Sentimen
Menkes Budi Gunadi Wacanakan Impor Dokter Asing, Siti Fadilah Supari Singgung Keberhasilan Rezim Soeharto Distribusikan Dokter
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengembangkan wacana untuk naturalisasi tenaga kesehatan layaknya pemain timnas sepakbola.
Belakangan, wacana ini cukup memanas. Berawal dari pernyataan Budi dalam Forum Komunikasi Nasional Tenaga Kesehatan di Jakarta, Selasa (21/5/2024) lalu.
Menanggapi hal ini, mantan Menkes Siti Fadilah Supari yang menjabat era Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009 lalu tidak sependapat dengan Budi.
Siti Fadilah mempertanyakan apakah hal ini benar-benar penting untuk dilakukan. “Perlukah kita impor dokter dan dinaturalisasi?,” katanya dikutip X @pureblood_4ever pada Minggu (7/7/2024).
Menurut Siti Fadilah belum tentu tenaga yang akan didatangkan ke Indonesia memahami penyakit-penyakit yang ada di masyarakat.
“Pertanyaannya dokter yang pendidikan di sana nggak tahu korengan, gak tahu gudiken,” jelasnya.
Lanjutnya, kata Siti Fadillah, penilaian Budi yang menggunakan angka yang dikeluarkan WHo tidak dianalogikan dengan kebutuhan dalam negeri
“Beliau kok berpikir kita kurang dokter karena beliau bukan dokter, beliau memakai angka-angka WHO tanpa menganalogikan kebutuhan kita di dalam negeri,” imbuhnya.
Topik yang menjadi titik permasalahan sebenarnya adalah kesalahan dalam hal distribusi. Saat ini, kebanyakan dokter spesialis hanya ditemui di kota-kota besar.
“Begini, kita itu banyak banget dokter yang salah adalah distribusinya. Distribusinya semua ngumpul di kota-kota besar sehingga yang di daerah-daerah atau remote area itu kekurangan dokter spesialis,” jelasnya.
Padahal jika dibandingkan sebelum tahun 2004, Siti Fadilah mengatakan jika presiden kedua Soeharto pernah berhasil mengatur pendistribusian dokter di Indonesia.
“Sebelum 2004 pemerintah lah yang mengatur distribusi dokter. Jadi, pak Harto itu berhasil mendistribusikan dokter ke remote Area dengan programnya beliau Inpres (Instruksi Presiden),” imbuhnya lagi.
Namun, sayangnya selepas tahun 2004 terjadi perubahan dalam aturan perundang-undangan yang asli. Akibatnya terjadi liberalisasi kesehatan. Dimana pemerintah tidak lagi mengatur pendidikan dokter setelahnya.
“Bedanya setelah tahun 2004 ada satu perubahan yang luar biasa yang tadinya UUD 1945 18 Agustus yang berlaku menjadi Undang-Undang 2002 yang diamandemen dari UU yang asli, diamandemen 4 kali mulailah liberalisasi kesehatan pemerintah tidak lagi mengatur pendidikan dokter malah diatur IDI waktu itu,” pungkasnya. (Elva/Fajar).
Sentimen: positif (86.5%)