Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: bandung, Bekasi
Kasus: Demam berdarah dengue
Tokoh Terkait
Siti Nadia Tarmizi
Kasus Kematian Akibat DBD Melonjak Tiga Kali Lipat, Bandung Puncaki Daftar Terbanyak
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Jumlah kasus dan kematian akibat demam berdarah dengue (DBD) meningkat tiga kali lipat pada periode Januari-April 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Meskipun pemerintah mendorong gerakan preventif 3M, yang meliputi Menguras, Menutup, dan Mengubur, tetapi implementasinya masih terbatas dan belum efektif dalam mencegah penyebaran DBD.
Pada bulan Maret tahun lalu, pasangan lanjut usia, Hadiman dan Titi Endrowati, secara bergantian mengalami gejala DBD. Hadiman (63) mulai mengalami demam tinggi pada tanggal 21 Maret. Meskipun mencoba minum obat dari warung dan berkonsultasi ke klinik mandiri, upayanya sia-sia.
Bersama Titi, istrinya yang berusia 61 tahun, dan anak perempuannya, mereka kemudian pergi ke sebuah rumah sakit di Bekasi, Jawa Barat, pada tanggal 23 Maret. Awalnya, Hadiman diterima di unit gawat darurat (UGD). Namun, baru setelah lima jam dia mendapat kamar rawat inap.
"Semua kamar penuh," kata Titi pada BBC News Indonesia, Kamis (02/05).
"IGD juga penuh sama orang-orang yang gejalanya hampir sama. Kebanyakan memang demam tinggi berhari-hari."
Tak lama setelah Hadiman dirawat, Titi juga mengalami demam tinggi. Gejalanya meliputi menggigil, lemas, bahkan sulit untuk berjalan. Pada tanggal 24 Maret, dokter mendiagnosis Hadiman mengidap DBD karena kadar trombositnya rendah.
Pada hari yang sama, Titi juga dirawat di UGD dan mendapat infus parasetamol. Hari berikutnya, Titi menjalani tes darah. Hasilnya menunjukkan tidak ada tanda-tanda peradangan. Meskipun kadar trombositnya relatif rendah, yaitu sekitar 175.000 per mikroliter darah, itu masih dalam batas normal yang aman.
Biasanya, kadar trombosit normal pada individu sehat berkisar antara 150.000 hingga 450.000 per mikroliter darah. Pada tanggal 27 Maret, kondisi Titi belum juga membaik, sehingga dia kembali dirawat di UGD. Saat itulah diketahui bahwa kadar trombositnya telah turun drastis menjadi 30.000 per mikroliter darah.
"Ya ampun, Bu, apa yang dirasain? Trombositnya rendah banget," kata Titi menirukan kata-kata dokter.
"Lemas, Dok."
Dari situlah, Titi secara resmi didiagnosis mengidap DBD. Awalnya, keluarga mengira bahwa Hadiman dan Titi menderita tifus, yang juga memiliki gejala demam tinggi, meskipun biasanya gejalanya naik-turun dan sering mencapai puncak pada malam hari.
Secara keseluruhan, Hadiman dan Titi menjalani perawatan di rumah sakit selama satu minggu. Setelah itu, mereka disarankan pulang.
"Karena rumah sakit penuh, jadi kata dokternya daripada dirawat di lorong terus tambah parah, mendingan pulang, tapi nanti kontrol lagi. Jadinya rawat jalan," kata Titi.
Lonjakan Kasus DBD Indonesia dan DuniaHingga 17 pekan berjalan tahun 2024, atau tepatnya hingga 28 April, terdapat 88.593 kasus DBD yang tercatat di Indonesia, dengan 621 orang meninggal dunia.
Sementara itu, pada periode yang sama tahun 2023, jumlah kasus DBD mencapai 28.579 kasus, dengan 209 korban jiwa.
Kasus DBD terbanyak terjadi di kota Bandung, mencapai 3.468 kasus, sedangkan korban jiwa terbanyak terdapat di kabupaten Bandung, dengan 29 kematian. Secara global, kasus DBD juga mengalami peningkatan yang signifikan.
Pada tahun 2023, lebih dari 6 juta kasus DBD dan 6.000 kematian terkait DBD dilaporkan dari 92 negara di seluruh dunia, menurut data Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 2023 sebagai tahun dengan jumlah kasus DBD tertinggi dalam sejarah. Selama periode Januari-April 2024, jumlah kasus DBD bahkan mendekati total keseluruhan tahun sebelumnya.
Mengapa DBD belakangan begitu marak?Penyebab maraknya kasus DBD belakangan ini adalah dampak dari fenomena alam El Nino dan perubahan iklim, menurut Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan.
Siti menjelaskan bahwa kasus DBD meningkat karena efek dari El Nino yang membawa air hangat ke permukaan Pasifik, meningkatkan suhu atmosfer secara signifikan. Hal ini menyebabkan musim kemarau pada tahun 2023 menjadi lebih kering dari biasanya, dengan curah hujan yang rendah. Sebagai akibatnya, puncak musim hujan bergeser mundur ke awal 2024.
Perubahan iklim global juga turut berperan dalam meningkatkan siklus perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan pembawa virus dengue penyebab DBD. Hal ini mengakibatkan peningkatan jumlah populasi nyamuk secara signifikan.
Selain itu, Siti juga menambahkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya optimal dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk melalui gerakan 3M, yaitu menguras, menutup, dan mendaur ulang tempat-tempat penampungan air yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.
"Pemberantasan sarang nyamuk dan 3M dari masyarakat perlu ditingkatkan. Edukasi Pemda juga harus dioptimalkan," kata Siti.
El Nino, yang dimulai pada pertengahan tahun lalu, membawa air hangat ke permukaan Pasifik sehingga menambah panas ekstra pada atmosfer.
Berdasarkan pertimbangan terhadap kondisi iklim dan pola musim yang terjadi dari tahun ke tahun, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memprediksi bahwa puncak kasus DBD di Indonesia akan terjadi pada bulan Maret-April 2024.***
Sentimen: negatif (99.6%)