR justru merevisi UU Pilkada dan menyhatakan ambang batas pencalonan Pilkada dari jalur partai sebesar 65% hingga 10% hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD (non parlemen).
Sementara itu, ambang batas pengajuan calon kepala daerah (Cakada) dari parpol dengan kursi di parlemen tetap mengikuti aturan lama, yakni 20% hingga 25%. Bivitri tegas menyebut langkah DPR RI 'merevisi' putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bentuk pembangkangan konstitusi.
Bivitri menjelaskan Putusan MK Nomor 60 Tahun 2024 hadir untuk mengakomodasi partai non parlemen untuk mencalonkan kepala daerah. Seharusnya putusan tersebut yang menjadi acuan DPR RI.
"Putusan MK itu sudah final dan mengikat. DPR RI seharusnya menjalankan putusan MK, bukan malah merevisinya," tegas Bivitri. (Laura Oktaviani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SUR)
Sentimen: netral (98.8%)