Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Kambing
Kab/Kota: Bekasi, Yogyakarta
Kasus: pembunuhan
Tokoh Terkait
Asmadi
Adakah miscarriage of justice di kasus Vina untuk menutupi jejak pelaku?
Alinea.id Jenis Media: News
“Sehingga dapat menjalankan fungsi penyidikan dengan baik dan benar,” ujarnya kepada Alinea.id, Rabu (22/5).
Pengacara David Ozora ini juga menyampaikan, salah tangkap secara hukum dapat diartikan, jika ada seseorang ditahan oleh kepolisian dan setelah gelar perkara ternyata tidak terbukti bersalah.
Atau pada saat pemeriksaan di persidangan pada pengadilan dan majelis hakim memutus bebas karena terdakwa tidak terbukti bersalah dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan di pengadilan. “Jadi seseorang dapat dinyatakan salah tangkap jika ada putusan pengadilan bukan berdasarkan asumsi belaka,” ujarnya.
Namun, jika terbukti telah terjadi salah tangkap dalam proses penyidikan yang dilakukan melalui proses praperadilan maupun atas vonis bebas majelis hakim pidana, maka korban salah tangkap berhak mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi. Sebagaimana di atur dalam KUHAP pasal 95 sampai pasal 101.
Terkait ganti kerugian dan rehabilitasi di atur pada KUHAP Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Sayangnya, tidak familiar karena jarang terjadi kasus-kasus salah tangkap dan kurangnya edukasi mengenai hukum kepada masyarakat luas Indonesia
“Dalam waktu 3 bulan sejak putusan yang membebaskan orang tersebut untuk mengajukan gugatan ganti kerugian dan rehabilitasi,” ucapnya.
BELAJAR DARI MASA LALU
Sengkon dan Karta dituduh dan dihukum secara tidak adil atas tuduhan pembunuhan dan perampokan pada tahun 1974. Selama interogasi, keduanya dipaksa untuk mengaku melakukan kejahatan tersebut, melalui penyiksaan dan intimidasi oleh pihak kepolisian.
Akhirnya, pada tahun 1977, Sengkon dan Karta dijatuhi hukuman penjara masing-masing selama 12 tahun dan 7 tahun oleh Pengadilan Negeri Bekasi. Putusan ini didasarkan pada pengakuan yang dipaksakan dan bukti-bukti yang tidak kuat.
Kemudian, pada tahun 1981, seorang narapidana lain yang bernama Asmadi mengaku bahwa dialah pelaku sebenarnya. Kasusnya pun dibuka dan setelah dilakukan investigasi lebih lanjut, terbukti bahwa Sengkon dan Karta tidak bersalah. Alhasil, pada tahun 1982, Mahkamah Agung membatalkan putusan terhadap Sengkon dan Karta. Mereka dibebaskan dari penjara dan nama baik mereka dipulihkan.
Kasus Sengkon dan Karta mengungkap banyak kelemahan dalam sistem peradilan pidana Indonesia, termasuk praktik penyiksaan dalam mendapatkan pengakuan dan ketidakadilan dalam proses peradilan.
Selain itu, ada pula penyiksaan dan pembunuhan terhadap perempuan, yakni Sumaridjem atau lebih dikenal dengan Sum Kuning. Ia adalah seorang gadis penjual telur dari Godean yang menjadi korban pemerkosaan pada September 1970. Ia diperkosa oleh sekelompok pemuda yang diduga sebagai anak seorang tokoh masyarakat di kota Yogyakarta.
Sumaridjem sempat dituntut oleh jaksa telah memberi keterangan palsu dengan sanksi tiga bulan penjara. Tuntutan tersebut ditolak oleh hakim dan Sum dibebaskan dari tuduhan. Seorang pedagang bakso keliling dijadikan kambing hitam dan dipaksa mengaku sebagai pelakunya.
Sentimen: negatif (100%)