Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Tokoh Terkait
Wajar Jika Putusan MA Dikaitkan dengan Dinasti Politik Jokowi, Tak Ada Urgensi dan Riset Mendalam
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Apa yang diputuskan Mahkamah Agung (MA) soal batas usia calon kepala daerah dinilai wajar jika langsung dikaitkan dengan dinasti politik Jokowi. Sebab, putusan itu tidak memiliki alasan yang mendesak.
Putusan MA soal syarat usia calon kepala daerah disebut sarat kepentingan politik demi memuluskan langkah putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta.
MA mengubah ketentuan syarat calon kepala daerah dari yang berusia paling rendah 30 tahun untuk tingkat provinsi dan 25 tahun tingkat kota/kabupaten "terhitung sejak penetapan pasangan calon" pada 22 September 2024 menjadi "terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih" yang kemungkinan akan berlangsung pada awal tahun 2025.
Peneliti dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiarti mengatakan putusan MA itu membuka pintu bagi anak Jokowi yang baru akan berumur 30 tahun pada Desember 2024 mendatang, untuk mencalonkan diri dalam pilkada tingkat provinsi.
“Selain karena umur, alasan kecurigaan lain adalah kenapa harus direvisi saat ini? Saat proses (pemenuhan persyaratan dukungan calon perseorangan) tengah berlangsung dan kenapa perubahannya lewat jalur-jalur potong kompas?“ tuturnya.
Putusan MA ‘Sarat’ Kepentingan PolitikAisah Putri Budiarti menyebut, terdapat beberapa kecurigaan yang menguatkan dugaan kepentingan politik kelompok-kelompok tertentu dalam putusan MA tentang syarat usia calon kepala daerah.
Pertama, putusan MA ini membuka pintu bagi Kaesang Pangarep untuk maju pilkada 2024. Situasi ini serupa dengan fenomena yang terjadi pada saat Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat batas usai capres dan cawapres yang memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka mencalonkan diri.
“Otomatis ketika ada kasus yang serupa, terkait dengan dinasti politiknya Jokowi, dan syarat usia berbasis aturan hukum untuk pemilu maka jadi sangat wajar ketika kemudian terbangun asumsi adanya kepentingan politik ini (membuka pintu Kaesang),” kata Aisah Putri Budiarti.
Faktor selanjutnya adalah revisi aturan terjadi saat proses pilkada tengah berlangsung. Pada saat ini, penyelenggaran pilkada 2024 telah memasuki tahapan pemenuhan persyaratan dukungan pasangan calon perseorangan hingga Agustus mendatang.
“Apakah memang mendesak untuk dilakukan perubahan saat proses pilkada tengah berlangsung? Ini kan jadi terlihat tanpa dasar, tanpa riset mendalam kenapa harus berubah sekarang. Akhirnya memunculkan kembali dugaan kepentingan politik di dalamnya,” ujar Aisah Putri Budiarti.
“Lalu, kenapa perubahannya harus lewat jalur-jalur potong kompas di MK misalnya untuk konteks pilpres dan MA untuk pilkada sekarang? Kenapa tidak lewat proses pembuatan undang-undang yang dipikirkan secara serius dan matang oleh pembuat kebijakan?” ucapnya menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.
Putusan MAMenurut Aisah Putri Budiarti, langkah yang tepat adalah dengan melakukan evaluasi secara menyeluruh dan komperhensif melalui jalur legislatif terkait aturan teknis pelaksanaan pemilu, yang tidak hanya kriteria tentang usia namun juga syarat pengalaman politik yang memadai.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) diperintahkan mencabut aturan batas usia calon kepala daerah oleh Mahkamah Agung (MA). Selain itu, badan penyelenggara Pemilu itu juga harus membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta.
MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Wali kota dan Wakil Wali kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Aturan lebih tinggi itu adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota Menjadi Undang-Undang.
Selain itu, aturan PKPU tersebut dinilai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih".
"Sehingga Pasal a quo selengkapnya berbunyi, Pasal 4 ayat (1) huruf d: 'berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih'," tutur putusan MA pada Rabu 29 Mei 2024 itu.
Perintah untuk KPUOleh karena itu, MA memerintahkan KPU untuk mencabut aturan mengenai batas usia calon kepala daerah tersebut.
"Memerintahkan kepada KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Wali kota dan Wakil Wali kota," katanya.
Selain itu, MA juga memerintahkan kepada panitera untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Percetakan Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara.
"Menghukum Termohon (KPU) untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta," ucapnya.***
Sentimen: negatif (98.5%)