Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Semarang, Bogor, Karanganyar, Pekalongan
Kasus: pengangguran, PHK
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Alasan Pak Jokowi & Prabowo Harus Was-Was Saat Banyak Pabrik Bangkrut
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) bertumbangan satu per satu di Indonesia membuat terjadinya pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap pekerjanya.
Permasalahan itu pun memberikan efek domino terhadap perekonomian di dalam negeri seperti anjloknya daya beli masyarakat hingga tingginya barang-barang produk industri tanah air.
Setidaknya sudah 6 pabrik tekstil yang telah gulung tikar, berdasarkan data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), dengan jumlah pegawai yang terkena PHK sebanyak 11.000 orang. Di Jawa Barat, bahkan jumlah pabrik yang tutup, berdasarkan data Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) sudah 22 pabrik yang tutup.
"Potensi PHK di sektor TPT masih terus berjalan. Penyebabnya semua hampir sama, order turun sampai enggak ada order sama sekali. Karena itu, pemerintah harus segera turun tangan," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi, dikutip Rabu (19/6/2024).
Sementara itu, Anggota DPD dari daerah pemilihan Jawa Tengah, Casytha Arriwi Kathmandu mengatakan di Jawa Tengah juga terjadi PHK besar-besaran di pabrik TPT karena memang permasalahan gempuran impor produk TPT hingga regulasi seperti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024.
"Saya ingin beri informasi juga bahwa ada beberapa tekstil tutup di Jawa Tengah di Karanganyar estimasi 1.500 orang sudah kena PHK, di Semarang 8.000 orang di-PHK, terakhir di Pekalongan satu pabrik tekstil sudah 700 di-PHK," ucap Casytha.
Dengan jumlah 10.200 orang yang sudah terkena PHK akibat berbagai pabrik di daerah Jawa Tengah itu bangkrut, Casytha meyakini jumlah pengangguran dan tingkat kemiskinan di daerah itu ke depan akan membengkak.
"Ini saya mau tanya sebetulnya arahnya antara peraturan keluar dengan visi Indonesia Emas korelasinya di mana karena pasti tingkat pengangguran di Jawa Tengah naik bukan menuju nol, tingkat kemiskinan pasti naik dengan adanya PHK ini," tegasnya.
Tidak hanya berimplikasi terhadap peningkatan pengangguran dan kemiskinan akibat hilangnya pendapatan rutin si pekerja, tutupnya pabrik di berbagai wilayah itu juga berdampak pada bisnis lainnya, seperti kos-kosan atau kontrakan yang menjadi sepi, hingga katering yang tak lagi ada pembeli.
Pantauan tim CNBC Indonesia, Kamis (13/6/2024) di lokasi salah satu pabrik kosong di Provinsi Jawa Barat, tutupnya pabrik dan PHK massal membuat hiruk pikuk pekerja pabrik yang biasanya menghidupkan aktivitas ekonomi di wilayah sekitarnya hilang seketika.
Komarudin, seorang Kepala Dusun yang tempat tinggalnya persis di samping pabrik, terpaksa harus menjual beberapa unit kontrakannya karena sepi akibat ditinggal para buruh.
"Saya dulu punya kontrakan 15 (pintu), sekarang hanya tersisa 11 (pintu) saja, empat nya lagi dijual setelah pabrik itu bangkrut. Sangat kerasa banget ya (dengan ditutupnya pabrik), karena nggak ada yang ngontrak, kan hasilnya dari kontrakan doang. Bukan sepi lagi pokoknya mah," kata Komarudin.
Euis Mawati, pemilik usaha katering dan kantin yang masih berada di kawasan pabrik pun mengaku ikut terkena dampaknya. Ia terpaksa harus menutup usahanya dan merumahkan karyawannya, ketika mendapatkan kabar pabrik yang biasanya sumber orderan tutup.
"Saya sekarang sama sekali nggak ada pemasukan. Dulu saya punya karyawan 4 orang, karena selain katering ada kantin buat menyediakan makan siangnya (para buruh pabrik), sekarang katering dan kantin sudah nggak ada, karyawannya juga sudah saya rumahkan semua," ujar Euis.
Foto: Suasana kondisi ribuan alat mesin jahit yang ditutup kain dan tidakk terpakai di kawasan pabrik garmen, Kabupaten, Bogor, Kamis, (13/6/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)Suasana kondisi ribuan alat mesin jahit yang ditutup kain dan tidakk terpakai di kawasan pabrik garmen, Kabupaten, Bogor, Kamis, (13/6/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Selain Komarudin dan Euis, ada Iskandar juga yang merupakan tukang ojek pangkalan, terkena dampak akibat adanya penutupan pabrik.
"Dampaknya terasa lah. (Setelah pabrik tutup) ekonominya kurang, kadang kita mesti cari kerja yang lain. Alhamdulillah kita punya teman yang ajak (jadi kuli) bongkaran. Kalau ngojek terus susah. Waktu ada pabrik kita setengah hari sudah bisa dapat Rp70.000, kalau sehari ya dihitung lumayanlah," ucap Iskandar.
Seiring dengan besarnya gelombang PHK itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Mei 2024 menurun menjadi 125,2, berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia (BI). Lebih rendah dari 127,7 pada April 2024. Kendati turun, IKK tetap berada dalam area optimis (>100) yaitu sebesar 125,2.
Bila dibedah lebih jauh, porsi pengeluaran responden untuk konsumsi juga terus mengalami penurunan berdasarkan survei tersebut. Pembelian durable goods atau barang tahan lama turun dari 116,4 pada Maret, menjadi 112,7 para Mei 2024.
Penurunan terjadi di semua kelompok pengeluaran. Responden dengan pengeluaran Rp3,1-4 juta mengalami penurunan terdalam, yakni menjadi 112 dari 122,1 pada bulan sebelumnya. Kemudian, rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi juga turun, dibandingkan bulan sebelumnya, yakni 73,6% menjadi 73% pada Mei 2024.
Sejalan dengan potensi konsumsi masyarakat ke depan yang lesu di tengah besarnya tekanan PHK, penjualan barang-barang di dalam negeri pun ikut tertekan. Data terbaru Survei Penjualan Eceran BI per April 2024 telah menunjukkan indeks penjualan riil atau IPR sudah terkontraksi sebesar 2,7% dari 242,9 menjadi hanya 236,3. Bahkan perkiraan penjualan riil pada Mei 2024 turun lebih dalam menjadi hanya sebesar 233,9.
Sepanjang kuartal I-2024, barang-barang durable goods atau yang bertahan lama bahkan telah terkontraksi drastis, khususnya untuk kendaraan roda empat. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), wholesales atau penjualan dari pabrik ke diler sepanjang Januari-Mei 2024 yakni sebanyak 334.969 unit. Angka tersebut jeblok 21% yoy dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni dengan penjualan 423.771 unit.
Kalangan ekonom pun mengingatkan, merosotnya penjualan barang yang termasuk ke dalam kategori durable goods menjadi pertanda bahwa daya beli masyarakat tengah tertekan. Artinya, pendapatan mereka tidak sepadan dengan kebutuhan untuk bertahan hidup maupun meningkatkan kualitas hidupnya.
"Tren penurunan pembelian durable goods saat ini memang menjadi indikasi dari pelemahan daya beli masyarakat, sehingga mereka cenderung menunda pembelian durable goods yang relatif mahal dan bisa di tunda," ucap Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede.
Efek rambatan dari PHK ini pun berpotensi mengganggu target Presiden Joko Widodo dan Presiden Terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan berpendapatan tinggi pada 2045 mendatang. Kekhawatiran ini pun telah disampaikan para anggota DPR di Komisi XI seperti Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Frederic Palit dan Anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Anis Byarwati.
"Ini saya bicara fakta, artinya bahwa dengan kondisi seperti ini, ini tantangan yang harus kita pecahkan, dan ketika kita ingin mencapai Indonesia Emas jangan sampai Indonesia Cemas, karena target-targetnya enggak tercapai," kata Anis dalam rapat yang digelar di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Merespons hal itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengakui kekhawatiran DPR itu juga sebetulnya kini tengah menjadi kekhawatiran pemerintah, khususnya di Kementerian PPN/Bappenas. Maka, saat ini tengah disusun berbagai strategi baru untuk mencegah kegagalan visi Indonesia Maju pada 2045, salah satunya fokus dengan memperbaiki indikator Gross National Income (GNI) per capita.
"Kegelisahan kita, apakah kita akan lolos di middle income trap atau tidak kan itu pertanyaan besar kita di depan. Karena kalau kita tidak aware, ya kita lewat itu, saya setuju itu. Kami semua di Bappenas juga mencoba menghitung itu," ucap Suharso.
GNI per capita atau indikator pendapatan per kepala di Indonesia saat ini sebesar US$ 4.580 per tahun, setara Rp 75 juta atau Rp 6,25 juta per bulan. Untuk menjadi negara maju, Suharso mengatakan, GNI per kapita harus naik menjadi US$ 14.000 setara Rp 227,88 juta per tahun atau Rp 18,99 juta per bulan.
Maka untuk mencapai target itu pada 2045, pendapatan per kapita masyarakat menurutnya harus naik menjadi sebesar US$ 7.500 setara Rp 122,08 juta per tahun atau Rp 10,17 juta mulai 2029, melalui penciptaan lapangan kerja dari investasi serta peningkatan produktivitas masyarakat. Jika angka target pendapatan itu tidak tercapai, ia khawatir visi Indonesia Maju 2045 tak tercapai.
"Kalau kita bisa mencapai US$ 7.500 per kapita, maka window opportunity dalam 2025 ke 2029 mudah-mudahan membawa kita track untuk mencapai di US$ 26.000 ke atas pada 2045. Tapi kalau ini enggak tercapai, kami khawatir, seperti kekhawatiran kita semua," katanya.
[-]
-
PHK Jelang Lebaran Nyata, Ini Datanya(haa/haa)
Sentimen: negatif (100%)