Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Event: Pilkada Serentak
Institusi: UII
Kab/Kota: Yogyakarta
Kasus: HAM, kekerasan seksual
Tokoh Terkait
HEADLINE: Skandal Asusila Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang Dipecat DKPP, Berujung Proses Pidana?
Liputan6.com Jenis Media: News
Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diselimuti awan kelam usai sang ketuanya, Hasyim Asy’ari terbukti bersalah dan melanggar etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Rabu 6 Juni 2024.
Pria yang pernah menjabat sebagai komisioner KPU Provinsi Jawa Tengah pada 2003-2008 ini disebut terbukti melakukan asusilanya terhadap CAT, petugas penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) Belanda. Yang bersangkutan dipecat dan menerima putusan tersebut.
Anehnya Hasyim justru menyampaikan ucapan terima kasih kepada DKPP. Hal itu membuat bingung, namun pernyataan yang singkat yang tak sampai 2 menit itu ditutup sepihak tanpa sesi tanya jawab.
"Pada kesempatan ini saya sampaikan Alhamdulillah dan saya mengucapkan terima kasih kepada DKPP yang telah memudahkan saya dari tugas-tugas berat dari anggota KPU yang menyelenggarakan pemilu," tuturnya di Kantor KPU RI Jakarta, Rabu 3 Juli 2024.
Hasyim bahkan tidak meminta maaf kepada masyarakat terhadap tindakannya, atau meminta maaf kepada pihak yang menjadi korban tindak asusilanya. Kecuali kepada awak media yang dinilai menjadi corong publikasi setiap kegiatan KPU RI.
"Kepada teman-teman jurnalis yang selama ini berinteraksi dan berhubungan dengan saya, sekiranya ada kata atau tindakan saya kurang berkenan, saya mohon maaf," singkatnya.
Bukan kali ini saja, Hasyim tersandung kasus. Dia pernah terlibat skandal pelanggaran kode etik dengan Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni atau Wanita Emas yang berujung DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepadanya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati berharap ini membuat efek jera bagi para penyelenggara pemilu agar bisa lebih profesional dalam bekerja.
"Putusan ini harusnya bisa memberikan efek jera agar penyelenggara pemilu tidak lagi mengulangi perbuatan yang melanggar etika dan profesionalitas penyelenggara pemilu, setelah berkali-kali mendapatkan sanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (4/7/2024).
Khoirunnisa mengungkapkan, kasus yang menimpa Hasyim ini jelas menurunkan marwah KPU sebagai penyelenggara pemilu, terlebih kasusnya adalah asusila.
"Jelas (menurunkan marwah KPU), apalagi kasusnya asusila. Dan ini bukan baru pertama kali terjadi. Untuk HA (Hasyim Asy’ari) sendiri ini merupakan kasus yang berulang, sebelumnya dia pernah terkait kasus dengan Wanita Emas. Kasus serupa juga terjadi di daerah dan banyak juga yang dilaporkan ke DKPP," ungkap dia.
Khoirunnisa juga berharap, kasus ini dijadikan pelajaran dan menginspirasi bagi para korban yang mendapatkan perlakukan serupa atau mirip dengan kasus Hasyim ini.
"Peristiwa ini diharapkan bisa menginspirasi korban-korban lain untuk melapor. Apalagi di sidang kemarin kita lihat bawah kasus ini mendapatkan perhatian dari Komnas HAM dan juga Komnas Perlindungan Perempuan. Dan keduanya hadir di persidangan untuk menguatkan korban. Artinya ketika ada korban yang melapor akan ada support system yang akan mendukung," kata dia.
Sementara, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI) Jeirry Sumampow menegaskan, KPU memiliki persoalan internal yang akut. Contohnya, banyak kebijakan yang aneh dan tak sesuai dengan nilai, prinsip dan norma pemilu yang baik dan benar.
Dia mencatat, noktah merah KPU seolah diabaikan dengan banyak substansi berpemilu yang baik dan benar.
"Banyaknya masalah dan kontroversi yang muncul terkait dengan KPU dalam menjalankan tahapan pemilu sebelumnya dan pilkada kini agaknya sedikit banyak dipengaruhi oleh perilaku perilaku yang tak terpuji, yang selama ini memang tak terungkap ke publik," ungkapnya.
Jeirry berharap dengan pemberhentian Hasyim, KPU bisa berbenah dan menjadi penyelenggara pemilu yang lebih baik.
"Harapannya KPU dapat memperbaiki diri dan bisa lebih profesional dan independen dalam melaksanakan tahapan Pilkada Serentak," jelasnya.
Bakal Masuk Ranah Pidana?
Kuasa hukum korban asusila Hasyim, Aristo Pangaribuan, mengatakan, merasa puas dengan putusan DKPP tapi juga sedih. Pasalnya, bukan hanya teguran keras lagi tapi sudah diberhentikan dari jabatan.
"Di sisi lain juga sebenarnya sedih, ternyata begini ya kekuasaan, utama kekuasaan di lembaga pemilihan umum ini dikelola. Bagaimana ada metodologis menggunakan kekuasaan itu untuk nafsu pribadinya," kata dia seperti dikutip Kamis (4/7/2024).
Terkait akan dibawa ke ranah pidana, Aristo mengatakan, semuanya melihat nanti. Pasalnya, kalau dilihat dari sisi pelanggaran, memang ada.
"CAT sendiri ini sebenarnya domisilinya enggak di sini. Dia antara one step closer itu atau dia ingin move on dengan hidupnya. Tapi nanti kita lihat lah situasinya. Kalau pelanggaran kan sudah jelas tadi pelanggaran," ungkap dia.
Aristo juga mengungkapkan, jika ada pihak lain ingin membawa ke ranah pidana, tentu menggunakan keterangan dari korban. Sehingga, tidak bisa bertindak sendiri.
"Perlu keterangan dari korban, karena keterangan korban di Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual itu alat bukti utama. Tapi persoalannya bolak balik (Belanda-Indonesia). Nanti menunggu, diperiksa. Tapi nanti kita lihat, one step closer," jelas dia.
Aristo juga menjelaskan, pihaknya sudah menyiapan pendampingan psikolog untuk korban.
"Kami sudah siapkan, saya sudah jelaskan juga sebenarnya. Kami bilang sebenarnya enggak usah datang sidang putusan, tapi dia tetap mau datang. Sekarang itu misi hidupnya adalah mengejar keadilan buat dirinya. Kami sebagai kuasa hukum membantu," kata dia.
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir mengatakan, sebenarnya sebagai bukti awal, cukup untuk diproses.
"Syaratnya harus ada pengaduan dari pihak perempuan yang menjadi korban pada kasus tersebut," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (4/7/2024).
Mudzakir mengungkapkan, jika memang ada korban lain dan belum berproses, bisa bergabung untuk mengadukan Hasyim, dan prosesnya harus cepat untuk mencegah kejadian serupa.
Dia pun mengkritik DKPP, yang pada putusan sebelumnya, hanya memberikan teguran keras kepada Hasyim, sehingga terjadi perbuatan asusila ini.
"Sebaiknya lembaga lain mengevaluasi oknum DKPP yang menyetujui dan memutuskan putusan kepada HA yang menyebutkan putusan keras yang terakhir (pada kasus sebelumnya). Kenyataannya, HA mengulang, mengulang, dan mengulang, dan baru sekarang putusan memecat," jelas Mudzakir.
Dia juga menyayangkan, putusan DKPP hanya sekedar etik dan tidak dikualifikasikan sebagai pelanggaran hukum pidana.
"Dan sayang tidak ada rekomendasi untuk diadukan ke aparat penegak hukum," tutur Mudzakir.
Sementara, mantan anggota Bawaslu, Wahidah Suaib menambahkan, Hasyim Bisa dipidana dengan UU TPKS 2023, di mana korban sendiri bisa mengadu ataupun melalui kuasa hukumnya.
Di mana dalam UU TPKS pasal 6 huruf setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan wewenang kepercayaan, memanfaatkan kerentanan, memaksa untuk melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dipidana paling lama 12 tahun atau pidana 300 juta.
"Jadi penting ditelusuri peristiwa yang disebut DKPP bahwa melihat ada upaya pemaksaan dari pelaku itu harus kita tahu korbannya ini," kata dia di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Kasus Ini juga dipidana dalam hal kekerasan seksual, sesuai pasal 15 di mana saat perbuatan TPKS dilakukan oleh pejabat publik, pemberi kerja atau atasan maka ada hukuman pemberatan.
"Posisi Hasyim pejabat publik jadi terkena pasal pemberatan hubungan apabila ini dilaporkan," jelas Wahidah.
Sentimen: negatif (100%)