Sentimen
Positif (100%)
5 Jun 2024 : 02.08
Informasi Tambahan

Institusi: UNPAD

Partai Terkait

Waspadai Akal-akalan Pembentukan Tim Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo

5 Jun 2024 : 09.08 Views 2

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Waspadai Akal-akalan Pembentukan Tim Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo

PIKIRAN RAKYAT - Menjelang pergantian pemerintahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo Subianto, tim sinkronisasi dibentuk untuk memastikan transisi kepemimpinan berjalan lancar dan efisien. Presiden terpilih, Prabowo, yang sejak masa kampanye telah menegaskan posisinya sebagai penerus Jokowi, diperkirakan akan melanjutkan berbagai program strategis yang telah dirintis oleh Jokowi.

Namun, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Firmanan Manan, berpendapat bahwa keberadaan tim yang didominasi oleh elite-elite Partai Gerindra ini bisa menimbulkan adanya gesekan antarpartai politik yang berpotensi menghambat proses transisi. Menurutnya, Prabowo menghadapi tantangan besar dalam menjaga soliditas internal dan harmonisasi antarpartai politik selama masa transisi ini.

Presiden dan wakil preside terpilih Prabowo Subianto (kiri) bersama Gibran Rakabuming Raka.

Kepiawaian Prabowo dalam merangkul berbagai kepentingan politik akan sangat diuji, mengingat pentingnya kolaborasi dan konsensus dalam melanjutkan program-program prioritas nasional. Konflik internal dan antarpartai politik perlu diredam untuk memastikan pemerintahan baru dapat segera bekerja efektif demi kepentingan rakyat.

“Keberadaan tim transisi atau sinkronisasi itu sesuatu yang lazim. Ini bukan kali pertama. Di periode pertama Jokowi, ada juga saat peralihan kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan di pemerintahan daerah pun, tim-tim transisi ini ada, kok, tentunya dengan penamaan yang berbeda-beda,” kata Firman Manan, Selasa 4 Juni 2024.

Bahkan, kata Firman, di Amerika Serikat, ada peraturan yang disebut dengan Presidential Transtition Act. Sehingga, keberadaan tim ini dengan jelas dibiayai negara.

Keberadaan tim ini bertujuan untuk menjadi jembatan dalam proses transisi kepemimpinan yang bisa berjalan dengan baik dan lancar. “Apalagi kalau kemudian ada perubahan arah kebijakan yang lama ke baru, tapi untuk yang menilai Prabowo dengan slogan melanjutkan yang sudah dilakukan presiden sebelumnya pasti ada yang memandang tidak perlu tim ini,” ujarnya.

Namun, menurut Firman, keberadaan tim transisi ini penting adanya. Meski disebut sebagai bagian yang ingin melanjutkan program-program rezim sebelumnya, tetap akan ada perbedaan. Akan ada perbedaan prioritas dan perbaikan terhadap program sebelum untuk disempurnakan. Bahkan, lanjut Firman, bisa saja ada hal yang baru yang harus disinkronkan.

Prabowo jangan asal melanjutkan program Jokowi

Firman mengatakan, pemerintahan yang baru perlu mengidentifikasi sejak awal apa yang sudah, sedang, dan belum dilakukan pemerintah sebelumnya. “Ketika mereka masuk nanti, memegang kendali pemerintahan tidak dari nol. Sudah mapping posisi berbagai program yang akan dilanjutkan, termasuk soal figur yang nanti akan terlibat dalam proses kepemimpinan,” katanya.

Firman juga menyoroti isi tim yang terdiri dari elite-elite Partai Gerindra. Menurut Firman, hal itu adalah wajar. Ia mengatakan, koalisi tidak dilibatkan karena koalisi tidak bertugas untuk membentuk pemerintahan. Akan tetapi, koalisi itu untuk mengawal agenda pemerintah di parlemen.

Kendati demikian, di sisi politik, kemungkinan besar akan ada gesekan antarparpol, karena mereka menganggap telah berjuang bersama sehingga perlu diajak duduk bersama dengan dilibatkan mengawal masa transisi.

Ini yang membedakan tim transisi yang dibentuk Jokowi pada periode pertamanya. Ia melibatkan semua parpol, relawan, bahkan akademisi. Langkah Prabowo ini yang memang haknya sebagai presiden terpilih, lanjut Firman mungkin akan menimbulkan potensi di awal. “Kalau mau menjaga dinamika politik agar tidak meninggi mungkin tidak ada salahnya diakomodasi. Meski secara ideal itu merupakan hak presiden,” katanya.

Nantinya, tim transisi ini akan memetakan, program-program mana yang dilanjutkan dalam penyempurnaan. Program makan bergizi, menambah jumlah kementrian, kata Firman, harus diidentifikasi. “Kalau betul, akan ada perubahan portofolio. Mengefektifkan program yang akan berlanjut. Tidak hanya melanjutkan, tapi pasti ada juga yang baru,” katanya.

Waspada tim transisi akal-akalan

Sementara itu, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati, mengingatkan agar tim transisi ini bekerja sesuai niat awal untuk memuluskan peralihan rezim. “Tapi saya melihat kayak akal-akalan, pasti akan membutuhkan biaya untuk membentuk hal-hal seperti ini. Itu belum ada jaminan dari efektivitas pembentukan pada proses transisi sendiri,” ujarnya.

Neni mengatakan, memuluskan proses peralihan ini tidak berarti mencari celah dalam berbagai kebijakan. Ia menyebutkan, pemerintah yang baru harus mampu merealisasikan janji politiknya pada publik, seperti tujuan yang digaungkan dalam masa kampanye, kalau pemerintah baru ini ingin menaikkan kesejahteraan masyarakat.

Keberadaan tim transisi yang kuat dan fungsional sangat krusial untuk memastikan keberlanjutan program-program pemerintah. Oleh karena itu, muncul pertanyaan apakah perlu memperkuat posisi tim transisi ini melalui peraturan perundangan-undangan yang lebih jelas dan mengikat.

Penguatan legalitas tim transisi tidak hanya akan memberikan kejelasan tugas dan tanggung jawab, tetapi juga menghindarkan potensi konflik kepentingan yang dapat mengganggu stabilitas politik dan pemerintahan.

Di tengah dinamika politik yang terus berkembang, kata Neni, penting bagi Prabowo dan timnya untuk menunjukkan kemampuan kepemimpinan yang inklusif dan responsif. Mampukah Prabowo merangkul seluruh elemen politik dan menjaga kesinambungan program pembangunan yang telah dirintis Jokowi? Publik akan menantikan langkah-langkah konkret dari pemerintahan baru dalam mewujudkan janji-janji kampanye dan menjaga stabilitas politik nasional.***

Sentimen: positif (100%)