Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: Naif
Institusi: UNPAD
Kab/Kota: Senayan
Tokoh Terkait
Jika Pemilihan Presiden Dikembalikan ke MPR, Bisakah Atasi Politik Uang?
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 5 Juni lalu, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 1999-2004 Amien Rais mengaku setuju jika sistem pemilihan presiden dikembalikan lagi kepada MPR seperti pada era sebelum reformasi.
Amien mengaku dulu bersikap naif ketika mengubah sistem pemilihan presiden dari tidak langsung menjadi langsung.
Sebab, saat itu ia merasa tidak mungkin seseorang bisa menyogok jutaan rakyat saat pemilu.
"Jadi dulu, itu kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih, mana mungkin? Perlu puluhan mungkin ratusan triliun. Ternyata mungkin. Nah itu," kata Amien kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
"Itu (politik menyogok) luar biasa. Jadi sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak?" kata Ketua Majelis Syuro Partai Ummat tersebut.
Baca juga: Putar Balik Amien Rais: Dari Usulkan Pilpres Langsung, Kini Dukung Dikembalikan ke MPR
Pernyataan Amien ini menuai kontroversi. Sebab, ada pendapat yang mengatakan belum tentu pemilihan presiden yang dikembalikan ke MPR bebas dari politik uang.
Awal mula pemilihan langsungDalam buku Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (2021) karya Jimly Asshiddiqie, sebelum tahun 2004, pemilihan presiden dan wakil presiden Indonesia dilakukan oleh MPR melalui sidang umum.
Sampai akhirnya pada tahun 2001, seiring dengan adanya amendemen Undang-Undang Dasar 1945 maka dimulailah pemilihan umum presiden dan wakil presiden Indonesia secara langsung sesuai dengan Pasal 6A Ayat (1) UUD yang menyebutkan, presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
Selanjutnya, Presiden Megawati menandatangani Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 31 Juli 2003.
Pasal 5 Ayat (4) UU tersebut mengatur bahwa calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai yang mendapatkan sedikitnya 15 persen dari jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah secara nasional dalam pemilu anggota DPR.
Baca juga: Ketua MPR Bamsoet Klarifikasi soal Pernyataan Amendemen UUD 1945 Usai Dilaporkan ke MKD
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden kemudian dinyatakan terpilih apabila memperoleh sekurang-kurangnya 50 persen dari jumlah seluruh suara dalam pemilihan umum dan sekurang-kurangnya 20 persen suara dari masing-masing provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Ketentuan ini disebutkan dalam Pasal 66 Ayat (2) UU Pemilu.
Jika dalam ketentuan tersebut tidak ada pasangan yang terpilih maka selanjutnya diadakan putaran kedua.
Saat itu, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum presiden.
Sejak saat itu, pilpres selalu digelar secara langsung. Rakyat dapat menggunakan hak pilihnya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Dinilai mundur ke belakang Terkait pernyataan Amien Rais, pengamat politik Universitas Padjadjaran Firman Manan berpendapat, jika sistem pemilihan presiden di Indonesia kembali menjadi wewenang MPR, sama saja membuka peluang praktik nondemokratis seperti di masa lalu.Menurut dia, sistem lama tersebut hanya membuat pemilihan presiden ditentukan oleh para elite politik dan menghilangkan peran ikut serta rakyat dalam memilih pemimpin.
Sentimen: positif (79.5%)