Sentimen
Positif (98%)
11 Mei 2024 : 14.10
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Gunung

Tokoh Terkait

HIV/AIDS Mengintai di Ibu Kota Baru

11 Mei 2024 : 21.10 Views 3

Tagar.id Tagar.id Jenis Media: Nasional

HIV/AIDS Mengintai di Ibu Kota Baru

Oleh: Syaiful W. Harahap* dan Santi Florensia Sitorus**

Catatan: Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id pada tanggal 28 Agustus 2019. Redaksi.

TAGAR.id – Lokasi Ibu Kota Baru sudah diputuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan dibangun di dua kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), yaitu Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara (Kukar). Selain 180.000 aparatur sipil negara (ASN) dengan keluarga yang akan pindah ke ibu kota baru itu, arus pendatang dengan berbagai latar belakang pekerjaan pun akan menyerbu ke sana.

Salah satu aspek kehidupan yang akan ramai adalah hiburan malam dengan berbagai sektor pendukung, seperti karaoke, panti pijat, bar, diskotek, dan cewek penghibur termasuk pekerja seks komersial (PSK).

Lokalisasi Terbanyak

Kehadiran hiburan malam yang terkait dengan transaksi seks terkait langsung dengan epidemi penyakit atau infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, seperti sifilis (raja singa), kencing nanah (GO), dan HIV/AIDS.

Seperti dilaporkan “Antara” (3 Agustus 2019) sepanjang tahun 2019 ada tiga warga Kabupaten Penajam Paser Utara yang meninggal terkait dengan HIV/AIDS. Dinas Kesehatan Penajam Paser Utara menangani 74 kasus HIV/AIDS. Sedangkan di Kukar catatan di Dinkes setempat menunjukkan sampai akhir tahun 2018 terdeteksi 200 kasus HIV/AIDS.

Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Kaltim sampai 31 Maret 2019 dilaporkan 8.228 yang terdiri atas 6.624 HIV dan 1.604 AIDS (Laporan Triwulan I/2019 - Ditjen P2P, Kemenkes RI, 11 Mei 2019).

Angka HIV/AIDS yang dilaporkan Penajam dan Kukar memang kecil, tapi jika dikaitkan dengan epidemi HIV yang erat kaitannya dengan fenomena gunung es, maka angka itu hanya sebagian kecil dari kasus HIV/AIDS di Penajam dan Kukar. Kasus yang terdeteksi (74) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Salah satu mata rantai penyebaran HIV/AIDS adalah perilaku laki-laki dewasa yang tidak memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan PSK, al. di lokalisasi pelacuran. Data Kemensos menunjukkan di Indonesia ada 168 lokalisasi pelacuran. “Tahun ini target kita semua sudah harus ditutup,” kata Alfian, sata Biro Humas Kemensos RI. Penutupan lokalisasi juga didukung oleh pemerintah daerah setempat. Tapi, ada juga yang tutup sendiri. PSK pulang pulang sendiri.

Lokalisasi terbanyak di Indonesia ada di wilayah Kaltim yang tersebar di 31 lokasi. Diperkirakan ada 4.000 PSK yang melayani laki-laki ‘hidung belang’ di semua lokasi pelacuran itu. Menurut Erna Lesmana, Direktorat Rehabilitas Sosial Tuna Sosial dan KPO Subdit RSTS, Kemensos RI, di wilayah Kabupaten Kukar terdapat 10 lokalisasi pelacuran dengan jumlah PSK sebanyak 459. Lokalisasi pelacuran ada di Kelurahan Km 24, Muara Kembang, Pasiran, Purwa Jaya, Kacangan, Gunung Pasir, Simpang Kitadin, Lebak Cilong, Km 16, dan Badak.

Bermuara di Masyarakat

Karena lokasi pelacuran di Kaltim, khususnya Kukar, ditutup Kemensos bisa jadi transaksi seks akan terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai modus, seperti ponsel (online) dan media sosial. 

Memang, dalam penutupan lokalisasi pelacuran Kemensos memberikan uang bantuan untuk membuka usaha sebesar Rp 6 juta. “Dana untuk buka usaha kemadirian di daerah masing-masing agar mereka tidak kembali lagi jadi PSK,” ujar Erna kepada "Tagar.id" di Kemensos, Jakarta, 28 Agustus 2019.

Persoalan yang terjadi adalah dengan menutup lokalisasi pelacuran dan memulangkan PSK ke kampung asalnya dianggap tidak ada lagi (praktek) pelacuran. Ini anggapan yang salah. Secara de jure pelacuran dilarang, tapi secara de facto transaksi seks terus terjadi.

Transaksi seks melibatkan PSK langsung (PSK yang mangkal di tempat-tempat tertentu, seperti lokalisasi pelacuran) dan PSK tidak langsung (seperti cewek pemijat plus-plus, cewek penghibur, cewek diskotek, pemandu lagu, dll.). Laki-laki dewasa, termasuk yang beristri jadi pembeli seks pada PSK langsung dan PSK tidak langsung.

Transaksi seks tsb. tidak bisa diintervensi sehingga risiko penularan penyakit, seperti GO dan sifilis serta HIV/AIDS terhadap laki-laki yang membeli seks tidak bisa dikontrol. Laki-laki yang tertular jadi mata rantai penyebaran GO, sifilis dan HIV/AIDS di masyarakat melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Pada akhirnya penyakit-penyakit itu akan bermuara di masyarakat, terutama ibu-ibu rumah tangga dan bayi yang akan mereka lahirkan kelak jika tidak ditangani secara medis. []

* Syaiful W. Harahap adalah Redaktur dan Santi Florensia Sitoru adalah wartawan di Tagar.id

Sentimen: positif (98.5%)