Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Semarang, Kediri
Kasus: stunting
Tokoh Terkait
Generasi Indonesia Kian Tua, tapi Anak Mudanya Makin Ogah Menikah
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan bahwa pada saat ini, generasi di Indonesia mendekati 'aging population' (penuaan penduduk). Sehingga, dibutuhkan generasi selanjutnya yang kuat.
"Jadi populasi yang tua banyak, populasi muda juga banyak. Namun, 10 tahun lagi kita harus menanggung beban orangtua," ucap Kepala BKKBN, dr Hasto Wardoyo saat diskusi bertajuk 'Cegah Stunting Membangun Generasi Sehat dan Cerdas Wujudkan Indonesia Emas 2045', di Kediri, Jawa Timur, Sabtu 27 Juli 2024.
"Di mana orangtua kita cirinya pendidikannya rendah, ekonominya rendah, sehingga mereka harus ditopang. Kalau generasi ini lembek seperti stroberi kita khawatir, lalu siapa yang menopang generasi tuanya," tuturnya menambahkan.
Oleh karena itu, Hasto Wardoyo menekankan bahwa sejak dini, gizi seimbang itu menjadi penting. Baginya, penting sekali menjaga semuanya dari awal.
"Ini harus diterapkan sejak kita umur 0-5 tahun, dan seterusnya harus sudah diperhatikan ilmunya, dan skillnya," ujarnya.
"Menciptakan generasi harus dimulai dari awal, ingat satu telur yang menentukan kualitas kita," kata Hasto Wardoyo.
Menurunnya Angka PernikahanBKKBN membeberkan alasan angka pernikahan di Indonesia turun. Hasto Wardoyo mengungkapkan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya angka pernikahan pada saat ini.
"Faktor pertama itu pendidikan, data menunjukkan bahwa semakin pendidikannya tinggi. Maka semakin menikahnya semakin delay atau tertunda," ucapnya.
Kedua, faktor tempat tinggal juga turut mempengaruhi. Hasto Wardoyo mengatakan, semakin seseorang tinggal maka keputusan untuk menikah jadi lebih cepat.
"Di pelosok, data di Indonesia menunjukkan semakin dia menikah lebih cepat. Semakin dia tinggalnya di kota dengan keramaian dan hiburan yang banyak juga, semakin dia tertunda nikahnya," tuturnya.
Kemudian ketiga, faktor kaya dan tidak kaya. Hasto Wardoyo mengakui, faktor ketiga ini aneh tapi nyata.
"Semakin dia kaya bukan semakin cepat nikah, tapi malah semakin delay. Atau dia mencari kekayaan dengan waktu panjang tapi semakin dia tidak kaya maka semakin cepat menikahnya," katanya.
"Jadi ada tiga faktor itu yang mempengaruhi, mungkin kalau secara nasional kita kan turun dari tahun 2013 yang nikah 2,2 juta setahun. Data terakhir yang nikah 1,54 juta, barangkali ada di faktor tadi," ujar Hasto Wardoyo menambahkan.
Lama-Lama Orang Merasa Tak Perlu NikahHasto Wardoyo menyebut bahwa berdasarkan data dari Kementerian Agama, jumlah pernikahan pada 2022 berada di angka dua juta lebih. Sedangkan, pada 2022-2023, jumlahnya menurun menjadi 1,5-1,7 juta.
Menurutnya, penurunan tersebut terjadi karena adanya perubahan persepsi dari anak-anak muda. Hal itu disampaikannya dalam acara Siap Nikah Goes to Campus di Universitas Negeri Semarang secara daring pada Rabu, 26 Juni 2024.
“Persepsi tentang pernikahan mengalami pergeseran, lama-lama orang merasa bahwa menikah itu suatu tradisi atau budaya yang tidak perlu, semakin begitu pola pikirnya. Ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa keinginan atau persepsi terhadap pernikahan mengalami suatu penurunan,” katanya.
Terkait dengan hal itu, Hasto sempat menyinggung soal tujuan pernikahan yang dimiliki orang Jepang.
“Bangsa kita menikah itu tujuannya untuk prokreasi, atau untuk mendapatkan keturunan. Kalau orang Jepang, menikah ada yang untuk rekreasi supaya hubungan suami-istri sah, ada juga security, supaya mereka mendapatkan tempat perlindungan, tetapi kalau laki-laki, tujuan utama mayoritasnya ingin memiliki anak. BKKBN punya survei, hampir 98 persen jawaban laki-laki ingin punya anak,” ujarnya.
Remaja Jangan Nikah MudaHasto mengatakan bahwa remaja merupakan golongan penentu dalam bonus demografi. Ia pun menyinggung remaja yang nikah muda.
“Kalau remajanya kawin usia muda, kemudian setelah kawin jadi sebentar-sebentar hamil, dan pekerjaannya tidak jelas, kita jadi missed (kehilangan) bonus demografi,” ucapnya.
Saat itu, Hasto mengingatkan agar remaja tak menikah pada usia yang terlalu muda. Harusnya, mereka menikah saat merasa benar-benar siap.
Apalagi, hal tersebut juga menyangkut organ reproduksi perempuan, yang sudah diatur sedemikian rupa untuk tidak menanggung beban bayi hingga usia yang ideal (21 tahun). Sementara, usia ideal untuk laki-laki menikah adalah 25 tahun.
“Siap menikah itu memiliki makna yang dalam, artinya menyiapkan kehamilan,” tuturnya.
Menurut Hasto Wardoyo, angka kelahiran total saat ini adalah 2,18. Itu artinya, sudah mencapai target.
Meski begitu, ia mengingatkan soal pentingnya program-program untuk menjaga penduduk tumbuh seimbang yang harus ada di setiap daerah.***
Sentimen: positif (99.2%)