Sentimen
Negatif (99%)
15 Jun 2024 : 11.25
Informasi Tambahan

Kasus: kasus suap, korupsi

Partai Terkait

Harun Masiku Jadi Alat Tawar Politik Pimpinan KPK, Penyidik Jadi Korban

15 Jun 2024 : 11.25 Views 2

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Harun Masiku Jadi Alat Tawar Politik Pimpinan KPK, Penyidik Jadi Korban

PIKIRAN RAKYAT - Institute atau organsisasi yang berisi mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), IM57+,  menilai kasus Harun Masiku telah dijadikan alat tawar politik oleh pimpinan KPK. Hal tersebut terlihat dari maju dan mundurnya penanganan kasus suap yang menjerat mantan caleg PDI Perjuangan (PDIP) tersebut. Apalagi, kasus Harun Masiku kerap muncul lagi pada tahun politik. 

“Pimpinan KPK seolah menjadikan kasus (Harun Masiku) ini seakan sebagai alat bargain. Hal tersebut ditunjukan dengan maju mundurnya penanganan kasus ini yang ‘sangat kebetulan’ selalu sesuai dengan momentum politik di Indonesia, khususnya Pilpres,” kata Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha dalam keterangannya, Jumat, 14 Juni 2024.

Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan (tengah) menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/12/2023). Wahyu Setiawan menjalani pemeriksaan di KPK sebagai saksi terkait kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku.

Selain momentum politik, kata Praswad, penanganan kasus Harun Masiku kembali mencuat di tengah isu dugaan pelanggaran kode etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Sehingga wajar jika publik menilai perkara Harun Masiku kental dengan nuansa politik. 

“Kalau Pimpinan KPK sejak awal tidak mempolitisi maka polemik ini tidak akan terjadi,” ujar Praswad.

Penyidik KPK Dikriminalisasi 

Lebih lanjut Praswad berpendapat, langkah kubu PDIP yang melaporkan penyidik KPK Rossa Purbo Bekti ke Bareskrim Polri adalah bentuk kriminalisasi. Pasalnya, kata dia, kerja-kerja penyidik sudah pasti sesuai prosedur dan mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Undang-Undang (UU) KPK, termasuk ketika menyita ponsel dan dokumen dari tangan Kusnadi selaku staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. 

“Penyelidik dan penyidik KPK sejak awal sudah melakukan tindakan yang 100 persen sesuai dengan SOP, Kode Etik, dan peraturan perundangan khususnya KUHAP dan UU KPK sehingga pelaporan ini adalah jelas sebagai bentuk kriminalisasi terhadap petugas pada level pelaksana perintah,” tuturnya. 

Praswad menjelaskan, penyidik berwenang melakukan berbagai upaya paksa termasuk menyita alat komunikasi ketika menemukan indikasi adanya bukti. Oleh karena itu, menyebut tindakan kriminalisasi tidak sesuai dengan prinsip-prinsip penegakan hukum yang independen sesuai dengan standar pada the Jakarta Principle yang disepakati negara- negara dalam melindungi penegakan hukum yang independen. 

“Pihak pelapor yang melaporkan penyidik jangan sampai salah alamat dengan menyasar pada penyidik pada level pelaksana di lapangan, tetapi seakan tidak melihat kesalahan pada level Pimpinan KPK selaku pemberi perintah dan penanggung jawab mutlak atas seluruh tindakan penyidik,” ucap Praswad. 

IM57+ Institute meminta pimpinan KPK bersikap satria dengan melindungi penyidik dan mengambilalih pertanggungjawaban. “Jangan hanya menari dalam genderang politisasi kasus dan bersembunyi ketika ada masalah. Pihak yang bersembunyi di balik anak buah adalah sikap pengkhianat,” ujar Praswad.

Pencegahan Hasto ke Luar Negeri Tak Direstui Pimpinan KPK 

Penyidik KPK pernah mengusulkan agar Hasto Kristiyanto dicegah ke luar negeri. Adapun pencegahan terkait kasus dugaan suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dengan tersangka mantan calon legislatif (caleg) PDIP Harun Masiku.

Kabar rencana pencegahan tersebut dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Akan tetapi, rencana pencegahan terhadap Hasto tidak terlaksana karena pimpinan KPK menolak usulan penyidik dan memerintahkan pencegahan ditunda.

“Iya (pimpinan KPK disposisi atau perintahkan pencegahan Hasto tunda)” kata Alexander Marwata kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 12 Juni 2024.

Alex menjelaskan, pencegahan ke luar negeri terhadap Hasto belum perlu dilakukan lantaran politikus PDIP tersebut bersikap kooperatif dalam penyidikan kasus dugaan suap Harun Masiku. 

“Itu tadi kooperatif yang bersangkutan akan datang,” tutur Alex. 

Lebih lanjut Alex menyebut upaya pencegahan ke luar negeri juga belum diperlukan karena Hasto menghormati proses hukum dengan memenuhi panggilan KPK. Dengan demikian, kata dia, tidak relevan jika Hasto dicegah untuk tidak meninggalkan wilayah hukum Indonesia. 

“Sepanjang yang bersangkutan (Hasto) ada di Jakarta dan menghormati hukum dan datang setiap panggilan KPK, tidak ada relevansi juga dilakukan pencegahan,” ucap Alex.

Hasto PDIP Minta Diperiksa Lagi

Alex menyebut Hasto Kristiyanto atas inisiatif sendiri meminta diperiksa lagi oleh penyidik sebagai saksi terkait kasus suap Harun Masiku. Hasto meminta pemeriksaannya dijadwalkan kembali pada Juli mendatang. Sebelumnya, Hasto sudah diperiksa pada Senin, 10 Juni 2024. Akan tetapi, Alex belum membeberkan soal tanggal pemeriksaan Hasto. 

"Saya malah belum tahu, cuma saya diberi tahu (Hasto) akan dipanggil lagi. Cuman Pak Hasto sendiri yang akan datang sendiri jadi enggak perlu panggilan. Kalau enggak salah bulan Juli yang bersangkut minta dijadwalkan,” kata Alex kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 12 Juni 2024. 

Lebih lanjut Alex menyatakan, pihaknya belum mau mencegah Hasto ke luar negeri meskipun penyidik mengusulkan upaya tersebut. Menurutnya, pencegahan belum perlu dilakukan lantaran Hasto sejauh ini bersikap kooperatif. 

“Cegah itu pasti kita asses kira-kira ada kemungkinan yang bersangkutan kabur atau tidak. Kalau saksi itu kooperatif apalagi Pak Hasto sendiri mengatakan akan hadir, gunanya apa dicegah,” ujar Alex.***

 

 

 

 

 

Sentimen: negatif (99.8%)