Refleksi HUT RI Ke-79, Imam Shamsi Ali Tekankan Kebebasan Beragama
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Dalam momen peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79, Imam Shamsi Ali menyampaikan pentingnya merenungi makna dan hakikat kemerdekaan.
Menurutnya, perayaan kemerdekaan tidak seharusnya hanya menjadi acara seremonial tahunan tanpa makna yang mendalam.
"Ada baiknya kita semua kembali merenungi makna dan hakikat dari Kemerdekaan yang dirayakan," ujar Shamsi Ali kepada fajar.co.id, Sabtu (17/8/2024).
Dalam pernyataannya, Imam Shamsi Ali mengaitkan kemerdekaan dengan Maqashid As-Syari'ah, yaitu tujuan-tujuan utama dalam pelaksanaan hukum Islam (Syariah).
"Dengan memahami Maqashid (the goals) Syariah diharapkan akan mengurangi stigma atau persepsi yang salah tentang Syariah itu sendiri," ucapnya.
Imam Shamsi Ali menjelaskan bahwa Maqashid As-Syari'ah memiliki lima tujuan utama yang sejalan dengan makna kemerdekaan.
Masing-masing di antaranya menjaga kehidupan (hifzul hayaah), menjaga agama (hifzu ad-diin), menjaga kehormatan dan keturunan (hifzul 'irdh wa an-nasl), menjaga akal (hifzul 'aqal), serta menjaga harta atau kepemilikan (hifzul maal).
Bahkan, dalam perkembangannya, menjaga lingkungan hidup (hifzu al-bii'ah) juga menjadi bagian dari tujuan Syariah.
Menurutnya, kemerdekaan adalah hakikat dari kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu, kemerdekaan harus diperjuangkan sebagai bentuk perjuangan untuk kehidupan yang bermartabat.
"Orang yang tidak merdeka sesungguhnya secara esensi sedang mengalami kematian. Dan karenanya memperjuangkan Kemerdekaan itu adalah memperjuangkan kehidupan," tukasnya.
Selain itu, Imam Shamsi Ali menekankan bahwa kemerdekaan harus memberikan jaminan kebebasan dalam kehidupan beragama.
"Kemerdekaan yang dirayakan hendaknya memperbaharui semangat dan tekad kita untuk membangun kehidupan yang bermartabat dan mulia," sebutnya.
"Tentu kehidupan yang bermartabat di segala lininya, baik secara ekonomi, politik, sosial budaya, dan bahkan pada aspek moral dan kemanusiaan," sambung dia.
Ia mencontohkan kasus di mana paskibraka putri yang berhijab diminta melepaskan jilbabnya sebagai bentuk pelanggaran terhadap kebebasan beragama.
Dibeberkan Shamsi Ali, kemerdekaan yang dirayakan harus memberikan jaminan dan kebebasan dalam kehidupan beragama.
Menurutnya, pengakuan kemerdekaan seraya memarjinalkan agama dan pemeluknya akan menjadikan kemerdekaan seolah pengakuan palsu.
"Mungkin di sinilah salah satu letak kedunguan ketika paskibraka putri yang berhijab diminta melepaskan jilbabnya," Shamsi Ali menuturkan.
Shamsi Ali menyebut, syariah hadir untuk menjaga agama. Sementara itu, wujud Kemerdekaan hadir untuk memberikan jaminan dalam kehidupan beragama bagi semua warga negara.
"Pada aspek ini disyariatkan pernikahan dan diharamkannya perzinahan. Dengan demikian kemerdekaan bangsa harus memastikan penegakan hukum demi menjaga karakter dan moralitas bangsa," bebernya.
Selain memastikan terjaganya karakter dan moralitas anak-anak bangsa, kata Shamsi Ali, kemerdekaan juga hendaknya dimaknai dengan terwujudnya jaminan masa depan generasi.
"Jaminan masa depan dalam semua aspeknya, termasuk jaminan pendidikan dan kemakmuran yang berkeadilan," jelasnya.
Shamsi Ali menilai, kemerdekaan harus menghadirkan jaminan untuk berkembangnya kecendikiawanan dan intelektualitas manusia.
"Kemerdekaan bahkan tidak sekedar menjamin kebebasan berpikir dan mengekspresikan opini dan pikiran. Tapi memastikan jika kebebasan berpikir itu terjaga dalam kemuliaan. Bukan atas nama kemerdekaan akal sehat direndahkan. Manusia tidak lagi mengindahkan akal sehat dalam melihat baik-buruknya sebuah masalah," tuturnya.
Lebih jauh dijelaskan Shamsi Ali, merdeka menurutnya menjamin kepemilikan. Ia kemudian menarik contoh, dalam Syariah mencuri itu diharamkan. Bisnis dimotivasi. Riba diharamkan. Semua ini menjadi jaminan bagi semua untuk memiliki.
"Kemerdekaan harus membangun rasa kepemilikan. Jangan sampai kemerdekaan dirayakan tapi kepemilikan rakyat diranpok. Konstitusi negara menjamin hak milik warga. Jangan sampai penggusuran terjadi di mana-mana atas nama Pembangunan. Apalagi jika pembangunan itu lebih berpihak kepada pemilik modal dan asing," kuncinya. (Muhsin/Fajar)
Sentimen: positif (100%)