Sentimen
Negatif (100%)
3 Jun 2024 : 23.09
Informasi Tambahan

BUMN: BUMD

Grup Musik: APRIL

Kasus: HAM

Tokoh Terkait

Izin Kelola Tambang untuk Ormas Keagamaan Bisa Picu Konflik dengan Masyarakat Adat

3 Jun 2024 : 23.09 Views 2

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Izin Kelola Tambang untuk Ormas Keagamaan Bisa Picu Konflik dengan Masyarakat Adat

PIKIRAN RAKYAT - Izin pengelolaan tambang oleh Organisasi Masyarakat (Ormas) dikhawatirkan bisa memicu konflik horizontal dengan masyarakat adat. Sebab selama ini, banyak kelompok masyarakat adat telah berkonflik dengan tambang dan proyek investasi.

Mereka berhadapan dengan perusahaan dan aparat, untuk mempertahankan tanah yang telah lama mereka diami yang tumpang tindih dengan izin konsesi tambang. Sementara selama ini, belum ada pengakuan negara atas tanah-tanah adat yang mereka diami.

Ketika ormas keagamaan masuk ke dalam pusaran itu, dikhawatirkan akan timbul konflik horizontal.

“Ini bisa menjadi konflik SARA malah. Misalnya ketika satu kelompok adat terdiri dari kelompok agama tertentu, kemudian dimasuki oleh ormas keagamaan dari kelompok agama lainnya, itu isunya berpotensi dipelintir ke mana-mana," tutur Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman.

Daripada menambah ruwet situasi, pemerintah didorong untuk fokus membenahi konflik-konflik agraria yang dipicu oleh kehadiran tambang. Menurut catatan Konsorsium Perbaruan Agraria (KPA), terdapat 32 konflik agraria akibat tambang sepanjang 2023. Itu berdampak pada lebih dari 48.000 keluarga di 57 desa.

Izin Tambang untuk Ormas

Presiden Jokowi menandatangani aturan yang mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang. Namun, aturan itu dikritisi oleh berbagai pihak karena dituding bermotif politik.

Aturan yang membolehkan ormas keagamaan untuk memiliki izin pengelolaan tambang itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang berlaku mulai 30 Mei 2024. Namun, aturan itu dinilai dapat memicu konflik horizontal, hingga memperburuk kerusakan lingkungan akibat tambang.

Jokowi pernah menjanjikan konsesi pertambangan mineral dan batubara kepada generasi muda Nahdlatul Ulama (NU) Pada 2021. Alasannya, dapat menggerakkan gerbong-gerbong ekonomi kecil.

Sebuah laporan pada 14 April 2024 kemudian memuat soal bagaimana Menteri Investasi Bahlil Lahadia berkeras agar ormas keagamaan bisa mendapat izin usaha pertambangan khusus. Hal itu kemudian terwujud dengan terbitnya PP Nomor 25 Tahun 2024.

Aturan yang memberikan izin kepada ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan termaktub di dalam Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas yang berbunyi:

“Di antara Pasal 83 dan Pasal 84 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 83A".

Aturan Baru Pemerintah

Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2024, pemerintah memungkinkan badan usaha milik ormas keagamaan mendapat “penawaran prioritas” untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang selama ini diprioritaskan untuk badan usaha negara.

Ormas keagamaan juga hanya bisa mendapatkan izin konsesi untuk komoditas batubara di wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).

Alasan pemerataan ekonomi yang dilontarkan pemerintah pun dinilai hanyalah dalih obral konsesi demi menjinakkan ormas-ormas keagamaan. Sehingga, pemerintah didesak mencabut aturan tersebut.

Ormas-ormas keagamaan juga diminta berpikir ulang untuk menerima tawaran pemerintah mengingat banyak korban tambang justru adalah jemaah mereka.

"Umat dari ormas-ormas keagamaan juga harus bersuara. Jangan sampai itu hanya pilihan elite ormas, tidak berdasarkan aspirasi umat," ucap Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar.

Bertentangan dengan UU Minerba

JATAM dan AMAN sama-sama menilai bahwa substansi soal izin tambang bagi ormas keagamaan ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebab di dalam UU tersebut, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diprioritaskan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Jika BUMN dan BUMD tidak berminat, barulah penawaran dapat diberikan kepada swasta melalui proses lelang. Mengacu pada UU Minerba, ormas keagamaan tidak termasuk sebagai pihak yang dapat menerima penawaran prioritas.

“Jokowi semacam membuat regulasi sembari mengabaikan regulasi yang sudah ada. Ini adalah bentuk otak-atik regulasi supaya langkah yang diambil pemerintah itu sesuai dengan regulasi, padahal tidak sesuai dengan undang-undang,” tutur Melky Nahar, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.***

Sentimen: negatif (100%)