Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Trisakti
Kab/Kota: Gunung, Senayan, Yogyakarta
Kasus: HAM
Tokoh Terkait
Tragedi Kelam 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti, 4 Mahasiswa Tewas Tertembak
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 tak akan hilang dalam ingatan bangsa Indonesia. Peristiwa kelam itu terjadi saat massa aksi ingin menuju Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Aksi itu merupakan kekecewaan karena krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak akhir 1997. Mula-mula, aksi demonstrasi berlangsung tertib dan damai, diwarnai pembacaan puisi.
Bukan cuma mahasiswa Universitas Trisakti saja yang ikut aksi, sivitas akademika Trisakti juga berbaur. Keinginan massa untuk menuju Gedung DPR terhambat barikade aparat. Mereka bernegosiasi, mahasiswa pun mundur. Tiba-tiba, tembakan gas air mata meletup.
Bukan cuma tembakan gas air mata yang diluncurkan, tetapi juga peluru yang ditembakkan penembak jitu. Ada empat orang dari massa aksi yang menjadi korban dalam peristiwa berdarah itu. Peristiwa itu pula yang mengantarkan massa menggelar kembali aksi.
Keempat korban adalah Hendriawan Sie (1977—1998), Heri Hertanto (1977—1998), Elang Mulia Lesmana (1978—1998), dan Hafidin Royan (1976—1998). Mereka adalah mahasiswa Universitas Trisakti yang ikut aksi bersama mahasiswa lain dan sivitas akademika. Sebelum keempat korban itu meregang nyawa, pada 8 Mei 1998, seorang mahasiswa Sanata Dharma tewas ketika demonstrasi di Yogyakarta. Mahasiswa tersebut tewas akibat benda tumpul.
Kesaksian koordinator lapangan aksi 12 Mei 1998
Ilustrasi tertembak.
John Muhammad, aktivis mahasiswa Trisakti 1998, masih ingat betul momen saat melihat mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti yang terbujur kaku. "Inalillahi, saya langsung lari Gedung F, saya lihat Hendriawan Sie, mahasiswa Fakultas Ekonomi, kaku sudah meninggal, tak lama kemudian terdengar lagi. Inalillahi, saya lari kencang lalu melihat Heri Hertanto yang mengerang kesakitan," katanya, seperti dilaporkan BBC News Indonesia, dikutip 20 Mei 2024.
Heri bukan korban terakhir, John kembali mendapati kabar adanya korban lain dari massa aksi. Adalah Elang Mulia Lesmana, adik kelasnya di Fakultas Arsitektur. Elang masih hidup, saat itu dia tak bicara, diam, terlihat kesakitan.
"Tangannya dingin," kata John, menggambarkan kondisi kawannya itu.
Hafidin Royan, mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Trisakti, juga menjadi korban dalam peristiwa kelam itu. Hafidin merupakan korban keempat yang meninggal dunia dalam peristiwa berdarah itu.
Suasana mencekam terjadi di Universitas Trisakti. Mahasiswa panik, mereka bercerai berai. John yang merupakan koordinator lapangan aksi tersebut berupaya memastikan jumlah korban lantaran jumlahnya simpang siur.
Dia pergi ke Rumah Sakit Sumber Waras, menggunakan jaket wartawan. "Waktu itu ada wartawan yang mencegah keluar, bisa ditangkap nanti, jadi meminjamkan jaketnya pada saya."
"Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada," demikian dilaporkan laman resmi Universitas Trisakti.
Empat mahasiswa Universitas Trisakti yang menjadi korban peristiwa berdarah itu tak ditangani pihak rumah sakit lantaran petugas medis membutuhkan surat izin dari kepolisian. Aparat membantah menggunakan peluru tajam. Namun, hasil autopsi menunjukkan, korban peristiwa 12 Mei 1998 itu tewas akibat peluru tajam. Berdasarkan prediksi, peluru tajam itu merupakan pantulan dari tanah saat menembakkan tembakan peringatan.
Rasa takut di dada mahasiswa Trisakti
Ilustrasi peluru senjata api.
Pada 12 Mei 1998 petang, saat mahasiswa bergerak mundur untuk kembali ke kampus, sejumlah aparat di barisan depan ada yang meledek, bahkan mengucapkan kata-kata kotor pada mahasiswa. Hal tersebut yang bikin massa ada yang kembali berbalik arah. Bahkan, ada yang sempat terpancing untuk menyerang aparat, tetapi bisa diredam satgas mahasiswa.
Mahasiswa juga dikejar pasukan bermotor hingga ke depan gerbang kampus. "Sementara aparat yang lainnya sambil lari mengejar massa mahasiswa, juga menangkap dan menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu membiarkan begitu saja mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan. Aksi penyerbuan aparat terus dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke depan gerbang Trisakti. Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus," demikian laporan yang tertulis di situs resmi Universitas Trisakti.
Selain itu, sebagian aparat yang terdapat di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang, bikin formasi siap menembak dua baris, ada yang jongkok dan berdiri. Mereka menembak ke arah mahasiswa. Korban berjatuhan, selain yang tewas, ada pula yang kritis.
"Korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada lima belas orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. Aparat terus menembaki dari luar. Puluhan gas air mata yang dilemparkan ke dalam kampus," katanya.
Saat mahasiswa mengevakuasi rekannyaIlustrasi tertembak peluru tajam.
Tembakan aparat mulai mereda pada 18.30—19.00, mahasiswa mulai mengevakuasi korban. Setelah itu, massa kembali panik lantaran ada beberapa aparat berpakaian gelap yang tampak di sekitar parkit utama. Selain itu, tampak penembak jitu di atas gedung yang masih dibangun.
Pada 1930—20.00, keadaan sedikit aman, massa mulai berani keluar ruangan, berdialog dengan Dekan Fakultas Ekonomi. Mereka meminta kepastian pemulangan ke rumah masing-masing.
"Terjadi negosiasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol. Arthur Damanik, yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman," kata dia.
Peristiwa tersebut bikin Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoedin menggelar jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, 13 Mei 2024 pukul 1.30 WIB. Jumpa pers itu juga dihadiri pula Kapolda Mayjen Pol. Hamami Nata, Rektor Universitas Trisakti Prof. Dr. R. Moedanton Moertedjo, dan AA Baramuli serta Bambang W. Soeharto yang merupakan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Tewasnya empat mahasiswa itu bikin gelombang demonstrasi semakin menjadi. Bukan cuma mahasiswa, sejumlah tokoh masyarakat dan akademisi dari berbagai kalangan turun gunung. Pada 2 Mei 1998, Presiden Soeharto mundur. Saat itu, B.J. Habibie yang mendampinginya sebagai wakil presiden diangkat menjadi presiden ketiga.***
Sentimen: negatif (100%)