HEADLINE: DPR Siap Godok Revisi UU Kementerian Negara, Bakal Tambah Beban APBN?

18 Mei 2024 : 07.00 Views 3

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: News

HEADLINE: DPR Siap Godok Revisi UU Kementerian Negara, Bakal Tambah Beban APBN?

Baru-baru ini, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI langsung membahas soal revisi UU Kementerian Negara. Pembahasan tersebut mengacu pada keputusan MK nomor 79/PUU-IX/2011.

Pada rapat Baleg DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 14 Mei 2024, Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi (Awiek) mempersilakan tenaga ahli Baleg menyampaikan dasar adanya revisi tersebut.

Baleg memaparkan rumusan Pasal 15 UU Kementerian Negara bahwa jumlah kementerian paling banyak 34. Baleg mengusulkan jumlah menyesuaikan dengan kebutuhan presiden.

 

Rapat Baleg DPR RI yang membahas soal revisi UU Kementerian Negara tersebut mendapat respons dari sejumlah pihak. Salah satunya Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto yang menyatakan, undang-undang saat ini masih relevan dan tak perlu direvisi.

"Kami percaya bahwa dengan Undang-Undang kementerian negara yang ada sebenarnya masih visioner untuk mampu menjawab berbagai tantangan bangsa dan negara saat ini,” kata dia di Galeri Nasional, Jakarta, Senin 13 Mei 2024.

Berikut sederet respons sejumlah pihak terkait munculnya wacana revisi UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dihimpun Tim News Liputan6.com:

1. Gerindra Buka Peluang Revisi UU Kementerian Negara

Partai Gerindra membuka peluang untuk melakukan revisi Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Hal itu disampaikan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.

Muzani menyatakan, tiap pemerintahan selalu berbeda. Ia menyebut hampir setiap pergantian pemerintahan ada perubahan di tubuh kementerian.

"Saya kira hampir di setiap kementerian dulu dari ibu Mega ke pak SBY ada penambahan atau perubahan, dari pak SBY ke pak Jokowi juga ada perubahan, dan apakah dari pak Jokowi ke pak Prabowo ada perubahan, itu yang saya belum tahu," kata Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Minggu 12 Mei 2024.

Ia mengingatkan UU itu bersifat fleksibel dan hisa diubah. Sebab, tiap pemerintahan punya kebijakan berbeda.

"Karena setiap presiden punya masalah dan tantangan yang berbeda. Itu yang kemudian menurut saya UU kementerian itu bersifat fleksibel, tidak terpaku pada jumlah," ucap Muzani.

2. PDIP Sebut Aturan yang Ada Masih Visioner

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan, undang-undang yang ada sekarang masih relevan dan tak perlu direvisi.

"Kami percaya bahwa dengan Undang-Undang kementerian negara yang ada sebenarnya masih visioner untuk mampu menjawab berbagai tantangan bangsa dan negara saat ini," kata dia di Galeri Nasional, Jakarta, Senin 13 Mei 2024.

Menurut Hasto, Undang-Undang Kementerian Negara sudah mempresentasikan seluruh tugas dan tujuan dari Kementerian.

"Undang-Undang Kementerian negara yang ada itu sebenarnya sudah mampu merepresentasikan seluruh tanggung jawab negara di dalam menyelesaikan seluruh masalah rakyat dan juga mencapai tujuan bernegara," kata dia.

Ia mengingatkan, undang-undang dan kementerian dibuat untuk bernegara dan masyarakat, bukan untuk mengakomodasi kepentingan ataupun partai politik.

"Seluruh desain dari Undang-Undang Kementerian Negara itu kan bertujuan untuk mencapai tujuan bernegara, bukan untuk mengakomodasikan seluruh kekuatan politik," ungkap Hasto.

"Diperlukan suatu desain yang efektif dan efisien bukan untuk memperbesar ruang akomodasi," pungkasnya.

3. Demokrat Sebut Perubahan Itu Biasa

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Herman Khaeron angkat bicara soal revisi Undang-Undang Kementerian Negara yang dikaitkan dengan niatan Presiden Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Menurut dia, hal itu biasa saja. Dan bisa saja memang disesuaikan dengan presiden terpilih nanti.

"Perubahan dari revisi ini adalah menurut saya hal yang biasa. Dan tentu nanti kalau disesuaikan kebutuhan presiden terpilih, saya kita timingnya pas," kata Herman di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu 15 Mei 2024.

Politikus Demokrat ini pun mengingatkan, presiden memiliki hak prerogatif terhadap kabinetnya. Sehingga, wajar jika nanti jumlah kementerian ditambah atau dikurangi berdasarkan kebutuhannya.

Meski demikian, Herman menegaskan, bahwa revisi Undang-Undang Kementerian Negara ini tak ada kaitannya dengan Prabowo.

"Timingnya pas, kita juga mengevaluasi, kita juga memonitor perjalanan implementasi UU ini dan tentu pada akhirnya klop, mungkin dengan keinginan Pak Prabowo sebagai pemegang hak prerogatif," kata dia.

Herman menilai, semakin bertambahnya penduduk penting juga untuk menambah kursi menteri.

"Tentu hal-hal yang memang terkait dengan dinamika perpolitikan nasional dan kebutuhan terhadap pemerintahan ke depan. Kalau kebutuhannya nambah ya harus di tambah gitu, kalau sizenya negara ini penduduknya juga semakin meningkat yang harus ditambah," jelas dia.

"Kan demi keefektifitas negara, pemerintah tentu harus secara spesifik bahwa kementerian juga bisa menggarap sektor-sektor yang tentu ini menjadi tujuan berbangsa bernegara," sambungnya.

4. Respons Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengaku belum memonitor soal revisi UU Kementerian Negara. Dia hanya membaca kabar singkat di media saja.

"Kita belum monitor. Baru lihat running text," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 15 Mei 2024.

Airlangga lalu ditanya apakah setuju dengan isu yang berkembang bahwa Presiden terpilih Prabowo Subianto ingin pos kementerian menjadi 40. Dia mengaku belum pernah membahasnya dengan partai.

"Belum pernah dibahas," tutupnya.

5. NasDem Minta Penambahan Kementerian Dibahas di Revisi UU

Ketua DPP Partai NasDem Atang Irawan menilai, jika terjadi penambahan jumlah kementerian, maka sebaiknya tidak dilakukan melalui skema Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), bahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Sebaiknya melalui skema perubahan UU Kementerian, agar seluruh elemen masyarakat dapat berdialektika dalam dinamika pembahasan tidak hanya dalam ruang publik semata, termasuk memberikan pandangan dan pendapat dalam pembahasan baik Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) maupun dalam ruang audiensi dan lain ,” kata Atang dalam keterangannya, Jumat (17/5/24).

Atang menambahkan, meskipun Prabowo sebagai Presiden terpilih belum menyatakan akan terjadi penambahan jumlah kementerian, tetapi gimik politik dari sejumlah elite partai pendukung terkait permintaan jumlah menteri-menteri sudah bermunculan.

“Bahkan mempertanyakan eksistensi koalisi dan semangat rekonsiliasi dikhawatirkan hanya terbatas pada bagi-bagi jatah kementerian semata,” tutur Atang.

Sentimen: positif (50%)