Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Indonesia
Kab/Kota: Tiongkok
Kasus: PHK
Tokoh Terkait
Rhenald Kasali Beberkan Kerugian Kebijakan Antidumping 200%
Medcom.id Jenis Media: News
Jakarta: Guru Besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali, menyoroti dorongan penerapan kebijakan bea masuk antidumping hingga 200 persen. Dorongan kepada Kementerian Perdagangan itu disebut menimbulkan banyak dampak negatif, misalnya pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga perang dagang. Rhenald mencontohkan kebijakan serupa di Amerika yang sempat disinggung calon presiden Donald Trump. Menurut dia, Trump berjanji mengenakan tarif bea masuk hanya 10 persen pada semua barang dari Tiongkok. "Trump sudah belajar, ketika dia kenakan hambatan masuk semasa pemerintahannya, malah terjadi inflasi. Segala produk manufaktur mulai dari handuk, masker kesehatan, keramik, sanitasi sampai pakaian anak-anak menghilang dari supermarket saat Trump mengeksekusi BMAD tahun 2019. Rakyatnya marah besar,” ujar Guru Besar UI Rhenald Kasali dalam keterangan tertulis, Sabtu, 20 Juli 2024. Menurut dia, kebijakan bea masuk menjadi perhatian dari Amerika, karena berpotensi membuat negara itu merugi. Mengingat, banyak negara sudah bisa membuat barang yang murah. "Sedangkan negara-negara yang tidak efisien melayani kepentingan kelompok proteksionis dan mengakibatkan harga barang yang sama harus dibayar rakyatnya dua kali lipat,” kata Rhenald. Dikabarkan Mendag Zulkifli Hasan sedang menimbang-nimbang usulan Komite Anti Dumping. Agar, mengenakan tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 200 persen pada 7 kategori industri. Rhenald mengkritik dorongan itu sebagai upaya mencari jalan pintas, terhadap masalah yang dihadapi Indonesia. Seakan, kebijakan tersebut menjadi solusi terbaik. “Padahal ini bisa memicu pembalasan pada kategori industri lain yang menjadi komoditas ekspor Indonesia,” kata dia. Rhenald tak menutup mata industri tekstil Indonesia terpukul. Menyikapi hal itu, dia mendorong industri elektronik dan keramik menggenjot industri, dan pemerintah wajib memberi insentif yang menarik. Rhenald mencontohkan industri keramik lokal yang memiliki banyak potensi. Menurut dia, produksi keramik lokal sulit disaingi barang impor. Sebab, Indonesia penghasil tanah liat yang kaya. Sehingga, pemerintah mesti memberi insentif untuk mengembangkan sektor itu. “Persaingan dan marketnya berbeda. Yang mau diproteksi yang mana? Tujuannya proteksi apa? Apakah hanya ingin ikut perang dagang?” kata Rhenald.
Jakarta: Guru Besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali, menyoroti dorongan penerapan kebijakan bea masuk antidumping hingga 200 persen. Dorongan kepada Kementerian Perdagangan itu disebut menimbulkan banyak dampak negatif, misalnya pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga perang dagang.Rhenald mencontohkan kebijakan serupa di Amerika yang sempat disinggung calon presiden Donald Trump. Menurut dia, Trump berjanji mengenakan tarif bea masuk hanya 10 persen pada semua barang dari Tiongkok.
"Trump sudah belajar, ketika dia kenakan hambatan masuk semasa pemerintahannya, malah terjadi inflasi. Segala produk manufaktur mulai dari handuk, masker kesehatan, keramik, sanitasi sampai pakaian anak-anak menghilang dari supermarket saat Trump mengeksekusi BMAD tahun 2019. Rakyatnya marah besar,” ujar Guru Besar UI Rhenald Kasali dalam keterangan tertulis, Sabtu, 20 Juli 2024.
Menurut dia, kebijakan bea masuk menjadi perhatian dari Amerika, karena berpotensi membuat negara itu merugi. Mengingat, banyak negara sudah bisa membuat barang yang murah.
"Sedangkan negara-negara yang tidak efisien melayani kepentingan kelompok proteksionis dan mengakibatkan harga barang yang sama harus dibayar rakyatnya dua kali lipat,” kata Rhenald.
Dikabarkan Mendag Zulkifli Hasan sedang menimbang-nimbang usulan Komite Anti Dumping. Agar, mengenakan tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 200 persen pada 7 kategori industri.
Rhenald mengkritik dorongan itu sebagai upaya mencari jalan pintas, terhadap masalah yang dihadapi Indonesia. Seakan, kebijakan tersebut menjadi solusi terbaik.
“Padahal ini bisa memicu pembalasan pada kategori industri lain yang menjadi komoditas ekspor Indonesia,” kata dia.
Rhenald tak menutup mata industri tekstil Indonesia terpukul. Menyikapi hal itu, dia mendorong industri elektronik dan keramik menggenjot industri, dan pemerintah wajib memberi insentif yang menarik.
Rhenald mencontohkan industri keramik lokal yang memiliki banyak potensi. Menurut dia, produksi keramik lokal sulit disaingi barang impor. Sebab, Indonesia penghasil tanah liat yang kaya. Sehingga, pemerintah mesti memberi insentif untuk mengembangkan sektor itu.
“Persaingan dan marketnya berbeda. Yang mau diproteksi yang mana? Tujuannya proteksi apa? Apakah hanya ingin ikut perang dagang?” kata Rhenald.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ADN)
Sentimen: negatif (80%)