Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Cirebon, Purwakarta
Kasus: pembunuhan
Tokoh Terkait
Mencengangkan, Curahan Hati Dedi Mulyadi: Rentetan Kejadian Ganjil di Balik Tragisnya Kasus Vina Cirebon dan Fakta Mengejutkan yang Terungkap!
TVOneNews.com Jenis Media: News
Jakarta, tvOnenews.com - Kasus tewasnya Vina Cirebon dan kekasihnya, Eki, di Cirebon pada tahun 2016 telah menjadi sorotan publik, terutama setelah mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, mengungkap sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus Vina Cirebon tersebut.
Dedi Mulyadi, yang merasa empati terhadap tragedi ini, melakukan investigasi pribadi dan menemukan beberapa fakta yang dianggap mencurigakan.
Curahan hati Dedi Mulyadi tentang kasus pembunuhan Vina Cirebon.. Sumber:l kolase tvOnenews/Tangkapan Layar Youtube KDM/Poster Film Vina
Dalam wawancara eksklusif di kanal Youtube Cumicumi, Dedi Mulyadi berbicara panjang lebar mengenai kasus Vina Cirebon yang mengguncang masyarakat tersebut. Menurutnya, sejak awal, ada banyak kejanggalan dalam investigasi.
"Saya melihat kasus ini dari awal juga sangat ganjil. Peristiwa terjadi lama, tapi kok tidak tuntas. Kemudian para terpidana dihukum seumur hidup, sangat luar biasa," ujar Dedi Mulyadi. Ia menambahkan, rasa kemanusiaannya sangat terketuk oleh kejadian ini.
Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa ia telah melakukan investigasi sendiri dengan menemui mantan narapidana dan saksi kunci kasus Vina Cirebon ini.
Salah satu hal yang paling mengganjal adalah tidak adanya alat bukti kuat seperti sidik jari atau tes DNA yang mengaitkan para terpidana dengan kejadian tersebut. "Mereka dipenjara hanya berdasarkan keyakinan," kata Dedi Mulyadi.
Rentetan kejadian yang ganjilDalam penelusurannya, Dedi Mulyadi menemukan banyak kesaksian yang bertolak belakang. Salah satu contoh adalah perbedaan antara pengakuan Pak RT dengan kesaksian para terdakwa.
"Pertanyaannya adalah kalau mereka benar dipenjara seumur hidup dan tidak ada alat bukti, lantas keterangan siapa yang dapat dipercaya?" tanyanya.
Dedi Mulyadi juga menyebut bahwa ia menemui saksi-saksi seperti Saka Tatal dan keluarga Sudirman.
Menurut Dedi Mulyadi, keluarga Sudirman mengatakan bahwa Sudirman ada di rumah saat kejadian, meskipun ada yang menyebut ia memiliki keterbelakangan mental. "Saya menangkap kejujuran dari keluarga itu," jelas Dedi Mulyadi.
Kesaksian yang tidak sinkron
Iptu Rudiana dan potret Vina Cirebon. Sumber: kolase tvOnenews.com
Dalam investigasinya, Dedi Mulyadi menemui berbagai saksi dan mantan narapidana yang terlibat dalam kasus Vina Cirebon ini.
Salah satu saksi kunci adalah Pak RT, yang memberikan keterangan bahwa anaknya tidak terlibat dalam geng yang diduga melakukan pembunuhan terhadap Vina dan Eki.
Namun, kesaksian ini bertolak belakang dengan pengakuan para terdakwa yang mengklaim bahwa mereka tidak terlibat dalam kejadian tersebut.
Dedi Mulyadi juga menyoroti kesaksian Linda, yang mengaku kerasukan arwah Vina, serta peran Iptu Rudiana, ayah Eki, yang dianggap sangat aktif dalam menangkap para terpidana.
Linda mengklaim bahwa ia mendapat petunjuk dari arwah Vina yang menunjukkan kejanggalan dalam kasus Vina Cirebon ini.
Meskipun cerita ini terdengar aneh, Dedi merasa bahwa ini perlu diselidiki lebih lanjut.
Kejanggalan dalam proses penangkapanDedi Mulyadi juga menemukan kejanggalan dalam proses penangkapan para terdakwa kasus Vina Cirebon.
Ia menyatakan bahwa ada dua DPO (Daftar Pencarian Orang) yang dianulir oleh Polda Jawa Barat, yang menimbulkan pertanyaan tentang keabsahan kasus Vina Cirebon ini.
Ia merasa aneh bahwa dua orang yang diduga berperan aktif dalam pembunuhan Vina dan Eki tiba-tiba dianulir dari daftar DPO, sementara terdakwa lainnya tetap dipenjara.
Lebih lanjut, Dedi Mulyadi bertanya-tanya mengapa penangkapan Eki Setiawan, salah satu terdakwa kasus Vina Cirebon, dilakukan dengan cara yang mencurigakan.
Menurutnya, Eki yang bekerja sebagai kuli bangunan, tidak mungkin melakukan pembunuhan seprofesional itu.
Hal ini menambah daftar panjang kejanggalan yang ditemukan oleh Dedi dalam kasus Vina Cirebon ini.
Testimoni yang bertentanganSalah satu saksi penting, Liga Akbar, mencabut keterangannya dan mengaku bahwa ia diarahkan oleh penyidik saat memberikan kesaksian.
Liga Akbar menyatakan bahwa ia dipaksa untuk memberikan keterangan yang menguntungkan penyidik dan merugikan para terdakwa.
Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa penyidik mungkin telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan dalam mengarahkan saksi-saksi untuk memberikan keterangan yang tidak benar.
Dedi Mulyadi merasa bahwa ada permainan di balik layar yang menyebabkan para terdakwa dijebak dan dihukum berdasarkan bukti yang lemah.
Ia berpendapat bahwa jika para terdakwa benar-benar bersalah, maka mereka harus dihukum dengan adil.
Namun, jika mereka tidak bersalah, maka mereka harus dibebaskan dan diberi keadilan.
Setelah melakukan investigasi mendalam, Dedi Mulyadi berharap agar kasus Vina Cirebon ini dapat diusut kembali dengan lebih transparan dan adil.
"Saya ingin memisahkan aspek politik dan aspek kemanusiaan. Perkara pembunuhan Vina di Cirebon dan terpidana yang mendekam di penjara adalah persoalan kemanusiaan, bukan persoalan politik," tegas Dedi Mulyadi.
Dedi juga menawarkan untuk memberikan kompensasi pribadi kepada para terdakwa jika mereka terbukti tidak bersalah dan harus menjalani hukuman yang tidak semestinya.
Kasus Vina Cirebon ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan keadilan dalam sistem hukum.
Kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan oleh Dedi Mulyadi mengindikasikan bahwa mungkin ada kesalahan dalam proses penyelidikan dan penuntutan.
Oleh karena itu, langkah-langkah harus diambil untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.
Sebagai mantan pejabat yang dikenal dengan keberaniannya, Dedi Mulyadi tidak ragu untuk menyuarakan kebenaran, meskipun hal tersebut berpotensi menimbulkan kontroversi.
Ia menegaskan bahwa kasus Vina Cirebon ini bukanlah persoalan politik, melainkan murni persoalan kemanusiaan.
Menurut Dedi Mulyadi , penyelidikan yang benar dan adil adalah hal yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap orang mendapatkan haknya. (anf)
Sentimen: negatif (100%)