Soroti Sengketa Pilpres di MK, Bos Pengusaha: Badai Besar Intai RI

22 Apr 2024 : 23.39 Views 2

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: News

Soroti Sengketa Pilpres di MK, Bos Pengusaha: Badai Besar Intai RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, Senin (22/4/2024) pukul 09.00 WIB, Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan mengumumkan dua putusan tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang digelar pada Pemilu Tahun 2024 lalu.

Kedua putusan tersebut menyangkut Perkara PHPU yang diajukan oleh pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Keduanya sama-sama tak terima dengan hasil yang telah ditetapkan KPU dimenangkan oleh pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Perkara PHPU yang diajukan Anies-Muhaimin bernomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, sedangkan Ganjar-Mahfud bernomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024.

-

-

Sengketa Pilpres ini tak luput dari perhatian pelaku usaha di Indonesia.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, dunia saat ini tengah mengalami turbulensi. Pemicunya, lanjut dia, perang Ukraina dan Timur Tengah. Pertarungan politik di dalam negeri, lanjutnya, akan memicu beban baru ekonomi, yang kemudian akan memengaruhi Indonesia dalam menghadapi efek domino perang Ukraina dan Timur Tengah.

"Bagai badai besar yang akan menerjang banyak negara, tidak terkecuali Indonesia," kata Benny kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (22/4/2024).

Pernyataan Benny tersebut bukan tak beralasan.

Saat ini dunia tengah was-was dengan tensi antara Israel dengan Iran. Kedua negara ini dikabarkan telah saling meluncurkan serangan, meski pihak Israel masih enggan buka suara. Terkait gempuran rudal dan drone di kota Ghahjaworstan yang berlokasi di barat laut Isfahan, Iran pada Jumat (19/4/2024) waktu setempat.

Benny mengatakan, jika perang antara kedua negara itu akhirnya pecah dan memicu eskalasi yang meluas, akan memicu masalah baru bagi dunia.

Meski dia menilai negara-negara lain tak akan ikut campur dalam konflik kedua negara, namun keberadaan Selat Hormuz, yang menghubungkan barat Teluk persia, Teluk Oman, dan tenggara Laut Arab.

"Jika Iran menutup Selat Hormuz, maka pasokan minyak dari Timur Tengah akan terganggu dan terhenti. Dampaknya, harga minyak akan meroket. Bisa mencapai US$100 per barel dan mendorong tingkat inflasi di seluruh dunia," ujarnya.

Di saat bersamaan, menurut Benny, the Fed, akan menunda kenaikan suku bunga acuannya untuk menahan tingkat inflasi. Seperti diketahui, kebijakan bank sentral AS itu juga akan berdampak ke Indonesia.

Kurs rupiah yang telah menembus level Rp16.000 per dolar AS, jelas Benny, bukan tak mungkin akan terus melemah hingga ke Rp17.000 per dolar AS.

"Bank Indonesia menghadapi dilema untuk menjaga agar nilai tukar rupiah stabil, melalui dua kebijakan," katanya.

Pertama, menaikkan suku bunga acuan agar nilai tukar rupiah tetap stabil. Konsekekuensinya, suku bunga di bank komersial juga akan naik. Kredit akan lebih mahal.

"Peredaran uang akan semakin berkurang, daya beli masyarakat yang rendah akan semakin melemah," tukasnya.

"Akibatnya, perusahaan akan sulit menjual produknya, selanjutnya gelombang PHK bertambah jumlah pengangguran meningkat," terang Benny.

Kedua, Bank Indonesia akan melakukan intervensi dengan menjual dolar agar nilai tukar rupiah stabil. Risikonya adalah cadangan devisa akan terkuras. Batas amannya adalah untuk 6 bulan impor.

"Apapun pilihan yang diambil Bank Indonesia akan berdampak pada perekonomian nasional, sampai tingkat inflasi, daya beli, lapangan kerja dan seterusnya," kata Benny.

Badai Besar Mengancam

Di tengah kondisi dan ancaman tersebut, Benny kemudian menyinggung sengketa Pilpres yang tengah ditangani MK.

"Tentunya perkembangan ini akan berdampak pada perkembangan politik dalam negeri yang masih diwarnai pertarungan di Mahkamah Konstitusi mengenai Pilpres," cetusnya.

"Jika, pertarungan elit politik ini terus berlangsung sampai bulan Oktober, tidak menutup kemungkinan Jokowi (Joko Widodo) yang masih menjabat Presiden akan mengeluarkan Perppu. Alasannya, negara dalam keadaan darurat ekonomi dan politik," ujar Benny.

Menurut Benny, hal itu telah diperhitungkan oleh para pakar hukum.

"Para pakar hukum ketatanegaraan sudah lama membicarakan kemungkinan tersebut," pungkasnya.


[-]

-

Sri Mulyani di MK: Penyusunan APBN 2024 Tak Terpengaruh Capres
(dce/dce)

Sentimen: negatif (100%)