Sentimen
Negatif (100%)
12 Jun 2024 : 17.13
Informasi Tambahan

Kasus: Tipikor, HAM, korupsi

Partai Terkait
Tokoh Terkait
Harun Masiku

Harun Masiku

KPK Sita Ponsel Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Petrus Selestinus: Arogan, Pamer Kekuasaan, bahkan Memperlakukan sebagai Seorang Tersangka

12 Jun 2024 : 17.13 Views 2

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

KPK Sita Ponsel Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Petrus Selestinus: Arogan, Pamer Kekuasaan, bahkan Memperlakukan sebagai Seorang Tersangka

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa penyitaan ponsel dan tas tangan milik Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai respons dari berbagai kalangan.

Terlebih, barang yang disita KPK itu bukan dari seorang yang sudah ditetapkan tersangka. Namun dari pihak yang dipanggil sebagai saksi dalam sebuah kasus. Maka tidak heran, aksi KPK itu dinilai sebagai bentuk kesewenang-wenangan.

Penilaian tersebut salah satunya datang dari Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sekaligus Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), Petrus Selestinus bereaksi keras kepada KPK yang menyita ponsel atau telepon selular (HP) dan tas tangan milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada Senin (10/6/2024).

Lebih lanjut, Petrus mengatakan pemanggilan dan pemeriksaan Hasto sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku oleh Penyidik KPK itu merupakan suatu akrobat politik yang sangat tidak elok dipertontonkan oleh KPK.

Menurut Petrus, Hasto nyata-nyata dipanggil KPK sebagai Saksi. Hasto tetap hadir tepat waktu di KPK dalam kapasitas sebagai Saksi.

Oleh karena itu, menurut Petrus, KPK harus menghormati dan memperlakukan Hasto sebagai Saksi dengan segala haknya yang dilindungi oleh ketentuan Pasal 5 dan Pasal 7 KUHAP dan oleh UU KPK.

“Namun, apa yang dihadapi oleh Hasto ketika bertemu dengan Penyidik KPK, ternyata KPK menunjukkan sikap dan perilaku yang arogan, pamer kekuasaan bahkan memperlakukan Hasto sebagai seorang tersangka. Sebab KPK serta merta melakukan upaya paksa dengan menyita HP (telepon selular) dan tas tangan milik Hasto di luar prosedur hukum,” ujar Petrus Selestinus dalam keterangan tertulis pada Selasa (11/6/2024).

Saksi Adalah Mitra Penyidik

Petrus mengatakan handphone (HP) dan tas tangan milik Hasto dijadikan KPK seakan-akan menjadi bagian dari alat bukti permulaan yang cukup bagi penyidik dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka.

Padahal, kata Petrus, Hasto adalah Saksi bukan Tersangka. Oleh karena itu, sesuai prinsip hukum acara tentang penyitaan terhadap suatu barang dari seseorang, maka barang itu harus merupakan hasil dari kejahatan atau alat untuk melakukan kejahatan serta dilakukan berdasarkan KUHAP dan ketentuan Pasal 46 dan 47 UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK.

“Apa yang dilakukan KPK jelas merupakan pelanggaran hukum yang serius terhadap prinsip KUHAP dan prinsip Pasal 46 dan 47 UU Nomor 19 Tahun 2019, di mana penyidik memperlakukan Hasto sebagai Tersangka dan mengabaikan ketentuan Pasal 5 dan Pasal 7 KUHAP berikut penjelasannya, yaitu tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab,” ujar Petrus.

Artinya, menurut Petrus, KPK harus bertindak tidak bertentangan dengan hukum, selaras dengan kewajiban hukum, patut dan masuk serta dan menghormati HAM Hasto sebagai Saksi. Petrus menjelaskan seorang Saksi yang keterangannya sangat diperlukan KPK, maka Hasto selayaknya diposisikan sebagai mitra Penyidik KPK, terlepas dari apakah kemudian nanti KPK mau menjadikan Hasto sebagai tersangka.

“Secara prinsip hukum, hak Hasto sebagai Saksi harus dihormati, karena dari Hasto KPK berharap memperoleh informasi dan bukti untuk membuat perkara menjadi lebih terang,” ujar Petrus dilansir jpnn.

KPK Tidak Berwenang Sita Petrus menjelaskan hanya barang milik Tersangka atau barang yang digunakan oleh tersangka untuk melakukan tindak pidana korupsi atau barang hasil kejahatan korupsi yang dimiliki oleh tersangka, maka KPK dapat melakukan penyitaan di luar mekanisme KUHAP.

Artinya penyitaan itu cukup dilakukan dengan izin dari Dewas KPK atau dapat dimintakan izin segera setelah penyitaan terjadi (Pasal 46 dan 47 Ayat (3) dan Ayat (4) UU No. 19 Tahun 2019). Dalam kasus sita HP dan tas tangan milik Saksi Hasto, KPK justru melakukan sita tidak dari tangan Hasto, tetapi dari seorang staf Hasto.

“Itupun dengan cara menjebak. Ini adalah langkah polticking KPK. Nuansa politiknya sangat kental, antara lain untuk mempermalukan seorang Hasto dengan segala aktivitasnya selama ini bahkan Hasto diduga kuat sebagai tumbal politik balas dendam kekuasaan,” ujar Petrus.

“Kalau saja Hasto berdasarkan bukti permulaan yang cukup dinyatakan sebagai tersangka, kemudian lari bersama-sama Harun Masiku dan dinyatakan DPO, maka sah-sah saja KPK menyita HP dan Tas tangan milik Hasto di luar mekanisme KUHAP dan menggunakan mekanisme Pasal 46 dan 47 Ayat (3) dan Ayat (4) UU No. 19 Tahun 2019 Tentang KPK,” kata Petrus.

Petrus menilai KPK telah melakukan tindakan sewenang-wenang, mencampuradukkan wewenang dan melampaui wewenang. Sebab apapun alasannya Hasto adalah Saksi, bukan Tersangka. Namun, tindakan KPK menyita HP dan tas tangan milik Hasto, seolah-olah Hasto adalah Tersangka, berimplikasi kepada tindakan Sita KPK menjadi tidak sah. “KPK harus segera mengembalikan HP dan tas tangan milik Hasto tanpa syarat,” ujar Petrus.

Lebih lanjut, Petrus mengatakan implikasi hukum lainnya adalah KPK bisa digugat Praperadilan dan Gugat PMH ke Pengadilan berdasarkan ketentuan Pasal 66 UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK sejalan dengan KPK dilaporkan ke Dewas KPK sebagai pelanggaran Etik. “itu semata-mata karena KPK tidak cermat membaca ketentuan Pasal 46 dan 47 UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 20 Tahun 2002 Tentang KPK,” ujar Petrus Selestinus. (fajar)

Sentimen: negatif (100%)