Sentimen
Positif (88%)
17 Jun 2024 : 12.50
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Institusi: Griffith University

Miris Harga Rumput Laut Anjlok ke Rp6.000, DPR Salahkan Proyek Jokowi

17 Jun 2024 : 12.50 Views 3

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: News

Miris Harga Rumput Laut Anjlok ke Rp6.000, DPR Salahkan Proyek Jokowi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga rumput laut dikabarkan anjlok hingga ke kisaran Rp6.000 per kilogram (kg). Karena itu, pemerintah diminta segera turun tangan mengatasi hal itu karena membuat masyarakat yang menggantungkan sumber pendapatannya dari budi daya rumput laut.

Anjloknya harga rumput laut ini diduga efek rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan menggencarkan hilirisasi rumput laut. Yang kemudian mewacanakan larangan ekspor rumput laut.

Hal itu disampaikan oleh Deddy Yevry Hanteru Sitorus, anggota Komisi VI DPR RI saat rapat kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) di Jakarta, Kamis (13/6/2024). Deddy lalu meminta Zulhas agar menyampaikan kondisi tersebut ke Presiden Jokowi.

-

-

"Rumput laut ini sumbangannya untuk negara kita, kalau melihat data berkontribusi US$1,89 miliar. Tahun 2020 baru US$275 juta, Rp4 triliun pak. Kalau dari penelitian Griffith University, sumbangannya ternyata US$1,89 miliar dari total US$2,05 miliar produksi budi daya rumput laut setiap tahunnya," kata Deddy,

"Ini urusan besar, bukan urusan kecil," sebutnya.

Hanya saja, lanjut dia, ada pernyataan Presiden Jokowi yang kemudian menekan harga rumput laut.

"Ada pidato Presiden yang mengatakan bahwa akan melarang ekspor rumput laut. Saya tidak tahu apakah sudah jalan atau belum, kayanya belum," tukasnya.

"Tapi implikasi dari pernyataan itu kemudian terjun bebas harga rumput laut dari Rp18.000, sekarang Rp6.000. Untuk mereka bekerja saja, untuk budi daya itu nggak cukup, menjerit semua. Ini ada 11 provinsi terdampak," ungkap Deddy.

Karena itu, dia berharap pemerintah turun tangan. Dia pun menyalahkan rencana pemerintahan Jokowi yang akan mendorong hilirisasi rumput laut.

"Karena ternyata rencana pemerintah untuk hilirisasi itu mengganggu rantai pasok budi daya ini. Kita nggak tahu apa penyebabnya," cetusnya.

"Bayangkan dulu 50.000, turun 40.000, turun 20.000, turun 18, sekarang 6 ribu. Saya kalau ke Dapil ini, ini saja yang dikeluhkan orang-orang semua. Jadi saya kira kita semua nggak bisa main-main rumput laut ini. Karena ini hal sangat penting buat kita semua," ucap Deddy.

Perhatian pemerintah, katanya, sangat mendesak diperlukan. Dia pun menyorot khusus Pulau Tarakan dan Pulau Nunukan, yang penduduknya banyak mengandalkan sumber ekonomi dari rumput laut.

Foto: Komisi VI DPR RI Raker dengan Menteri Perdagangan. (Tangkapan Layar Youtube)
Komisi VI DPR RI Raker dengan Menteri Perdagangan. (Tangkapan Layar Youtube)

Susul Nikel

Sebagai informasi, pemerintahan Jokowi memang tengah mendorong hilirisasi rumput laut. Dengan hilirisasi rumput laut, kata Jokowi, Indonesia bisa menjadi yang terbesar di dunia, menguasai industri hilir rumput laut, mulai dari produk farmasi, kecantikan, hingga bioethanol. Sementara Indonesia sendiri merupakan penghasil rumput laut nomor 2 di dunia.

Terbaru, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan meyakini ekspor dari hilirisasi rumput laut mampu menyaingi ekspor hilirisasi nikel, yang mana ekspor hilirisasi nikel sendiri saat ini telah menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.

Berdasarkan data milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dihimpun CNBC Indonesia, realisasi volume ekspor rumput laut periode Januari-April 2024 naik 6,12% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Namun, realisasi nilai ekspornya justru turun 36,49%.

Jika diperinci, realisasi ekspor rumput laut tahun 2023 adalah sebesar 265,84 ribu ton, dengan realisasi nilai sebesar US$ 433,72 juta. Sementara realisasi ekspor Januari-April 2024 volumenya mencapai 81,02 ribu ton, senilai US$ 108,86 juta.


[-]

-

Bahlil Tuding Asing Lobi Capres Buat Buka Ekspor Bijih Nikel
(dce/dce)

Sentimen: positif (88.8%)