Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Institusi: MUI, UNPAD
Tokoh Terkait
Roundup: Siapa yang Akan Menjadi Bos Pertambangan NU?
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Dalam beberapa hari terakhir, keputusan pemerintah yang memberikan izin pengelolaan tambang kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan telah menimbulkan reaksi yang cukup keras dari masyarakat.
Masyarakat merasa khawatir dan tidak setuju dengan keputusan tersebut, karena menilai ormas keagamaan tidak memiliki kapasitas atau pengalaman yang cukup dalam bidang pertambangan.
Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, memberikan pembelaan terhadap kebijakan ini dan menyatakan bahwa proses pembelajaran dan pengalaman adalah hal yang wajar bagi setiap entitas baru di industri pertambangan.
Pembelaan Bahlil LahadaliaMenurut Bahlil Lahadalia, tidak ada perusahaan yang sejak awal langsung memiliki pengalaman di bidang pertambangan. Semua perusahaan harus melalui proses pembelajaran sebelum menjadi mahir dalam pengelolaan tambang.
Dalam keterangannya di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, pada Kamis, 6 Juni 2024, Bahlil menegaskan bahwa pemikiran bahwa hanya mereka yang sudah berpengalaman di bidang tambang yang boleh terlibat adalah keliru.
"Jika kita berpikir bahwa hanya orang yang sudah berpengalaman di tambang yang boleh terlibat, maka tidak akan ada kesempatan bagi pengusaha lain untuk masuk ke dunia pertambangan," ujar Bahlil.
Dia juga menambahkan bahwa selama pihak pengelola memenuhi kualifikasi di dunia pertambangan, kesempatan ini harus terbuka untuk semua pihak.
"Selama memenuhi aturan dan kualifikasinya di dunia pertambangan, kita harus memberikan kesempatan," tegas Bahlil.
Penjelasan Terperinci Mengenai Kebijakan BaruBahlil Lahadalia berencana untuk memberikan penjelasan lebih rinci mengenai kebijakan ini dalam konferensi pers yang dijadwalkan pada Jumat, 7 Juni 2024. Dalam kesempatan tersebut, dia akan membahas substansi, tujuan, aturan, dan proses pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan.
Dalam bocorannya, Bahlil menyebut bahwa izin tambang sebenarnya tidak diberikan langsung kepada ormas, melainkan kepada badan usaha yang berada di bawah naungan ormas tersebut.
"Kami memberikan izin kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas, bukan langsung kepada organisasi kemasyarakatannya," ujarnya.
Siapa Bos Tambang NU?Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, memastikan bahwa Gudfan Arif Ghofur akan menjadi penanggung jawab bisnis tambang NU. Gudfan Arif Ghofur, yang juga menjabat sebagai Bendahara Umum PBNU, merupakan pengusaha tambang yang sudah memahami seluk-beluk bisnis ini.
"Kami memiliki sumber daya, termasuk bendahara umum kami yang juga pengusaha tambang. Dia tentu tidak sendirian dalam menjalankan bisnis ini," ungkap Yahya Cholil Staquf.
Menurut Yahya, NU memiliki banyak sumber daya manusia yang siap untuk mengelola bisnis tambang. Selain itu, NU juga telah mendirikan Perseroan Terbatas (PT) milik mereka sendiri untuk mendukung pengelolaan tambang.
"Kami sudah memiliki PT, dan penanggung jawab utamanya adalah bendahara umum yang juga merupakan pengusaha tambang," jelasnya.
Kebutuhan NU Akan PemasukanYahya Cholil Staquf secara blak-blakan mengungkapkan bahwa NU membutuhkan pemasukan untuk mengelola berbagai lembaga pendidikan dan kegiatan sosialnya. NU memiliki lebih dari 30.000 pesantren, madrasah, dan lembaga pendidikan lainnya yang membutuhkan sumber daya yang besar.
"Sumber daya dari komunitas sendiri sudah tidak lagi mencukupi, sehingga diperlukan intervensi," kata Yahya.
Kondisi inilah yang mendorong NU untuk menyambut baik kebijakan pemerintah yang memberikan izin tambang kepada ormas keagamaan.
Janji Presiden Joko Widodo untuk menyediakan konsesi tambang bagi NU pada Pembukaan Muktamar ke-34 di Lampung, Desember 2021, menjadi langkah konkret yang sangat dinantikan oleh organisasi ini.
Respons dan KekhawatiranNamun, kebijakan ini tidak lepas dari kritik dan kekhawatiran, terutama dari aktivis lingkungan. Ginanjar Ariyasuta, Koordinator Climate Rangers, menyebutkan bahwa keputusan ini bisa memperburuk kondisi lingkungan di Indonesia.
Menurutnya, tambang batu bara memiliki banyak permasalahan dari hulu ke hilir, mulai dari deforestasi, pencemaran air dan udara, hingga emisi karbon yang tinggi.
"Keputusan ini kontradiktif dengan upaya transisi energi berkeadilan yang sedang dijalankan," ujarnya.
Ginanjar juga menilai bahwa langkah ini bertentangan dengan ajaran agama yang mendorong perlindungan lingkungan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan tindakan merusak alam dan berkontribusi pada krisis iklim.
Pandangan Ahli GeologiPakar Teknik Geologi dari Universitas Padjadjaran, Dr. Dicky Muslim, menyoroti bahwa banyak anggota ormas yang tidak memiliki latar belakang ilmu kebumian. Hal ini bisa berdampak negatif terhadap lingkungan karena pengelola yang tidak paham akan ekses dari kegiatan pertambangan.
"Namun, jika dijalankan dengan prinsip good mining practice yang pro-lingkungan, ada potensi nilai positif ekonomi yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas," katanya.
Dr. Dicky berharap bahwa keputusan ini bisa menjadi kesempatan bagi ormas untuk mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip pertambangan yang baik dan ramah lingkungan. Dia juga mengingatkan pentingnya waspada terhadap motif ekonomi dari investor yang mungkin terlibat.
Kontroversi terkait kebijakan pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan ini mencerminkan kompleksitas isu pertambangan di Indonesia.
Sementara pemerintah dan ormas keagamaan melihat ini sebagai peluang untuk mengoptimalkan sumber daya dan mendukung kesejahteraan umat, kekhawatiran mengenai dampak lingkungan dan kapasitas pengelolaan tetap menjadi perhatian utama.
Langkah ke depan akan sangat tergantung pada bagaimana kebijakan ini diimplementasikan dan diawasi, serta bagaimana ormas keagamaan mampu menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan.***
Sentimen: positif (93.4%)