Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Bos PPI Bicara 'Kutukan Petahana' Meski Anies-RK-Khofifah Unggul di Survei
Detik.com Jenis Media: News
Lembaga survei Litbang Kompas mengeluarkan survei elektabilitas para mantan gubernur di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Hasilnya, para mantan gubernur tersebut teratas di wilayahnya masing-masing. Lantas, kenapa ini bisa terjadi?
Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai hasil survei Litbang Kompas yang mengunggulkan para mantan gubernur merupakan hal yang wajar. Terlebih, kata dia, jika para mantan gubernur memiliki approval ratting yang tinggi.
"Secara teori petahana yang maju kembali untuk yang kedua kalinya dengan approval rating yang cukup tinggi relatively akan mudah untuk memenangkan pertarungan untuk yang kedua kalinya, itu rumus dasar dari kenapa sejumlah kepala daerah seperti di Jatim, Jakarta, dan di Jabar itu relatively unggul di survei, itu tentu tidak terlepas dari approval rating mereka yang cukup tinggi ya, itu kecenderungan rata-rata secara umum," kata Adi saat dihubungi, Jumat (19/7/2024).
Menurutnya, hasil akan berbeda kalau petahana mempunyai approval rating yang rendah. Terlebih, ada penantang yang kuat di provinsi tersebut.
"Berbeda ceritanya kalau approval ratting petahana itu rendah dia disurvei cenderung tidak pernah muncul secara signifikan, apa lagi secara bersamaan muncul penantang yang relatif kuat, relatif kompetititf," ucap dia.
Selain itu, Adi juga bicara terkait anomali kutukan petahana. Dia mengambil contoh beberapa kala petahana Fauzi Bowo atau Foke dikalahkan oleh Jokowi-Ahok. Selain itu, Ahok juga dikalahkan oleh pendatang Anies Baswedan.
"Meski begitu, dalam praktiknya, pilkada itu sering memunculkan sejumlah anomali yang susah ditebak, di Jakarta misalnya, orang yang maju pilgub petahana yang kedua kalinya di survei itu kuat, (berakhir) kalah, ada semacam kutukan yang terjadi di Jakarta. Dulu Foke maju sebagai petahana kalah dari pendatang baru melawan Jokowi dan Ahok. Setelah itu Ahok maju dengan approval rating yang tinggi, melawan Anies Baswedan, kalah di Jakarta, itu anomali. Bukan tidak mungkin Anies yang di survei itu kuat juga akan terjadi anomali," jelasnya.
"Tinggal membuktikan apakah Anies bisa melawan kutukan petahana atau tidak. Kan begitu. Itu contoh, karena dalam pilkada banyak sekali anomali-anomalinya," lanjut dia.
Tak cuma di Jakarta, Adi juga menilai anomali kutukan petahana juga terjadi di Jawa Tengah. Dia menyebut pada Pilgub Jateng 2013 Ganjar Pranowo mengalahkan petahana Bibit Waluyo.
"Di Jawa Tengah juga begitu, Ganjar Pranowo waktu maju pilgub pertama kali juga lawan petahana, dan Ganjar menang, itu salah satu contoh di mana petahana yang maju kedua kalinya, sekalipun elektabilitas diunggulkan di awal, at the end of the day-nya, yang menentukan dari segi penantang dan kerja-kerja politik nyata," ujar dia.
Mengapa anomali itu bisa terjadi? Adi menyebut itu karena sosok penantang petahana yang kuat. Dia mewanti-wanti ini mungkin juga terjadi di Pilgub Sumut 2024.
"Kasus di Jakarta itu karena penantang Anies yang relatif kuat dan signifikan sehingga bisa kalahkan Ahok. Atau misal kenapa Foke bisa dikalahkan oleh Jokowi? Karena faktor Jokowi dan Ahok itu dinilai sebagai penantang yang kuat. Begitu juga dengan Ganjar dinilai sebagai penantang yang relatif kuat dan menang di Jawa Tengah. Bobby diprediksi juga akan menang kalau melawan Eddy Rahmayadi, karena penantangnya kuat di Sumut," tutur dia.
"Tapi dalam kondisi alamiah, petahana yang maju kedua kalinya, dengan approval rattingnya tinggi, dia diunggulkan di survei, dan biasanya rata-rata menang. Tinggal apakah di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jakarta ini ada anomali atau tidak. Kita tunggu terutama dari segi penantang, apakah penantang yang dimunculkan itu relatif kompetitif ataupun tidak," lanjutnya.
Sebelumnya, Litbang Kompas mengeluarkan survei elektabilitas para tokoh seluruh Jawa. Hasilnya, mantan gubernur di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur memiliki elektabilitas teratas.
Berdasarkan catatan detikcom, Jumat (19/7), di Jakarta, Anies Baswedan teratas dengan 29,8 persen. Sementara itu, di Jawa Barat, Ridwan Kamil teratas dengan 36,6 persen dan di Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa teratas dengan 26,8 persen.
(maa/gbr)Sentimen: positif (99.6%)