Sentimen
Negatif (100%)
8 Jun 2024 : 01.12
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Tangerang, Bekasi

Kasus: kejahatan siber, pelecehan seksual

Tokoh Terkait
Amiruddin

Amiruddin

Ironi Kasus 2 Ibu Lecehkan Anak Kandung yang Viral di TikTok, Mengungkap Maraknya Kasus Sekstorsi di Indonesia

8 Jun 2024 : 01.12 Views 3

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Ironi Kasus 2 Ibu Lecehkan Anak Kandung yang Viral di TikTok, Mengungkap Maraknya Kasus Sekstorsi di Indonesia

PIKIRAN RAKYAT - Seorang ibu berinisial R di Pondok Aren, Tangerang Selatan, mengaku merekam aksi pelecehan seksual terhadap anak laki-lakinya yang berusia lima tahun karena diancam oleh seseorang melalui media sosial Facebook. Begitu juga dengan yang dialami AK (26), ibu asal Kabupaten Bekasi yang mengalami hal serupa.

Mereka melakukan pelecehan seksual terhadap anak kandungnya karena diiming-imingi bayaran serta ancaman oleh satu akun Facebook yang sama, Icha Shakila. Alasan ekonomi membuat keduanya tega melakukan aksi keji kepada buah hati tercinta.

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Mamik Sri Supatmi melihat kasus yang menjerat R dan AK mencuatkan fenomena kejahatan sekstorsi (sextortion).

Sekstorsi merupakan gabungan dari kata seksual (sexual) dan pemerasan (extortion), sebuah kejahatan siber yang menggunakan informasi seksual dari korban untuk melakukan aksi pemerasan dengan tujuan kepuasan maupun materi.

“Berbagai macam modus kejahatan ini (sekstorsi) tapi yang paling umum adalah modus memacari, membangun relasi cinta atau intim seksual dengan korban," ucap Mamik Sri Supatmi.

Mengenal Kejahatan Sekstorsi

Merujuk keterangan R dan AK kepada polisi bahwa dia diancam saat membuat video mesum, Mamik Sri Supatmi memandang bahwa pelaku mengalami kejahatan seksual yang dikenal dengan sekstorsi. Hal itu terlepas dari dugaan tindak pidana pencabulan yang dilakukan mereka pada anaknya.

Dia menjelaskan, sekstorsi merupakan sebuah bentuk kejahatan siber yang menggunakan informasi seksual dari korban untuk melakukan aksi pemerasan seksual dengan tujuan kepuasan maupun materi.

Menurut Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, sekstorsi adalah aksi pemerasan dengan ancaman penyalahgunaan konten seks korban. Tujuannya, bisa untuk memperoleh uang ataupun terlibat dalam seks dengan korban melalui paksaan.

“Pengambilan konten seks korban dapat dilakukan oleh mantan orang terdekat korban maupun orang tidak dikenal dengan melakukan peretasan pada perangkat IT korban. Pada kasus yang dilakukan mantan pacar, konten seksual sudah didapatkan dan digunakan untuk memeras korban dengan meneror,” katanya.

Mariana Amiruddin menambahkan, kasus sekstorsi juga dapat berupa tawaran investasi dengan mengirimkan sejumlah uang pada satu aplikasi.

“Korban melakukan investasi awal dan terbukti pelaku memberikan keuntungan menjanjikan yang digunakan untuk menjerat korban menambah jumlah investasi. Pada tahap ini pelaku mengancam korban untuk mengirimkan konten seks bila tidak ingin uang investasi hilang,” tuturnya.

Modus Kejahatan Sekstorsi

Mamik Sri Supatmi menjelaskan bahwa pelaku kejahatan sekstorsi umumnya adalah laki-laki dan korban adalah perempuan. Modusnya bermacam-macam, tetapi yang marak terjadi adalah dengan membangun relasi cinta.

“Dimulai dengan mendekati korban dengan bujuk rayu untuk menjadi pacar, pasangan, berlaku seolah-olah pelaku adalah pacar yang penuh perhatian, awalnya demikian," ucapnya.

Setelah korban dirasa telah terjebak dalam imajinasi relasi cinta dan janji-janji tentang perkawinan dan kebahagiaan, pelaku mulai meminta gambar atau video seksual atas nama cinta.

“Selanjutnya, gambar atau video ini dijadikan alat pemerasan pelaku sekaligus alat kontrol pelaku terhadap perempuan korban,“ ujar Mamik Sri Supatmi.

Dia pun menduga bahwa praktik kejahatan ini banyak terjadi karena melibatkan jaringan kejahatan.

“Dulu ada pelaku yang melakukan sekstorsi dari lapas, pelakunya ditangkap polisi. Modusnya diawali pelaku melalui inbox Facebook,“ kata Mamik Sri Supatmi.

Korban-korban Incaran Sekstorsi

Pakar digital forensik, Ruby Alamsyah melihat pelaku kejahatan sekstorsi mengincar korban-korban, baik perempuan maupun laki-laki, yang menampilkan kerentanan mereka di media sosial.

“Kenapa pelaku itu tahu? Biasanya orang Indonesia itu terlalu narsis. Sedikit-sedikit ada masalah di-expose di medsos, pelaku itu memantau hal begitu,” tuturnya.

Ruby Alamsyah mengaku pernah mendamping korban-korban sekstorsi yang diperas dari Rp700 juta hingga Rp7 miliar. Dari pengalamannya itu, dia mengatakan kecenderungan para korban yang diincar adalah mereka yang kesepian dan sedang dalam masalah.

“Mereka ini yang gampang terpancing,” ucapnya.

Setelah mendapatkan incaran, pelaku akan melancarkan tipu muslihatnya sesuai dengan profil korban.

“Kalau korban punya uang maka akan diperas, kalau korban tidak punya uang maka diminta konten seks yang mereka jual dengan mahal di dark web,” ujar Ruby Alamsyah.

Untuk meyakinkan korban, pelaku akan memberikan kenyamanan, ketenangan, rasa cinta dan percaya.

“Setelah itu, next stepnya pasti video s*x call. Kenapa video s*x call itu menjadi SOP? Karena ini bahan untuk pemerasan nantinya,” kata Ruby Alamsyah, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.***

Sentimen: negatif (100%)