Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Indonesia
Kab/Kota: Denpasar
Kasus: pembunuhan
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Wakil Ketua MPR Soroti Isu Kesehatan Mental terhadap Pembangunan Nasional
Detik.com Jenis Media: Metropolitan
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menghadiri kegiatan diskusi mengenai kesehatan mental yang digelar oleh Forum Diskusi Denpasar. Dalam forum diskusi ini, disampaikan bahwa pembangunan nasional perlu menyediakan ruang bagi pembangunan non-fisik atau kesehatan mental untuk generasi muda.
Lestari Moerdijat atau akrab disapa Rerie, menjelaskan hanya generasi muda yang sehat jasmani dan rohani yang mampu menjawab berbagai tantangan dalam kehidupan berbangsa di masa depan.
"Pembangunan sumber daya manusia merupakan bagian penting dalam pembangunan nasional. Kesehatan mental setiap warga negara, terutama remaja, yang diharapkan menjadi generasi penerus yang tangguh dan dapat menjawab tantangan bangsa di masa depan, harus mendapat perhatian serius," kata Rerie dalam keterangannya, Rabu (8/5/2024).
Hal itu diungkapkan Rerie saat membuka diskusi daring bertema Generasi Muda Indonesia dan Ancaman Kesehatan Mental. Diskusi tersebut dimoderatori oleh Dr. Irwansyah (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) dan dihadiri oleh drg. R. Vensya Sitohang, M. Epid (Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI), Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB (Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia), Dr. Retno Kumolohadi, M.Si., Psikolog (Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis Indonesia) dan Dr. dr. Iqbal Mochtar, MPH, MOHS, DiplCard, DOccMed, SpOK, FRSPH (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia - Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia Timur Tengah /PDITT), sebagai narasumber.
Rerie mengungkapkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat sekitar 14 juta orang di Indonesia mengalami gangguan mental dengan berbagai tingkatan, dari yang ringan hingga yang berat.
Menurut Rerie, kenyataannya dalam satu bulan terakhir, di media massa pada beberapa pekan terakhir diungkap sejumlah kasus kekerasan (termasuk pembunuhan) yang dipicu oleh depresi dan stress karena masalah ekonomi, pekerjaan, relasi sosial dan faktor lainnya.
Legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu juga berpendapat kesehatan mental tidak boleh diabaikan jika ingin menghadirkan generasi unggul untuk menyongsong Indonesia Emas.
Rerie yang juga Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong terwujudnya kerja sama dan kepedulian para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan mempromosikan kesejahteraan mental, serta mengurangi stigma yang terkait dengan gangguan mental.
Baginya, melalui pengembangan sektor pendidikan dengan model pembelajaran aktif yang berorientasi pada peningkatan kemampuan setiap warga negara, diharapkan mampu mengatasi ancaman yang menyasar kesehatan mental generasi muda.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes RI, R. Vensya Sitohang mengungkapkan bahwa untuk mewujudkan kesehatan jiwa masyarakat harus diikuti dengan langkah yang komperhensif mulai dari preventif, promotif, kuratif hingga rehabilitasi dan melibatkan semua pihak.
Langkah tersebut, ungkapnya, harus mampu dilakukan agar sumber daya manusia yang ada saat ini dapat mewujudkan target Indonesia Emas pada 2045 yakni pada pemetaan beban sepanjang hidup manusia sejak bayi hingga lansia dan menempatkan kesehatan mental pada lima besar faktor yang harus diperhatikan untuk mewujudkan kesehatan dalam kehidupan manusia.
Lebih lanjut, Vensya menyampaikan, mewujudkan kesehatan mental masyarakat merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab para tenaga kesehatan, apalagi terdapat sejumlah laporan bunuh diri dari pihak kepolisian mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus terjadi pada usia produktif.
Menurutnya, kondisi ini harus menjadi perhatian bersama. Selanjutnya, Vensya juga mengungkapkan bahwa masyarakat yang didiagnosa mengalami gangguan jiwa harus dipastikan mendapatkan pengobatan yang berkelanjutan.
Namun, saat ini proses pengobatan gangguan jiwa masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain dalam bentuk stigma yang berkembang di masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa dan terbatasnya jumlah tenaga kesehatan yang mampu menangani gangguan jiwa di Tanah Air.
Dengan kondisi tersebut, imbuhnya, pola-pola pengobatan yang melibatkan dan berbasis masyarakat sangat membantu upaya untuk mengatasi terjadinya peningkatan gangguan jiwa di masyarakat.
(prf/ega)Sentimen: positif (100%)