Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Cirebon, Purwakarta
Kasus: pembunuhan
Tokoh Terkait
Ajukan PK ke MA, 7 Terpidana Kasus Pembunuhan Vina Ingin Dibebaskan
Medcom.id Jenis Media: News
Jakarta: Tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita, 16 dan Muhammad Rizky alias Eky, 16 segera mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Upaya PK dilakukan agar bebas dari hukuman penjara seumur hidup. "Betul kami akan segera mengajukan PK dalam waktu yang secepat mungkin," kata kuasa hukum tujuh terpidana Roely Panggabean kepada Medcom.id, Minggu, 11 Juli 2024. Sebelum mengajukan PK, tujuh terpidana terlebih dahulu telah melaporkan saksi Aep dan Dede ke Bareskrim Polri atas dugaan memberikan keterangan palsu dalam kasus pembunuhan di Cirebon, Jawa Barat itu. Roely berharap dengan pelaporan itu bisa merubah konstruksi hukum rangkaian peristiwa pidana tersebut. "Sehingga, akan merubah konstruksi berpikir hakim PK, bahwa peristiwa pidana tersebut tidak ada dan ujungnya akan membebaskan para terpidana dari jerat dakwaan jaksa. Itu sih harapan kami," ungkap Roely. Roely mengaku akan membawa banyak bukti saat mengajukan PK. Namun, dia tak bisa membeberkan satu persatu, dia hanya menyebut salah satu bukti yang akan dibawa nanti adalah penyelidikan dan penyidikan tidak menggunakan scientific crime investigation (SCI) secara lengkap. "Tidak ada pemeriksaan DNA, darah, dan seterusnya," ucapnya. Untuk diketahui, pengajuan PK ini pertama kali disampaikan politikus Dedi Mulyadi saat mendampingi tim kuasa hukum tujuh terpidana melaporkan Aep dan Dede di Bareskrim Polri. Meski kasus telah inkrah, kata Dedi, upaya PK masih bisa dilakukan untuk menguji hukum esensial, substansial, dan kebenaran. "Yang saya perjuangkan adalah hukum esensial, hukum substansial dan hukum kebenaran yang sejati dan itu masih ada ruang namanya PK," kata Dedi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 10 Juli 2024. Mantan Bupati Purwakarta ini yakin ketujuh terpidana tidak bersalah. Dia mengaku ingin membela yang tidak bersalah, memberikan ruang dan jalan agar ketujuh terpidana bisa bebas. "Tidak boleh negara ini menghukum orang yang tidak bersalah," ucapnya. Dedi memastikan keluarga ketujuh terpidana tidak akan menuntut ganti rugi bila menang dalam upaya PK. Pihak keluarga disebut hanya ingin tujuh terpidana bebas. Kuasa hukum ketujuh terpidana, Jutek Bongso menambahkan pihaknya akan turut mencantumkan proses grasi oleh ketujuh klien pada 2019 dalam memori PK. Jutek mengatakan para terpidana sempat diminta menandatangani formulir yang berisi pernyataan mereka bersalah. Ketujuh terpidana itu adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana. Ketujuh terpidana disebut sejatinya menolak menandatangani surat grasi yang berisi pengakuan bersalah. "Enggak ada itu pernyataan bahwa mereka bersalah, pendampingan itu, kan gitu makanya grasinya ditolak," katanya.
Jakarta: Tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita, 16 dan Muhammad Rizky alias Eky, 16 segera mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Upaya PK dilakukan agar bebas dari hukuman penjara seumur hidup."Betul kami akan segera mengajukan PK dalam waktu yang secepat mungkin," kata kuasa hukum tujuh terpidana Roely Panggabean kepada Medcom.id, Minggu, 11 Juli 2024.
Sebelum mengajukan PK, tujuh terpidana terlebih dahulu telah melaporkan saksi Aep dan Dede ke Bareskrim Polri atas dugaan memberikan keterangan palsu dalam kasus pembunuhan di Cirebon, Jawa Barat itu. Roely berharap dengan pelaporan itu bisa merubah konstruksi hukum rangkaian peristiwa pidana tersebut.
"Sehingga, akan merubah konstruksi berpikir hakim PK, bahwa peristiwa pidana tersebut tidak ada dan ujungnya akan membebaskan para terpidana dari jerat dakwaan jaksa. Itu sih harapan kami," ungkap Roely.
Roely mengaku akan membawa banyak bukti saat mengajukan PK. Namun, dia tak bisa membeberkan satu persatu, dia hanya menyebut salah satu bukti yang akan dibawa nanti adalah penyelidikan dan penyidikan tidak menggunakan scientific crime investigation (SCI) secara lengkap.
"Tidak ada pemeriksaan DNA, darah, dan seterusnya," ucapnya.
Untuk diketahui, pengajuan PK ini pertama kali disampaikan politikus Dedi Mulyadi saat mendampingi tim kuasa hukum tujuh terpidana melaporkan Aep dan Dede di Bareskrim Polri. Meski kasus telah inkrah, kata Dedi, upaya PK masih bisa dilakukan untuk menguji hukum esensial, substansial, dan kebenaran.
"Yang saya perjuangkan adalah hukum esensial, hukum substansial dan hukum kebenaran yang sejati dan itu masih ada ruang namanya PK," kata Dedi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 10 Juli 2024.
Mantan Bupati Purwakarta ini yakin ketujuh terpidana tidak bersalah. Dia mengaku ingin membela yang tidak bersalah, memberikan ruang dan jalan agar ketujuh terpidana bisa bebas.
"Tidak boleh negara ini menghukum orang yang tidak bersalah," ucapnya.
Dedi memastikan keluarga ketujuh terpidana tidak akan menuntut ganti rugi bila menang dalam upaya PK. Pihak keluarga disebut hanya ingin tujuh terpidana bebas.
Kuasa hukum ketujuh terpidana, Jutek Bongso menambahkan pihaknya akan turut mencantumkan proses grasi oleh ketujuh klien pada 2019 dalam memori PK. Jutek mengatakan para terpidana sempat diminta menandatangani formulir yang berisi pernyataan mereka bersalah.
Ketujuh terpidana itu adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana. Ketujuh terpidana disebut sejatinya menolak menandatangani surat grasi yang berisi pengakuan bersalah.
"Enggak ada itu pernyataan bahwa mereka bersalah, pendampingan itu, kan gitu makanya grasinya ditolak," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(END)
Sentimen: negatif (100%)