Sentimen
Netral (99%)
22 Agu 2024 : 20.21
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Institusi: Universitas Indonesia, Universitas Brawijaya

DPR Harus Ikuti Putusan MK? Simak Landasan Hukumnya

23 Agu 2024 : 03.21 Views 2

Medcom.id Medcom.id Jenis Media: News

DPR Harus Ikuti Putusan MK? Simak Landasan Hukumnya

Jakarta: Pada hari Selasa, 20 Agustus 2024, Republik Indonesia dikejutkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang Putusan Nomor 60/puu-xxii/2024, yang memberi peluang bagi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD dan yang berada di bawah ambang batas 20% untuk mengusung paslon dalam Pilkada. Badan Legislatif (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Panitia Kerja (Panja) kemudian menyepakati bahwa aturan tersebut hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD, partai yang memiliki kursi harus mengikuti Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 mengenai ambang batas pencalonan, yaitu 20% kursi DPRD dan 25% suara. MK juga menolak Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 usia minimal Cagub 30 tahun dan Wagub 25 tahun. Hal ini ditentang banyak pihak yang merasa tindakan tersebut tidak sesuai konstitusi, benarkah? Yuk simak, konstitusi hak DPR untuk menolak putusan MK. Putusan MK Bersifat Final Putusan MK bersifat final terdapat dalam dua Undang-undang. Pertama Undang-Undang Dasar (UUD) 24C ayat 1 yang berbunyi: 1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.    Sifat putusan tersebut ditegaskan lagi pada Penjelasan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 Pasal 10 ayat 1 dimana dinyatakan bahwa:  “Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.” Pendapat Ahli Hukum Ahli-ahli hukum Indonesia serentak menyatakan bahwa keputusan MK tidak bisa diubah oleh siapapun dan sesuai dengan UU bersifat final. Salah satu ahli hukum yang menyatakan hal tersebut adalah Dosen Hukum Universitas Indonesia di media sosial X hari Rabu, 21 Agustus 2024.   Sumber: Akun Sosial Ali di X Penjelasan dari DPR Sampai saat ini, belum ada penjelasan dari DPR menganulir putusan MK tentang ambang batas pencalonan partai politik maupun landasan hukum yang digunakan. Namun, terkait putusan usia minimal pencalonan, DPR menyatakan merujuk pada putusan MA  Nomor 23P/HUM/2024 yang menyatakan “usia minimal cagub 30 tahun dan wagub 25 tahun saat pelantikan” Melansir Hukumonline, Dosen Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto pada Kamis, 22 Agustus 2024 tindakan tersebut tidak sesuai konstitusi dan putusan MK berkedudukan lebih tinggi dari putusan MA, karena tugasnya untuk menafsirkan UU dan keputusan mereka ditetapkan saat penetapan tersebut berlaku. Sudah terang bahwa secara konstitusi, DPR harus mengikuti putusan MK. Kita harus coba menunggu penjelasan dari DPR lebih lanjut terkait penolakan terhadap putusan MK.  

Jakarta: Pada hari Selasa, 20 Agustus 2024, Republik Indonesia dikejutkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang Putusan Nomor 60/puu-xxii/2024, yang memberi peluang bagi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD dan yang berada di bawah ambang batas 20% untuk mengusung paslon dalam Pilkada.
 
Badan Legislatif (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Panitia Kerja (Panja) kemudian menyepakati bahwa aturan tersebut hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD, partai yang memiliki kursi harus mengikuti Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 mengenai ambang batas pencalonan, yaitu 20% kursi DPRD dan 25% suara.
 
MK juga menolak Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 usia minimal Cagub 30 tahun dan Wagub 25 tahun. Hal ini ditentang banyak pihak yang merasa tindakan tersebut tidak sesuai konstitusi, benarkah?
Yuk simak, konstitusi hak DPR untuk menolak putusan MK. Putusan MK Bersifat Final Putusan MK bersifat final terdapat dalam dua Undang-undang. Pertama Undang-Undang Dasar (UUD) 24C ayat 1 yang berbunyi:
 
1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 
 
Sifat putusan tersebut ditegaskan lagi pada Penjelasan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 Pasal 10 ayat 1 dimana dinyatakan bahwa: 
 
“Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.” Pendapat Ahli Hukum

Ahli-ahli hukum Indonesia serentak menyatakan bahwa keputusan MK tidak bisa diubah oleh siapapun dan sesuai dengan UU bersifat final.
 
Salah satu ahli hukum yang menyatakan hal tersebut adalah Dosen Hukum Universitas Indonesia di media sosial X hari Rabu, 21 Agustus 2024.
 
Sumber: Akun Sosial Ali di X


Penjelasan dari DPR

Sampai saat ini, belum ada penjelasan dari DPR menganulir putusan MK tentang ambang batas pencalonan partai politik maupun landasan hukum yang digunakan. Namun, terkait putusan usia minimal pencalonan, DPR menyatakan merujuk pada putusan MA  Nomor 23P/HUM/2024 yang menyatakan “usia minimal cagub 30 tahun dan wagub 25 tahun saat pelantikan”
 
Melansir Hukumonline, Dosen Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto pada Kamis, 22 Agustus 2024 tindakan tersebut tidak sesuai konstitusi dan putusan MK berkedudukan lebih tinggi dari putusan MA, karena tugasnya untuk menafsirkan UU dan keputusan mereka ditetapkan saat penetapan tersebut berlaku.
 
Sudah terang bahwa secara konstitusi, DPR harus mengikuti putusan MK. Kita harus coba menunggu penjelasan dari DPR lebih lanjut terkait penolakan terhadap putusan MK.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(SUR)

Sentimen: netral (99.9%)