Sentimen
Negatif (78%)
2 Mei 2024 : 11.21
Informasi Tambahan

Institusi: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Kab/Kota: bandung

Bahasa Daerah Bisa Punah jika Kita Gengsi Menggunakannya, Peran Keluarga Penting

2 Mei 2024 : 18.21 Views 3

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Bahasa Daerah Bisa Punah jika Kita Gengsi Menggunakannya, Peran Keluarga Penting

PIKIRAN RAKYAT - Punah tidaknya bahasa daerah, bergantung sikap dari penuturnya. Selama penuturnya tidak mau menggunakan bahasa daerah karena berbagai alasan, seperti gengsi, maka bahasa daerah terancam punah.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Endang Aminudin Aziz, mengatakan hal tersebut terkait upaya revitalisasi bahasa daerah yang tengah dilakukan oleh pihaknya selama 4 tahun terakhir.

"Tantangan revitalisasi bahasa daerah adalah sikap berbahasa daerah dari penuturnya. Kalau seorang penutur menganggap bahasa daerahnya tidak bergengsi, bahasa daerah bisa terancam punah," katanya di Jakarta, Rabu, 1 Mei 2024.

Dua siswa berjalan melintas di depan leuit di Citorek, Lebak, Banten, Senin (4/3/2024). Leuit merupakan lumbung padi tradisional bagi masyarakat Kasepuhan Adat Sunda maupun Suku Badui yang difungsikan untuk menyimpan padi hasil panen sekaligus guna menjaga ketahanan pangan yang dapat menyimpan padi hingga 20 tahun.

Pentingnya orangtua berinteraksi pakai bahasa daerah 

Endang juga menekankan kemauan orangtua berinteraksi dengan bahasa ibu atau bahasa daerahnya. Menurut dia, keluarga ada ranah paling dasar dalam menjaga kelestarian bahasa daerah.

"Benteng pertahanan paling kuat (pelestarian bahasa daerah) itu keluarga. Apabila orangtua tidak pakai bahasa daerah, maka itu bisa menjadi bencana sebagaimana yang dilaporkan Unesco, setiap dua minggu, kami bisa kehilangan bahasa daerah," katanya.

Terkait upaya revitalisasi bahasa daerah, Endang mengatakan, ada peningkatan dalam dua tahun terakhir. Peningkatan itu dipengaruhi juga oleh permintaan dari pemerintah daerah kepada Badan Bahasa untuk membuat program revitalisasi bahasa daerah.

Endang menyebutkan, pada tahun 2022, terdapat 39 bahasa daerah yang direvitalisasi. Kemudian pada 2023, jumlahnya meningkat menjadi 72 bahasa daerah.

"Tahun ini (2024) ada 93 bahasa daerah yang akan direvitalisasi. Sebenarnya masih banyak, tapi kami batasi karena kemampuan yang terbatas," katanya.

Menurutnya, meningkatnya program revitalisasi bahasa daerah menjadi catatan yang cukup menggembirakan karena ada inisiatif pemerintah daerah. Terlebih bila meningat pada tahun pertama program revitalisasi bahasa daerah digerakan pada tahun 2021, antusiasmenya masih minim, terutama dari pemerintah daerah.

"Pada tahun 2021, cukup berdarah-darah kami melakukan uji coba revitalisasi bahasa daerah, terutama untuk meyakinkan pemda agar bisa mendukung. Masyarakat secara umum juga apriori terhadap program ini. Tapi, memasuki tahun keempat ini, bukan lagi kami yang harus turun tangan, mencari daerah yang mau (revitalisasi). Mereka justru yang meminta supaya bahasa daerahnya direvitalisasi. Kami yang jadinya keteteran sekarang ini," tuturnya.

Adapun bentuk program revitalisasi bahasa daerah, menurut Endang, bervariasi. Hal itu juga tergantung program di tingkat pemerintah daerah terkait dengan pelestarian bahasa deaerah.

Ia mencontohkan, beberapa daerah ada yang membuat perda mengenai pelestarian bahasa daerah. Ada juga yang memasukannya ke dalam kurikulum. Di Bandung, ada contoh program kaulinan barudak dimana program tersebut menjadi wadah bagi upaya pelestarian bahasa.

"Kalau misalnya di daerah belum ada program inisiatif dari pemda, maka kami yang menginisasi melalui UPT yang bekerjasama juga dengan komunitas-komunitas. Kemudian kami kerjakan bersama-sama dengan Pemda," katanya.***

Sentimen: negatif (78%)