Sentimen
Positif (80%)
28 Jul 2024 : 03.51
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Hampir 200.000 Anak Terlibat Judi Online: Total 2,2 Juta Transaksi Mencapai Rp293,4 Miliar

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

28 Jul 2024 : 03.51
Hampir 200.000 Anak Terlibat Judi Online: Total 2,2 Juta Transaksi Mencapai Rp293,4 Miliar

PIKIRAN RAKYAT - Ratusan ribu anak di Indonesia dilaporkan terlibat dalam praktik judi online. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, sebanyak 191.380 anak berusia 17-19 tahun terlibat judi online dengan 2,1 juta transaksi yang mencapai Rp282 miliar.

"Kami menemukan luar biasa banyak transaksi yang terkait dengan anak-anak yang melakukan judi online," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Jumat 26 Juli 2024.

Selain itu, sebanyak 1.160 anak berumur kurang dari 11 tahun melakukan 22.000 transaksi judi online dengan nilai sedikitnya Rp3 miliar. Sementara, ada 4.514 anak usia 11-16 tahun yang melakukan 45.000 transaksi judi online dengan nilai Rp7,9 miliar.

"Semua itu anak-anak sekolah, anak-anak yang sedang menimba ilmu ataupun yang sedang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan Indonesia," ucap Ivan Yustiavandana.

Dia menyebutkan, secara keseluruhan terdapat 197.054 anak dari usia kurang dari 11-19 tahun yang melakukan deposit judi online senilai Rp293,4 miliar dan 2,2 juta transaksi.

Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa permasalahan ini harus ditangani bersama. Oleh karena itu, PPATK bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan penandatanganan nota kesepahaman sebagai wujud komitmen dan kolaborasi terhadap perlindungan anak dalam konteks kejahatan pencucian uang yang melibatkan anak.

Penandatanganan dilakukan Ketua KPAI Ai Maryati Solihah dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kantor KPAI, Jakarta, Jumat 26 Juli 2024.

"Kerja sama ini merupakan langkah penting dalam melindungi anak-anak Indonesia dan manipulasi untuk keuntungan finansial," ujar Ai Maryati Solihah.

Faktor Pemicu Kecanduan Judi Online

Dokter spesialis jiwa konsultan dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta menyampaikan bahwa keinginan untuk memperoleh uang dan kesenangan segera mendorong orang mengakses layanan peminjaman uang dan judi online. Dr. dr. Kristiana Siste Sp.K.J Subsp. AD(K) mengemukakan bahwa pinjaman online maupun judi online sama-sama bisa mendatangkan uang dan kesenangan segera.

"Yang mendasari kebutuhan secara instan, yang ingin mendapatkan uang secara segera dan mendapatkan kesenangan secara segera," ucapnya, Jumat 26 Juli 2024.

Dokter pendidik di Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) itu mengungkapkan bahwa awalnya, bisa saja judi online dianggap sebagai jalan memperoleh uang secara instan untuk melunasi utang. Namun, perasaan senang saat menang dan mendapat uang selanjutnya dapat membuat orang jadi ingin terus melakukannya.

"'Kalau aku sudah menang sekali, aku bisa berhenti', namun kenyataannya ketika menang atau kalah dia tidak akan berhenti bermain judi, sehingga ini membawa kita pada suatu ranah tentang adiksi," tutur Kristiana Siste.

Dia menjelaskan bahwa kecanduan terjadi karena interaksi kompleks yang melibatkan faktor perilaku, genetik, dan sirkuit otak. Otak bagian depan yang belum matang, ia mengatakan, membuat orang berusia remaja dan dewasa muda berisiko tinggi melakukan perilaku impulsif yang selanjutnya dapat membuat mereka mengalami adiksi.

"Ketika emosinya labil, tapi otak bagian depannya belum mature, maka terjadi perilaku-perilaku impulsif yang dia gunakan untuk memperbaiki emosinya, salah satunya ke judi online," kata Kristiana Siste.

Dia pun memandang kecanduan judi online sebagai masalah kesehatan jiwa serius yang penanganannya membutuhkan dukungan dari tenaga profesional.

"Memang masalahnya bukan masalah yang kecil untuk kecanduan judi ini," ucap Kristiana Siste.

​​​​​​​"Kalau kita lihat, dua persen dari populasi Indonesia itu jumlahnya sangat banyak. Jadi, ini benar adalah masalah serius, bahkan saya bisa mengatakan sebagai bencana nasional dalam hal ini," ujarnya menambahkan.

Bisa Menurun Secara Genetik

Pada 2023, praktisi kesehatan masyarakat itu juga pernah menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang melakukan judi online dapat menurun kepada keturunan pelakunya secara genetik.

"Itu bisa menurun, dan memiliki kontribusi terhadap seseorang untuk melakukan hal yang sama daripada yang tidak memiliki faktor genetik," ucap Kristiana Siste.

Tidak hanya judi secara online, dia mengungkapkan bahwa penurunan sifat kecanduan judi kepada keturunan seseorang diakibatkan oleh berkurangnya hormon dopamin (senyawa kimia di dalam otak yang dapat meningkatkan suasana hati) secara internal.

Hal tersebut dapat mempengaruhi keturunan secara genetik. Sehingga keturunan yang dihasilkan juga dapat memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang serupa seperti yang dilakukan orang tuanya.

"Orang yang kecanduan judi memiliki dopamin yang kurang secara internal, ini diturunkan juga (kepada keturunannya), sehingga keturunannya mencari dopamin eksternal lewat game dan judi," kata Kristiana Siste.

Dia menjelaskan, judi merupakan sebuah adiksi yang setingkat seperti orang yang kecanduan narkotika. Sehingga seseorang yang hobi berjudi hanya dapat memenuhi kekurangan dopaminnya dengan judi.

"Bisa saja makan cokelat untuk menambah dopamin, tapi orang yang terbiasa berjudi perlu makan se-gentong untuk sama seperti dopamin yang dihasilkan oleh orang yang bermain judi," tutur Kristiana Siste.

Selain faktor genetik, judi online dapat dipicu oleh sejumlah kerentanan psikis seperti mudah depresi, mudah cemas, anti sosial, mudah bosan, melakukan sesuatu tanpa pikir panjang, serta memiliki emosi yang tidak stabil.

Oleh karena itu, dia mengimbau agar keluarga dan kerabat terdekat untuk mengawasi anggota keluarganya dari bahaya ketagihan judi online, serta memeriksakan anggota keluarganya kepada psikiater jika terdapat anggota keluarga yang hobi melakukan judi online.

Senada dengan hal tersebut, Kepala Pusat Riset (Kapusris) Kesehatan Masyarakat dan Gizi Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wahyu Pudji Nugraheni menyebutkan bahwa dukungan emosional menjadi aspek penting lain dalam proses pemulihan, terutama guna mengurangi stigma negatif bagi si penderita gangguan mental.

​​​​​​"Keluarga harus memberikan dukungan emosional, itu aspek terpenting dalam pemulihan. Itu mencakup bisa dengan bersabar, memberikan cinta kasih, dan menunjukkan kepedulian terhadap penderita," tuturnya.

Selain itu, untuk memulihkan kondisi mental yang diderita, keluarga juga perlu mengajak penderita untuk mau dirawat oleh pihak profesional. Hal ini menurutnya bertujuan agar pengobatan yang diberikan lebih terukur.

"Orang yang sakit mental itu tidak perlu dibawa ke dukun, tapi harus diobati medis, karena memang harusnya seperti itu diobati secara profesional, karena medis itu terukur," kata Wahyu Pudji Nugraheni.***

Sentimen: positif (80%)