Sentimen
Negatif (99%)
27 Jun 2024 : 10.55
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Depok

Kasus: KKN

9 Dosa Rezim Jokowi Dikuliti Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Istana Balas Pakai Hasil Survei

27 Jun 2024 : 17.55 Views 2

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

9 Dosa Rezim Jokowi Dikuliti Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Istana Balas Pakai Hasil Survei

PIKIRAN RAKYAT - Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menjawab kritik terhadap Presiden Jokowi dalam Sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa. Sebagai 'balasan', dia membahas hasil survei kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin yang mencapai tingkat kepuasan publik sebesar 75,6 persen.

"Sebagaimana hasil survei lembaga-lembaga yang kredibel, misalnya, Litbang Kompas yang baru saja menunjukkan tingkat kepuasan pada kinerja Pemerintahan Jokowi mencapai 75,6 persen," tuturnya di Jakarta, Selasa 25 Juni 2024.

Ari Dwipayana mengatakan bahwa kritik terhadap Jokowi akan dijadikan masukan yang konstruktif, untuk memperbaiki kinerja di semua bidang pemerintahan. Namun di tengah kritik tersebut, Presiden dan pemerintah juga mendapatkan apresiasi, dukungan, dan kepercayaan yang positif dari masyarakat.

"Pemerintah terbuka menerima kritik ataupun dukungan terhadap jalannya pemerintahan. Kritik merupakan hal yang lazim dalam negara demokrasi," ujarnya.

Hasil Survei Kepuasan

Hasil survei Litbang Kompas yang disinggung Ari Dwipayana merinci bahwa masyarakat menganggap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin berhasil melakukan pemerataan pembangunan dengan tingkat kepuasan mencapai 74,5 persen.

Kepuasan terhadap pemerataan pembangunan menjadi indikator dengan tingkat apresiasi tertinggi terhadap Jokowi di bidang ekonomi. Survei tersebut menyebutkan metode penelitian dengan melibatkan 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi.

"Dengan kata lain, dalam demokrasi yang sehat adalah lumrah terjadi perbedaan pandangan, persepsi, dan penilaian terhadap kinerja pemerintah," tutur Ari Dwipayana.

Menurutnya, yang penting masyarakat bisa saling menghormati perbedaan pandangan yang ada.

'Nawadosa' Rezim Jokowi

Organisasi masyarakat sipil menggelar Mahkamah Rakyat Luar Biasa untuk mengadili pemerintahan Jokowi pada Selasa 25 Juni 2024 di Wisma Makara Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Gugatan mereka dinamai sebagai “Nawadosa” rezim Jokowi alias sembilan dosa rezim Jokowi.

Mahkamah Rakyat Luar Biasa memanggil tergugat rezim Jokowi untuk hadir dan mempertanggungjawabkan berbagai kebijakan yang mereka keluarkan yang telah melanggar hak-hak konstitusional rakyat.

Surat panggilan tersebut telah dilayangkan hari ini kepada Jokowi dan berbagai partai politik yang telah mensponsori, mendukung, atau membiarkan berbagai kebijakan yang berdampak buruk bagi rakyat. Selain itu, tidak mendukung usulan-usulan kebijakan yang melindungi rakyat. Panggilan dilayangkan melalui surat yang dikirimkan kepada kantor-kantor serta akun-akun media sosial resmi para tergugat.

Mahkamah Rakyat Luar Biasa digelar karena secara empiris rezim Jokowi dinilai telah membiarkan, dan bahkan secara sengaja menyebabkan terbajaknya lembaga-lembaga negara oleh kepentingan sempit akan kekuasaan serta profit jangka pendek dan akumulasi kekuasaan para oligarki atau state-capture. Terbajaknya lembaga-lembaga negara tersebut, akhirnya menghasilkan berbagai kebijakan yang secara langsung atau tidak langsung, melanggar hak-hak konstitusional rakyat sebagaimana dijamin dalam konstitusi Republik Indonesia.

“Tidak hanya itu, ruang bagi rakyat untuk mendapatkan keadilan juga semakin sempit. Tidak hanya lembaga eksekutif dan legislatif yang terbajak, namun juga lembaga yudikatif. Rakyat benar-benar dibuat tidak berdaulat, dan Rezim Jokowi telah jelas-jelas menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan, mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi,” tutur Juru Bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Edy Kurniawan dalam siaran pers, Senin 24 Juni 2024.

Rezim Jokowi akan dimintai pertanggungjawaban atas sembilan isu kebijakan yang merugikan hak-hak konstitusional rakyat dan membuat rakyat menjadi rentan dan semakin rentan di hadapan berbagai ancaman krisis multidimensi yang semakin tampak dan terasa. Rakyat bahkan dibuat kesulitan mengakses kebutuhan-kebutuhan dasar yang seharusnya dijamin oleh negara.

“Pertanggungjawaban itu ditagih karena kebijakannya yang merampas ruang dan menyingkirkan masyarakat; melanggengkan kekerasan, persekusi, kriminalisasi dan diskriminasi; melanggengkan impunitas serta kejahatan kemanusiaan; merusak sistem pendidikan dengan komersialisasi, penyeragaman, serta penundukan; mendorong eksploitasi sumber daya alam secara masif serta solusi-solusi palsu atas krisis iklim; melestarikan KKN serta koruptor; memperparah sistem kerja yang memiskinkan serta menindas pekerja; membajak legislasi; serta militerisasi dan militerisme,” kata Edy Kurniawan.***

Sentimen: negatif (99.9%)