Reza Rahadian Minta Prabowo-Gibran Bentuk Kementerian Budaya
Gatra.com Jenis Media: Nasional
Jakarta, Gatra.com – Mantan Ketua Festival Film Indonesia (FFI), Reza Rahadian, mengharapkan pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, membentuk Kementerian Kebudayaan.
“Harapan saya tentunya dan banyak teman-teman seniman yang lain, Indonesia harus punye Kementerian Kebudayaan,” kata Reza dalam acara “Jalan Kebudayaan 2024” yang merupakan bagian dari Peringatan 7 Tahun UU Pemajuan Kebudayaan di Kemendikbudristek, Jakarta, pada akhir pekan ini.
Aktor utama dalam film “Habibie & Ainun” ini mengungkapkan, telah banyak negara yang mempuyai Kementerian Kebudayaan meski negara-negara tersebut hanya mempunyai satu budaya atau mono culture.
“Ada banyak negara-negara yang monokultur, monokultur punya kementerian kebudayaannya sendiri. Ministry of Culture,” ujarnya.
Ia menyampaikan, sejumlah negara mempunyai Kementerian Kebudayaan meski budayanya monokultur karena menyadari bahwa kebudayaan ini mempunyai efek domino yang sangat besar sekali terhadap kemajuan kebudayaan yang mereka usung. “Penetrasinya clear, soft power diplomacy-nya clear,” ujarnya.
Ia menyampaikan, Indonesia harus mempunyai Kementerian Kebudayaan karena negeri ini kaya akan ragam budaya. Nantinya Kementerian Kebudayaan yang fokus menjaga dan memajukan aneka budaya Indonesia tersebut.
“Ya biar fokus, apalagi Indonesia, kita begitu banyak aset kebudayaan, kita punya banyak ragam budaya di Indonesia, I thing it's about time,” ucapnya.
Kementerian Kebudayaan nantinya fokus pada aspirasi pekerja seni dan budaya, baik oleh masyarakat sipil dan para stakeholder lainnya. “Itu sangat menjadi harapan yang besar, mudah-mudahan itu bisa terwujud,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa yang ditunjuk sebagai menteri kebudayaan adalah orang atau sosok yang benar-benar memahami kebudayaan dan bukan sekadar bagian dari bagi-bagi jatah kekuasan untuk partai tertentu.
“Kalau Kementerian Kebudayaan sudah berdiri sendiri nih, semoga ini bukan jatah dari partai A atau B tapi memang diisi oleh orang-orang yang memahami apa itu kebudayaan,” tandasnya.
Lebih lanjut Reza menyampaikan hasil kolaborasi Kemendikbudristek melalui Dirjen Kebudayaan dengan stakeholer perfilman Tanah Air. Menurutnya, telah menghasilkan berbagai capaian, baik di tingkat nasional dan internasional.
“Saya sebagai pelaku di industri film tentu merasakan manfaat yang sangat besar ketika kolaborasi ini terjadi dengan sangat komprehensif,” ucapnya.
Ia mengungkapkan, setelah ditunjuk sebagai Ketua FFI, bersama Komite FFI memulai tahun pertamanya pada 2021. Pihaknya berkoordinasi dengan Kemendikbudristek sebagai partner utama yang menaungi FFI.
“Tentu seperti biasa, sebagai pelaku industri, di awal mempunyai banyak pertanyaan, akan sejauh apa komitmen pemerintah yang bisa diberikan kepada kami, lalu apa-apa saja yang dikehendaki dan apa yang ingin kami sampaikan, itu semua terfasilitasi,” ujarnya.
Dari hasil kolaborasi tersebut, lanjut Reza, lahirlah FFI yang berpengaruh besar pada ekosistem Indonesia secara umum, khususnya di sektor perfilman. Pertama, tentunya adalah kebangkitan kembali FFI.
“Saya merasa bahwa selama 3 tahun dengan dukungan dari Kemendikbudristek begitu kuat. kami mampu mengaplikasikan berbagai hal yang tadinya itu masih cita-cita, angan-angan,” katanya.
Terwujudnya sejumlah cita-cita itu tak lepas dari peran penting pemerintah, khususnya Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek yang memberikan perhatian kepada industri film, musik, dan seni-seni lainnya.
“FFI 2021melahirkan sistem yang baru yang kami sebut dengan sistem hybrid, menggabungkan antara penilaian voting dan dewan juri sehingga meritokrasinya menjadi spesifik,” katanya.
Kemudian di tahun kedua, ujar Reza, pihaknya mempunya misi yang lain bersama Kemendikbud. “Waktu itu kami menyampaikan ke Pak Hilmar, Mas Menteri. Rasanya kita sudah waktunya kita punya pahlawan dari industri film yang mewakili industri seni, khususnya film,” kata dia.
Selanjutnya pihaknya menemui dan berdialog dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang usulan Pahlawan Nasional dari bidang film. “Pak Haji Usmar Ismail sebagai Pahlawan Nasional lewat biang film, itu lagi-lagi hasil kolaboratif antara pemerintah dengan stakeholder perfilman Indonesia,” ujarnya.
Sedangkan di tahun ketiga, kata Reza, pihaknya berbicara mengenai isu yang sangat penting yaitu bagaimana merayakan film Indonesia di tengah kancah internasional. Banyak pencapaian yang sangat luar biasa, di antaranya ?banyak film Indonesia yang meraih prestasi di festival-festival besar yang waktunya sangat lama di luar negeri.
“Ini juga menjadi magnet tersendiri bahwa kita bisa melihat dukungan yang besar terhadap film Indonesia sehingga para pelakunya merasa dilihat, diperhatikan, dan betul-betul difasilitasi,” katanya.
Selain itu, terjadi perubahan mengenai pola penghadiran berbagai acara perfilman di luar negeri. Sebelumnya jumlah dari pemerintah lebih banyak dari insan perfilman yang berangkat menjadi sebaliknya.
“Itu tidak terjadi for the past for five years, mulai sangat berkembang jauh. Akhirnya orang filmnya yang betul-betul menjadi refresentasi dari negaranya difasilitasi oleh pemerintah terkait,” ujarnya.
Selain itu, banyak prestasi lainnya yang telah lahir pada tahun ketiga, di antaranya banyaknya kerja sama, misalnya dari hasil peluncuran program pemberian insentif kepada pelaku film yang berhasil memproduksi film ko-prouduksi kelas internasional.
“Tahun lalu di Cannes Film Festival, Indonesia melalui Kemendikbud me-lauch sebuah program yang disambut positif banyak film maker, khususnya produser di luar negeri,” ujarnya.
Reza menyampaikan, itu merupakan satu program buah dari komitmen pemerintah Indonesia untuk memberikan dukungan penuh terhadap kolaborasi coproduction antara Indonesia dengan rumah produksi dari luar dengan sistem yang sudah ditata sedemikian rupa.
Menurutnya, di sini pentingnya sinergi antara pemerintah dan stakeholder perfilman. Tapi lagi-lagi kalau bicara kebudayaan, khususnya tentang film sebagai diplomasi budaya, ini memang tidak serta merta hanya bisa dikerjakan oleh orang-orang yang sangat birokratif.
“Perlu ruang diskusi dengan sesama pelaku dan pemerintah yang memang memiliki kepedulian terhadap apa sih pentingnya kebudayaan, kenapa kebudayaan itu penting,” katanya.
Reza selalu melihat bahwa kebudayaan itu sebagai soft power yang sangat kuat sebagai alat diplomasi kemajuan sebuah bangsa. Melalui kebudayaan bisa melihat karakter seseorang dan kemajuan sebuah bangsa.
“Melalui kebudayaan kita bisa melihat bagaimana potret dari refleksi realita yang ada di masyarakat melalui film, musik, pertunjukan teater, dan lain-lain,” katanya.
Reza mengungkapkan, manusia juga merupakan aset kebudayaan itu sendiri yang bisa melestarikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya..Ia mengharapkan Jalan Budaya 2024 yang dihelat oleh Dirjen Budaya menjadi salah satu momentum untuk meningkatkan sumber daya menusia di bidang kebudayaan.
“Mudah-mudahan Jalan Kebudayaan ini menjadi salah satu momentum yang kita bisa jadikan saat yang penting untuk merefleksi, memikirkan kembali kenapa kebudayaan itu penting,” ucapnya.
7
Sentimen: positif (100%)