Sentimen
Netral (94%)
14 Jul 2024 : 20.23
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Kasus: korupsi

Luhut Datangi UI Ingin Ekonomi Tumbuh di Atas 6 Persen, Rhenald Kasali: Salah Tempat

15 Jul 2024 : 03.23 Views 2

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Luhut Datangi UI Ingin Ekonomi Tumbuh di Atas 6 Persen, Rhenald Kasali: Salah Tempat

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Prof. Rhenald Kasali, memberikan tanggapannya atas kunjungan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, ke kampusnya belum lama ini.

Kunjungan ini kabarnya bertujuan untuk belajar tentang pertumbuhan ekonomi di Fakultas Ekonomi UI.

Prof. Rhenald membeberkan, Luhut datang untuk meminta saran dari para guru besar mengenai cara mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen.

Namun, Rhenald menilai Luhut salah tempat karena mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen tidak hanya bergantung pada faktor ekonomi, dan tempat untuk membahas ini bukan di fakultas ekonomi semata.

"Saya pikir dengan teman-teman, kayaknya salah tempat nih. Karena mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen, faktornya bukan ekonomi. Tempatnya bukan di fakultas ekonomi," ujar Prof. Rhenald dalam video yang diunggah akun @MurtadhaOne1 dikutip Minggu (14/7/2024).

Prof. Rhenald menyatakan ada banyak aspek non-ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

"Ada aspek-aspek non ekonomi. Dulu ini kelas yang disediakan di Fakultas Ekonomi," tukasnya.

Ia mengingatkan bahwa ada kelas di Fakultas Ekonomi yang membahas faktor non-ekonomi dalam pembangunan, yang mencakup banyak masalah.

"Namun, namanya faktor non ekonomi dalam pembangunan dan itu masalahnya banyak," Prof. Rhenald menuturkan.

Ia juga menyinggung soal kedatangan Elon Musk ke Indonesia, yang pada akhirnya lebih banyak berinvestasi di negara tetangga, begitu pula dengan banyak tokoh lainnya.

"Jadi coba lihat Elon Musk, didatangi, didekati, datang ke sini, ternyata investnya di negara sebelah. Juga tokoh-tokoh yang lain, investasi di sebelah," tambahnya.

Menurutnya, ini terjadi karena faktor non-ekonomi yang mempengaruhi keputusan investasi mereka.

"Lebih banyak daripada kita, karena faktor non ekonominya," sebutnya.

Prof. Rhenald menekankan bahwa Indonesia sudah memiliki pasar yang besar, sumber daya alam yang baik, dan infrastruktur yang memadai.

"Kalau bicara ekonomi, banyak sudah kita punya. Punya pasar yang besar, sumber daya alam yang bagus, infrastruktur juga sudah bagus. Orangnya juga baik-baik. Kulturnya juga oke, tapi non ekonominya," cetusnya.

Namun, yang harus diperbaiki adalah masalah korupsi dan iklim investasi. Ia menyarankan agar menteri-menteri tidak perlu promosi ke luar negeri, melainkan fokus pada perbaikan korupsi dan penegakan hukum secara konsisten.

"Berantas korupsi, menteri-menteri gak usah promosi keluar negeri. Cukup perbaiki iklim investasi. Bukan yang dihitung dari survei-survei," imbuhnya.

"Tapi perbaiki korupsinya, sistem hukumnya ditegakkan, konsistensi," sambung dia.

Lebih lanjut, Prof. Rhenald menyarankan agar jumlah menteri dikurangi. Di negara-negara dengan banyak investor, jumlah menteri terbatas dan terdiri dari kalangan berpendidikan yang memahami cara mendatangkan investor.

"Batasi dan kurangi jumlah Menteri. Di negara-negara yang investornya banyak masuk. Karena jumlah menterinya terbatas dan terdiri dari kalangan berpendidikan yang ngerti bagaimana caranya mendatangkan investor," terangnya.

Sementara di Indonesia, jumlah menteri yang banyak justru memperlambat pengambilan keputusan dan menghambat proses investasi.

"Kita kebanyakan, bahkan mau ditambah lagi. Dengan jumlah Menteri yang banyak, yang ngambil keputusan juga banyak. Yang menghambat juga artinya semakin banyak," kuncinya.

Prof Rhenald menilai bahwa mengurangi jumlah menteri dapat mempercepat pengambilan keputusan dan memperbaiki iklim investasi di Indonesia. (Muhsin/Fajar)

Sentimen: netral (94.1%)