Sentimen
Negatif (66%)
17 Mei 2024 : 22.30
Informasi Tambahan

Institusi: UIN, Sekretaris Direktorat Jenderal, Universitas Sumatera Utara

Kab/Kota: Purwokerto

Kasus: teror

Tokoh Terkait
Ahmad Yani Basuki

Ahmad Yani Basuki

UKT Mahal Teror Masyarakat, Kemendikbud: Bukan Wajib Belajar, Sifatnya Pilihan

18 Mei 2024 : 05.30 Views 3

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

UKT Mahal Teror Masyarakat, Kemendikbud: Bukan Wajib Belajar, Sifatnya Pilihan

PIKIRAN RAKYAT - Saat ini masyarakat Indonesia tengah diteror oleh uang kuliah tunggal (UKT) mahal yang terjadi di berbagai daerah. Hal tersebut membuat anak-anak dari keluarga kurang mampu sulit melanjutkan jenjang Pendidikan tinggi.

Terkait hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudriste) angkat bicara. Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie ia menyatakan jika perguruan tinggi atau Pendidikan kuliah itu sifatnya tak wajib.

Tjitjik menyatakan jika perguruan tinggi itu sifatnya 'Tersiery Education'. Alias kebutuhan tersier, yang berarti tak diwajibkan. Beda halnya dengan proses belajar 12 tahun dari SD, SMP, hingga SMA.

"Dari sisi lain yang kita bisa lihat bahwa Pendidikan tinggi ini adalah tertiary education (Pendidikan tersier). Artinya tak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi," katanya dalam keterangan beberapa waktu lalu.

Karena itu, menurutnya dan Kemendikbud, kuliah, perguruan tinggi, dan lainnya itu adalah pilihan.

"Jadi ya itu, sifatnya pilihan, bukan wajib," ucapnya lagi.

Menurut Tjitjik, kini pemerintah fokus beri prioritas untuk pendanaan masyarakat wajib belajar. Yakni untuk mereka yang berusia 7 tahun dengan lama masa belajar 12 tahun.

Sedangkan perguruan tinggi tak masuk prioritas karena tergolong tersier. Yang artinya tak diwajibkan bagi semua orang.

"Apa konsekuenisnya tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk Pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan untuk yang wajib belajar," ucapnya lagi.

Meski begitu, pemerintah juga tak tutup mata soal perguruan tinggi. Salah satunya mereka rutin mengeluarkan bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN). Meskipun begitu, itu tak bisa menggratiskan biaya kuliah karena operasionalnya terlalu tinggi.

Perlu diketahui Kemendikbudristek telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (BOPT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di bawah naungan Kemendikbudristek.

Peraturan ini menetapkan standar minimal UKT (Uang Kuliah Tunggal) untuk dua kelompok:

Kelompok UKT 1: Rp500 ribu Kelompok UKT 2: Rp1 juta

PTN diwajibkan untuk menerapkan standar minimal ini, dengan besaran UKT yang lebih tinggi dapat ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Prof. Dr. Ir. Nizam, M.Si., menegaskan bahwa peraturan ini bukan berarti ada kenaikan UKT secara umum.

"Ini bukan kenaikan UKT, tapi penambahan kelompok UKT," kata Nizam. "Dengan adanya penambahan kelompok UKT ini, diharapkan PTN memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam menentukan UKT yang sesuai dengan kondisi masing-masing."

Nizam menjelaskan bahwa penambahan kelompok UKT ini dilakukan untuk meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu.

"Dengan adanya kelompok UKT baru ini, diharapkan lebih banyak mahasiswa dari keluarga kurang mampu yang dapat kuliah di PTN," ujar Nizam.

Peraturan ini diharapkan dapat membantu PTN dalam mengelola keuangan secara lebih transparan dan akuntabel, serta meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Ternyata aturan ini menuai kecaman banyak pihak. Salah satunya adalah beberapa video viral aksi mahasiswa yang dilakukan oleh pelajar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Universitas Negeri Riau (Unri) hingga Universitas Sumatera Utara (USU) Medan melakukan protes terhadap kenaikan UKT.

Salah satu contohnya adalah aksi protes mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang menentang kenaikan UKT yang signifikan. Di Universitas Negeri Riau (Unri), seorang mahasiswa bernama Khariq Anhar memprotes ketentuan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) yang dibebankan dalam UKT.

Protes-protes ini menunjukkan keresahan mahasiswa terhadap beban biaya pendidikan yang semakin tinggi. Mereka menuntut transparansi dalam penetapan UKT dan iuran, serta meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan akses pendidikan tinggi bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu.

Gelombang Protes Mahasiswa Menentang Kenaikan UKT dan Iuran di PTN

Mahasiswa di berbagai universitas di Indonesia menggelar aksi protes terhadap kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan iuran lainnya. Dalam beberapa kasus, kenaikan UKT mencapai hingga lima kali lipat.

Protes-protes ini menunjukkan keresahan mahasiswa terhadap beban biaya pendidikan yang semakin tinggi. Mereka menuntut transparansi dalam penetapan UKT dan iuran, serta meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan akses pendidikan tinggi bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu.

Berikut beberapa contoh aksi protes mahasiswa:

Unsoed: Mahasiswa memprotes kenaikan UKT yang mencapai hingga lima kali lipat. Unri: Mahasiswa memprotes ketentuan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) dalam UKT. USU: Mahasiswa memprotes kenaikan UKT yang mencapai 200 persen. UIN Jakarta: Mahasiswa berencana mengajukan gugatan ke PTUN atas kenaikan UKT

***

Sentimen: negatif (66.7%)